Share

Chapter 4: Perasaan Bersalah Audrey

Clarita sedang berbelanja kebutuhan bulanannya yang sedikit lagi habis. Biasanya dia akan berbelanja ditemani dengan Audrey. Hampir 2 minggu, Clarita menjauhi Audrey sejak kejadian di rumah Audrey dan dirinya diusir secara tidak terhormat oleh Devian.

Setelah selesai Clarita pun segera pulang. Akan tetapi waktu ingin menuju motornya, seseorang menabraknya ketika berjalan dan

membuat barang belanjaan Clarita jatuh.

Brakkk!!!

Clarita jatuh terduduk dan barang-barangnya pun berserakan di jalan.

"Apa kamu tak punya mata?" tanya orang itu dengan kesal tanpa membantu Clarita yang terduduk di jalan. Clarita yang ditanya seperti itu mendongakkan kepalanya ingin melihat orang yang tak tau diri itu.

Clarita kaget ternyata orang itu adalah Devian. Berdiri dengan tegak dengan kacamata yang bertengger di hidungnya.

"Selain buta kamu juga bisu ternyata," ejek Devian sambil tertawa sinis kepada Clarita.

Clarita bangun sambil mengibaskan bajunya yang sedikit kotor. Clarita menatap Devian dengan sinis, kenapa dia harus bertemu dengan pria angkuh ini? Sungguh dunia ini sempit sekali ternyata.

"Kenapa Anda menyalahkan saya? Bukankah Anda yang menabrak saya terlebih dahulu?" hardik Clarita kepada Devian.

"Kamu yang salah, sibuk dengan barang belanjaan kamu yang murahan itu! Sampai-sampai tak memperhatikan langkah dan orang yang berada di hadapanmu!" sentak Devian dengan marah dan tak lupa kata-katanya yang merendahkan Clarita.

Clarita mengepalkan tangannya dengan kuat, kenapa Devian selalu saja menghinanya? Sungguh Clarita tidak tau alasannya. Kalau ada yang tau tolong beritahu Clarita supaya dia bisa memperbaiki kesalahannya itu.

"Apa mulut Anda itu hanya bisa menghina dan merendahkan orang lain saja? Sungguh miris seorang pengusaha yang mempunyai pendidikan yang tinggi, tetapi tidak bisa menggunakan lisannya dengan bijak," balas Clarita. Devian yang mendengar dirinya direndahkan oleh wanita di depannya ini, merasa marah dan merasa terhina.

"Jangan bawa-bawa pendidikan saya! Kamu tidak tau apa-apa!" seru Devian dengan geram.

"Sama, Anda juga tidak tau apa-apa tentang kehidupan saya. Jadi jangan sembarangan dalam berbicara!" Hasna langsung memunguti belanjaannya yang tadinya jatuh dan langsung pergi dari hadapan Devian.

Devian yang melihat kepergian Clarita menatapnya dengan benci dan marah yang masih saja belum padam. Entah kenapa sejak Audrey istrinya menceritakan tentang Clarita, Devian tidak suka mendengarnya. Devian juga tidak suka melihat istrinya bergaul dengan Clarita.

Menurut Devian, Clarita hanya ingin mengejar harta Audrey saja. Ditambah lagi Clarita orang yang tak punya dan Devian punya ketakutan tersendiri bahwa Clarita hanya memanfaatkan Audrey saja. Terkadang Devian punya cara tersendiri untuk melindungi orang tersayangnya, walaupun cara yang dilakukan salah.

***

"Sayang kamu dimana?" teriak Devian yang baru saja tiba di rumahnya. Tak biasanya Audrey tidak menyambutnya pulang. Biasanya Audrey akan menunggunya dan menyambutnya dengan wajah yang ceria.

"Bik, dimana Audrey?" tanya Devian kepada Bik Semah.

"Tadi nyonya di kamar, Tuan," jawab Bik Semah. Devian mengerutkan keningnya, tak biasanya Audrey jam segini sudah di kamar. Biasanya dia akan di dapur memasak atau ke ruang tamu untuk menonton tv sambil menunggu dirinya pulang.

"Apa Audrey sakit?" tanya Devian lagi.

"Kata nyonya tadi dia tak enak badan, Tuan. Terus tadi saya buatkan nyonya wedang jahe," balas Bik Semah. Devian pun hanya menganggukkan kepalanya dan langsung naik ke atas untuk mengecek keadaan istri tercintanya itu. Dia sangat takut terjadi apa-apa dengan Audrey.

