Share

3. Bersikap Aneh

3; Bersikap Aneh

***

Rahma sudah meninggalkan rumahku sejak tadi, namun aku masih belum beranjak dari ruang tamu. 

Hatiku sudah mulai tenang, walau masih rerasa nyeri.

Kurebahkan tubuhku di atas sofa, sambil menatap foto pernikahan yang tergantung rapi di dinding. 

Jam di dinding berdenting tiga kali, berarti sebentar lagi Bang Asrul akan pulang. 

Bergegas aku menghangatkan beberapa makanan dan membuatkan teh hangat, seperti kebiasaan yang selalu aku lakukan selama ini. 

Tak berapa lama, suara motor memasuki halaman rumah. 

Kubuka pintu dengan segera. 

Dan di depanku, telah berdiri lelaki berbadan tinggi dan tegap dengan wajah datarnya, dingin dan tanpa ekspresi. 

Kutekan keinginanku untuk menginterogasinya tentang foto yang ada di akun media sosialnya. Setidaknya, sampai Bang Asrul mandi dan berganti pakaian. 

Kuraih tangannya kemudian mencium punggung tangan Bang Asrul. 

Masih dengan sikap dingin dan tanpa ekspresi, kuikuti langkah suamiku masuk ke dalam kamar, tanpa kata.

"Abang mau mandi dulu apa langsung makan?" tanyaku sambil membereskan tas kerjanya. 

"Aku mandi dulu, karena setelah ini, aku akan masuk kerja lagi. Kebetulan temanku tidak masuk, jadi aku harus menggantikannya."

Bang Asrul berkata sambil meninggalkanku menuju kamar mandi. 

Sementara itu, aku berjalan mondar-mandir di dalam kamar menunggu Bang Asrul selesai mandi. 

Kulihat ponsel Bang Asrul ada di atas nakas, ingin sekali aku membuka dan mengecek apa yang tersimpan di sana. Namun, aku tak mempunyai cukup keberanian untuk melakukan hal itu.

Hingga akhirnya, kuurungkan niat tersebut dan memilih mencari kalimat apa yang akan aku gunakan untuk menanyakan perihal foto tersebut. 

Saat aku sibuk dengan apa yang akan kulakukan, suara Bang Asrul mengagetkanku.

"Marina, apa yang kamu lakukan? Dari tadi mondar-mandir saja," ucap Bang Asrul sambil memperhatikanku.

"Bang ... aku ingin menanyakan sesuatu padamu. Aku harap, Abang jawab dengan jujur," jawabku dengan sedikit gugup.

"Tanya soal apa?" jawab Bang Asrul sambil berjalan mendekatiku. 

Aroma sabun menguar dari tubuhnya yang masih berbalut handuk sebatas lutut. 

Sementara dada bidang dan rambutnya tampak basah.

"Siapa gadis yang fotonya Abang posting di akun facebookmu tadi, Bang?" tanyaku dengan suara bergetar. 

"Aku sudah bilang, dia itu teman kerjaku," jawab Bang Asrul, suaranya terdengar datar dan biasa saja.

"Teman kerja? Haruskah diposting di akunmu? Sementara fotoku tak sekalipun Abang posting ...." ucapku dengan nafas memburu.

"Sudahlah, Marina. Aku capek, jangan mengajakku bertengkar. Sebentar lagi aku berangkat kerja lagi," jawab Bang Asrul sambil menjauh dariku. 

Selalu begitu, setiap kali ada persoalan, tak pernah berusaha menjelaskan padaku. 

Bahkan sesuatu seperti ini pun, harus kukejar dulu untuk mendapatkan jawaban. 

Walau jawaban yang diharapkan tak pernah kudapat. 

****

Kamis pagi. 

Rencananya aku akan datang ke Rumah Niken untuk acara arisan. 

Namun, aku harus mengurungkan niatku karena motor yang biasa aku pake, hari ini dipakai Bang Asrul berangkat bekerja. 

Dan meninggalkan motor sportnya di rumah. 

Aku tak mungkin membawa motor sport Bang Asrul, karena selain terlalu besar, aku tak pandai mengendarainya. 

"Dek, hari ini Abang pakai motornya, ya? Kalau kamu mau kemana-mana, pakai saja motor Abang." Kata Bang Asrul pagi-pagi sekali.

"Emang motor Bang Asrul kenapa? Hari ini aku ada acara arisan, dan aku tidak biasa bawa motor sport, Bang ...." protesku, entah kenapa, ada rasa janggal ketika Bang Asrul ingin memakai motorku sementara motor dia bisa dipakai.

