"Jangan pernah bilang seperti itu lagi!! sebut saja namaku !" Herman menegaskan tanpa melihat sedikitpun wajah Adinda.
Raut muka Adinda seketika berubah masam mendengar kata-kata Herman. Sehingga ia menghentikan pembicaraannya. Selepas kepergian mereka berdua, para karyawan disana saling berbisik membicarakan atasannya. "Bukannya itu wanita yang ada divideo kemari itu ya, itu pasangan mesumnya bos kita..." mereka saling bergosip dengan suara pelan. Tak lama Andi datang, ia mendengar bisikan para karyawan. "Kalau kalian sudah bosan bekerja disini, teruslha bergosip!!" gertaknya, karyawan yang membicarakan Herman seketika berlarian berhamburan ke tempat masing-masing. "Permisi pak,"Andi masuk ke ruangan Herman dengan membawa amplop besar warna coklat. Tanpa aba-aba dari Herman dia langsung memberikannya oada Adinda ,ia tahu betul apa yang harus ia lakukan. Adinda menerima amplop itu dan membukanya, sedikit demi sedikit ia membacBerbeda hal dengan yang Amira alami, Adinda justru tengah sibuk mengunjungi beberapa butik. Ia berniat akan mencari gaun yang pas untuk pernikahannya dengan Herman nanti. Dari satu butik ke butik lain ia datangi, tapi belum satupun ada yang cocok menurutnya. Tak seperti pasangan pengantin biasanya, seharusnya pasangan calon pengantin lah yang akan bersama-sama menyiapkan pakaian pengantin. Tapi tidak dengan Adinda. Ia tak perlu mengajak Herman untuk menemaninya memilih gaun yang akan ia kenakan, karena mustahil Herman akan mau menemaninya memilih baju. Baginya tak masalah tentang itu. Yang terpenting, sebentar lagi ia akan menjadi istri dari Herman. Ia sadar mungkin saat ini Herman masih membencinya ,namun keyakinan dalam hatinya sangatlah kuat, kalau suatu waktu nanti Herman akan benar-benar menjadi miliknya seutuhnya. Entah sudah berapa butik yang ia datangi. Namun dibutik kali ini, ia terpesona dengan gaun putih yang m
Benar saja, hanya dalam hitungan menit suara mobil terdengar didepan rumahnya. Dengan segera ia menyambut kedatangan mobil itu. Berjalan seperti seorang putri, ia menyeret kain panjang pada gaunnya dengan tangannya. "Hai, tolong bantulah aku, apa kau tak melihat aku kesusahan berjalan dengan gaun seperti ini!" perintah Adinda setengah berteriak kepada laki-laki yang menjemputnya. Segera laki-laki itu menghampiri dan membantu Adinda untuk berjalan. Diangkatnya ekor gaunnya itu. Sedangkan Adinda berjalan dengan sangat pelan. Perlu waktu beberapa menit agar ia sampai dimobil. Herman tergesa-gesa saat melihat waktu yang hampir jam 9. Ia tengah bersiap-siap. Entah mengapa dia harus beberapa kali ganti baju untuk hari ini. Biasanya baju seperti apapun yang Amira siapkan selalu pas dihatinya. Namun ini sudah yang kelima kalinya ia mengganti pakaiannya. Setelah dirasa cocok, akhirnya ia bergegas keluar kamar, dan turun menemui Amira. Amira yang me
Herman bergeming mendengar perkataan Adinda, tangannya mengepal kuat. Ia tak menyangka kalau Adinda berani berbicara seperti itu kepadanya. "Kau memang perempuan tak punya muka Adinda, kau benar-benar sudah gila!!" Suara Herman meninggi mendengar ajakan Adinda. Adinda tersenyum puas melihat ekspresi muka Herman. Ia berhasil membuat Herman emosi. "Kita lihat saja, apa yang akan ku lakukan pada istrimu tercinta, kalau kau berani menolakku!!" nada bicara Adinda menggambarkan kalau kali ini ia sedang tak main-main. Ia benar-benar kesal dengan penolakan Herman. "Ayolah beb...jangan pulang" rengek Adinda manja pada Herman. "Ok, ,kalau kau tak mau tidur disini malam ini, aku ikut denganmu tidur dirumahmu bagaimana?" kali ini penawaran Adinda lebih gila. Mana mungkin Herman akan mengajaknya pulang ke rumahnya? "Sudah cukup Adinda..!! kau benar benar licik, aku sangat menyesal bisa mengenal wanita sepertimu...!" Herman berteriak keras. Am
Tak terasa waktu sudah hampir maghrib, Amira tengah sibuk menyiapkan masakan untuk makan malam sepulang suaminya. Ia akan menyambut suaminya dengan masakan buatannya. Karena tadi pagi suaminya terlalu terburu-buru dan tak sempat memakan masakan buatannya. Setelah semua selesai, Ia bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Ia berdandan dengan sangat cantik. Dipoleskannya sedikit riasan diwajahnya. rambut yang terurai basah siap memperlihatkan pesonanya pada suaminya nanti. Sambil menunggu suaminya, ia tidurkan tubuhnya diatas kasur, memainkan ponsel miliknya kebawah dan keatas. Waktu terus berlalu, semenit, dua menit, tiga menit Herman tak kunjung datang. Sampai sudah satu jam Herman tak juga pulang. Rasa bosan mulai menelusup dalam hatinya. Ditekannya nomor suaminya, tak lama suara Herman terdengar dibalik telepon. "Kenapa sayang? apa yang kau inginkan...?" tanya Herman lembut. "Hmmm,, kau pulang jam berapa ma