"Sayang ..." panggil Devian masuk kamar dan melihat istrinya itu duduk termenung di balkon.

"Kamu kenapa hem?" tanya Devian sambil memeluk istrinya dari belakang. Devian dapat merasakan tubuh istrinya yang sedikit hangat, sepertinya memang benar istrinya sedang tidak enak badan.

"Udah pulang?" tanya Audrey dengan suara seraknya. Devian membalikkan tubuh Audrey supaya menghadap kepadanya. Dapat Devian lihat mata Audrey memerah dan membengkak, seperti orang sehabis menangis.

"Kamu habis nangis? Ada apa, Sayang? Kalau ada masalah jangan dipendam sendirian bagi sama aku. Mana tau aku bisa bantu," ucap Devian sambil mengecup kedua pelupuk mata Audrey.

"A-aku cuma kangen dengan Clarita, Mas. Udah beberapa minggu ini dia sulit dihubungi, kayaknya dia menjaga jarak sama aku," jawab Audrey dan membuat air matanya jatuh kembali.

"Aku takut Clarita nggak mau temenan sama aku lagi, Mas. Cuma dia sahabat yang ngertiin aku, yang selalu dengar keluh kesah aku. Aku rasa dia marah ke aku gara-gara kejadian kemarin," lanjut Audrey lagi.

"Apa Mas ada bilang sesuatu yang buat dia marah atau sakit hati?" tanya Audrey kepada Devian. Devian hanya diam dan kepalanya pusing sekali mendengar cerita istrinya. Menurut Devian itu tidak penting yang tak seharusnya mereka bahas.

"Nggak ada kok, Sayang. Mungkin dia aja yang nggak betah temenan sama kamu," jawab Devian dengan berbohong.

"Nggak mungkin, Mas. Aku tau Clarita bukan orang kayak gitu. Aku udah lama kenal sama dia," ujar Audrey tak setuju dengan ucapan suaminya itu.

"Kita nggak tau perasaan dan hati seseorang, Sayang. Kamu juga banyak temen kan, bukan dia doang temen kamu," seru Devian sambil mengusap rambut istrinya itu.

"Memang banyak, tapi sahabat yang aku punya cuma Clarita, Mas. Teman hanya suka di saat aku seneng doang. Di saat aku susah mereka gak mau dengerin dan sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Besok Mas temenin aku yah ketemu Clarita. Kita minta maaf ke dia soal kejadian kemarin," kata Audrey sambil menatap suaminya dengan tatapan memohonnya.

Devian yang tak tega pun, menganggukkan kepalanya pertanda setuju. Sejujurnya, Devian sangat malas dan tak sudi untuk meminta maaf kepada wanita itu. Hatinya masih saja keras dan tak terima istrinya itu mempunyai sahabat dari kasta yang tak sesuai dengan mereka.

"Dasar perempuan penyusah, nanti pasti dia besar kepala waktu aku dan Audrey meminta maaf kepadanya," ucap Devian dalam hati.

"Pasti Mas Vian ada mengatakan perkataan yang membuat Clarita tersinggung. Aku tahu Mas Vian orang yang kasar dan suka mengatakan kata tajam dan tanpa dia sadari, kata-katanya itu menyakiti hati orang lain," kata Audrey dalam hatinya.

Audrey rindu kebersamaannya bersama Clarita. Hampir 2 minggu keduanya tidak berkomunikasi, lebih tepatnya Clarita yang tidak membalas telpon maupun pesan yang Audrey kirimkan.

"Sayang, ayo masuk ke dalam. Sebentar lagi malam akan datang. Kamu jangan banyak pikiran, jangan memikirkan segala sesuatu yang nggak seharusnya kamu pikirkan. Kesehatan kamu lebih penting dari segala apapun itu."

Audrey tersenyum dan menurut ketika Devian menuntunnya untuk masuk ke dalam kamar mereka. Perhatian dan romantisme Devian lah yang menbuat Audrey tidak tahan untuk marah-marah kepada Devian.

Sejak kejadian di meja makan, Devian bekerja keras untuk mendapatkan maaf dari istrinya itu. Sampai akhirnya, Audrey luluh dan memaafkan Devian. Audrey juga tahu, kalau sampai 3 hari tidak saling bertegur sapa akan menimbulkan dosa apalagi dirinya dan Devian suami istri.

Satu atap, satu ranjang, dan sangat tidak baik kalau saling mendiamkan satu sama lain dan acuh tak acuh.

To be countinue

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status