"Ya sudah, nitip saja sama Rahma atau siapa gitu. Biasanya kalau tidak datang, juga nitip kan," jawab Bang Asrul sambil mengambil kunci motorku yang tergantung di samping pintu. 

Aku hanya bisa menghela nafas dalam. 

Ada sedikit rasa heran dan penasaran menyeruak di dada. Lagi-lagi, ini bukan kebiasaan Bang Asrul memakai motorku. 

****

Drtt ... drrtt .... 

Sebuah panggilan masuk di ponselku, telepon dari Rahma.

"Kak, hari ini ada acara apa?"

Suara Rahma dari ujung telepon.

"Kakak di rumah, sebenarnya hari ini ada acara arisan. Tapi aku ga bisa datang, karena motorku di pakai Bang Asrul," jawabku.

"Oh ...." 

Setelah mengucapkan kata 'oh', cukup lama Rahma terdiam di ujung telepon. Hingga aku harus memanggil namanya untuk memastikan dia masih ada di ujung telepon.

"Rahma ... kamu masih disana?" Tanyaku.

"I--iya Kak, sebentar lagi aku kesana, ya? Ke rumah Kakak." Rahma menjawab gugup.

Belum sempat aku menjawab, Rahma sudah mematikan sambungan telepon. 

Hal itu menambah rasa penasaranku, kenapa hari ini orang-orang bersikap aneh begini? 

Tak berapa lama, dari balik jendela, kulihat mobil Rahma memasuki halaman rumah. Bergegas dia turun dari mobilnya. 

"Kak ...."

Panggilnya saat melihatku membuka pintu rumah. 

Kaki jenjang Rahma berlari kecil menuju ke arahku, seperti sedang terburu-buru. 

"Ayo masuk ... kamu sudah makan?" tanyaku. 

"Baru saja makan, nih aku bawakan makanan kesukaan Kak Marina."

Rahma menyerahkan sebuah bungkusan kepadaku. 

"Apa ini?" tanyaku sambil membuka bungusan tersebut. 

"Mi aceh, cepet makan, mumpung masih panas."

Kubawa bungkusan tersebut ke dapur dan menuangnya kedalam mangkuk. 

"Beneran kamu ga mau makan lagi?" tawarku sambil memasukkan mi ke dalam mulutku. 

"Dah kenyang ...." jawab Rahma sambil memainkan ponselnya.

"Kak Marina ...." Rahma memanggilku tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel di tangannya.

"Hmmm, kenapa?" tanyaku dengan mulut penuh. 

"Jadi hari ini Bang Asrul ke tempat kerja pakai motor kakak?" tanya Rahma.

"Iya, kenapa?" Selidikikku.

"Aku tadi ketemu Bang Asrul ketika menjemput temanku."

"Wajar lah ketemu, kan satu tempat kerja," jawabku, masih dengan prasangka baik. 

"Dia boncengan ... sama gadis yang ada dalam foto itu," ucapRahma cepat.

Uhuk uhuk uhuukk... 

Mendengar ucapan Rahma, aku langsung tersedak. Mi yang ada di dalam mulutku, muncrat keluar.

"Kak Marina ...."

Rahma menepuk-nepuk punggungku setelah batukku reda, kuminum segelas air yang ada di depanku. 

"Rahma, bisa jelaskan apa yang baru saja kamu katakan?" Pintaku padanya.

"Tadi, aku menjemput temanku di tempat kerjanya. Dan ga sengaja aku berpapasan dengan Bang Asrul yang saat itu ada di atas motor kakak, dan di belakangnya duduk gadis yang ada di foto. Aku jelas sekali melihatnya, Kak. Tapi aku tidak tau, apakah Bang Asrul melihatku," ucap Rahma menceritakan apa yang dia lihat tadi.

Mendengar penuturan Rahma, aku tidak bisa berkata apa-apa. 

Mungkin benar, Bang Asrul dan aku memang tidak sedang baik-baik saja. 

"Dan kata temanku, Bang Asrul memang dekat dengan gadis itu. Mereka sering terlihat pergi bersama," Rahma melanjutkan ucapannya.

Kalimat Rahma membuatku sadar, bahwa aku harus mencari tahu, apa yang terjadi atau apa yang dilakukan suamiku di luar sana. Dan aku harus melakukannya secepat mungkin.

Haruskah aku susul mereka ke tempat kerjanya dan melabrak gadis itu sekarang?

****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status