Dengan susah payah, Andi berhasil memapah bosnya hingga masuk kedalam mobilnya. Dengan segera ia menjalankan mobilnya dengan kekuatan penuh. Ia injak pedal gas dimobilnya itu. Ia khawatir kalau obatnya sudah semakin bereaksi, maka sikap bosnya akan semakin kacau. Adinda yang berlari mengejar mereka akhirnya menyerah, karena Andi dengan cepat membawa Herman berlalu. "Kurang ajar kau Andi...!!, lihat saja apa yang akan kulakukan padamu..!" Adinda terus berteriak mengumpat Andi. *** Amira terbangun dari tidurnya, ia melirik jam disampingnya, kemudian menghela nafas panjang, karena Herman belum juga datang. "Ia benar-benar sibuk, sampai lupa pulang" gumamnya dalam hati. Baru saja ia melangkahkan kakinya ke kamar mandi, suara deru mobil terdengar dihalaman rumahnya. Seketika terlintas senyum di bibirnya. "Akhirnya suamiku pulang juga" ia tersenyum sumringah, karena suami yang ia tunggu-tunggu akhirnya pulang juga.
Kamu milikku malam ini sayang......" ucap Herman lirih sambil terbata menahan nafsu. "Aku sudah lama menginginkan ini sayangku, kau sangat lincah sayang..." Herman terus meracau dalam kenikmatannya. Tak terasa sudah hampir satu jam mereka melakukan pergulatan itu. Sampai akhirnya Herman tumbang setelah melakukan pelepasannya. Ia menjatuhkan tubuhnya disamping tubuh istrinya. Sebagai penutup kegiatan intimnya, ia memeluk hangat tubuh istrinya ,kemudian mengecupnya dalam. "Terimakasih sayang.." ucapnya lirih. Kemudian ia tertidur sambil mendekap istrinya. Amira terasa berbunga-bunga. Mungkin inilah percintaan yang paling panas yang pernah mereka lakukan. Entah mengapa malam ini Amira begitu menikmatinya, sampai ia pun ikut terlelap bersama suaminya. *** Suara sahutan adzan shubuh membangunkan mereka, Amira merasakan seluruh tubuhnya remuk tak bersisa, Dengan susah payah ia bangunkan tubuhnya yang sekarang bertambah berat karena kandungannya
Adinda terdiam didepan cerminnya. Penolakan Herman kemarin membuatnya terpukul. Ia merasa harga dirinya sebagai seorang istri tak di pedulikan Herman.Sudah banyak cara ia lakukan, namun belum membuahkan hasil. " Jika cara seperti itu tak membuat Herman luluh juga, maka akan kulakukan cara halus untuk mendekatimu mas.." Adinda berbicara sendiri dalam hatinya. Ia sudah hampir putus asa, tapi bukan Adinda namanya kalau langsung menyerah begitu saja. Ia putar otaknya dengan keras. Sesekali ia kernyitkan dahinya, sebagai tanda kalau ia sedang fokus mencari cara baru. "Apa aku harus mendekatinya sampai kerumahnya?" lagi-lagi ia berfikir tentang sesuatu. Dia berdiri dari duduknya, kemudian mondar-mandir sambil dipegangnya dagunya. "Adinda...Adinda, ayo berfikirlaaahh....." dia mengetuk ngetikkan telunjuknya dikeningnya. Tiba-tiba ia teringat sesuatu. "Hmmmm..baiklaah, aku akan mendekatimu dengan caraku" gumamnya dalam ha
"Ooh my GOD...big boss kita so sweet banget ya..." ujar salah satu karyawan berbisik ditelinga karyawan lainnya. Herman yang mendengar perkataan itu langsung melirik dan mengeratkan genggamannya.Selamat siang pak, bu" seorang recepsionis menyambut mereka ramah. Dibalas anggukan dan senyuman Amira. Berbeda dengan Herman suaminya yang hanya melenggang datar. "Oya pak...maaf, didalam ada seseorang yang sudah menunggu bapak" ucap salah satu resepsionisnya."siapa?" tanya Herman sedikit bingung. Seingatnya ia tak ada janji dengan siapapun pagi ini."Bu Adinda " jawabnya lagi. "DEGGG "Seketika jantungnya berdegup kencang tak beraturan saat mendengarnya. Herman langsung melirik ke arah Amira. Beruntung saat ini Amira tengah berbincang dengan karyawan lain, jadi tak mendengar percakapan Herman dan resepsionis itu berbicara. "Bagaiamana bisa dia senekad ini?" tanya Herman kesal dengan dirinya sendiri. Kemudian dengan cepat Herman mengeluarkan ponselnya. "Dimana kau ?Ak