Games adalah peruntungan sempurna untuk Vee hingga mampu membuat perusahaan raksasa yang ia naungi terlihat sampai manca Negara. Pria itu tidak bisa diremehkan. Jika James dan keluarganya sekalipun sering menghinanya bodoh, tolol atau hal jelek lainnya, Vee hanya akan diam, karena memang benar dengan ranah yang berbeda. Tapi untuk urusan pekerjaan. Mulut orang-orang sudah pasti akan terkunci rapat, yang mereka mampu hanyalah menganga bangga.
Vee pernah mengatakan jika tidak pernah sekalipun bermain kotor. Sekali lagi benar. Tapi saat ini tubuhnya duduk di salah satu kursi judi di Negara Singapura yang lebih tepatnya Marina Bay Sand. Setelah menaruh chip. Vee menunggu roulette untuk berputar. Tapi tenang saja, hasil taruhan akan ia buang ke tempat semestinya. Tidak akan masuk sepeserpun untuk mengenyangkan perutnya.
Beralih dari bandar satu ke bandar lainnya agar tidak begitu terlihat, Vee menang untuk setiap kali putaran membuat lawan menurunkan tangan. Sampai pada a
Makin seru nggak sih friend? Kasih ulasan doooong…
⛔️ ADA BULAN GOSONG (NOT CHILDREN AREA🌚Breaking News:OPR.ORSDiduga berita perselingkuhan pengusaha asal Indonesia bernama Vee Kanesh Bellamy hanyalah omong kosong belaka.OPR.ORSVee Kanesh Bellamy milyader asal Indonesia terlihat bersama mantan istrinya di Singapura memasuki hotel yang sama. Kemungkinan rujuk masih dipertanyakan.CNU.COMReporter berhasil menangkap gambar Vee Kanesh Bellamy bersama Zara Sefani Barfesta mantan istrinya memasuki hotel mewah di kawasan Marina Bay Sand Singapura.FOXBIGNEWS.COMPraduga semakin kuat akan rujuknya hubungan suami istri antara Vee Kanesh Bellamy bersama Zara Sefani Barfesta dengan bukti kuat Video yang memperlihatkan keduanya berpelukan mesra sebelum memasuki lift khusus tamu VVIP hotel Diamond Sand Singapura.Rose memejamkan mata, tangannya mengepal kuat saat berita berkumpulan menghampiri telinganya lewat layar ponsel miliknya, belum lagi televisi yang menyala
James menatap Lily yang sedang membenahi helm yang membungkus kepalanya sesaat setelah Rose memberi kabar yang menurutnya sangat mengganjal. Seharian berada di lapangan tanpa membawa ponsel memang salah besar, nyatanya berita yang sedang mem-borbardir notifikasi hingga penuh satu layar sontak membuatnya geram.Langit senja yang memancarkan gradiasi ungu violet dengan cahaya berkilau keemasan yang terlihat begitu unik saja tak mampu membuat seorang James terpana, bola matanya tetap menjamah rentetan berita yang tersaji jelas di depan matanya. "Si Vee goblok, anjiiing!!" Umpatnya tak tanggung-tanggung.Gadis cilik yang sudah akan meluncur bersamaan papan skate dengan kaki yang berada diatasnya itu pun membatalkan niat. "Uncle mengumpat!!!! Buat Vee daddy?" Tanyanya tak terima, ternyata dengan jelas Lily mendengar.James mengerjab, tentu, ia sudah terbiasa berbicara kasar, bodohnya, ia lupa jika di depannya ada gadis yang menjadi putri sahabatnya, sialnya lagi, Lil
"Shane, I'm so sorry. I can't conceal my anxiety to know what you think about it.""So quickly tell me everything about you, Rose. Tidak ada sisa. Kau sampai menculikku, astagaaa. Kau serius!!!"Rose meraub banyak sekali oksigen lalu menghembuskan karbondioksida dengan pelan-pelan. Jemari sedikit bergetar itu mengambil jus yang sudah disiapkan oleh pramugari private jet yang tengah keduanya tumpangi."No. Aku tidak akan bercerita panjang lebar. Sudah tahu 'kan sedari tadi aku diam. Aku hanya ingin minta maaf dan akan menunjukkan langsung di depanmu. Apa yang aku alami, dan semua kenyataan akan terungkap setelah kita mendarat di Singapura. Ini penebusan salahku untukmu, Shane. So, dengan waktu kurang dari dua jam ini, kita nikmati saja perjalanan. Sisakan tenaga untuk nanti. Anggap saja jet ini milikmu sendiri."Shane terbengong. Mencerna kalimat begitu panjang jujur saja membuat ia menelan ludah dengan payah. Rose dengan membawa rahasia akhirnya akan meng
"Posisi masih lantai satu, Kak Haikal siap-siap retas."Haikal yang sedang mematung dengan wajah pucat pasi disisi penyuruh seakan tak mendengar. Antara takut dan takut, tidak ada pilihan, menolak bakalan hancur lebur alat elektroniknya atau berbagai ancaman lainnya membuntut di belakang, dan menurut bakalan hancur masa depan si Ujang di bawah sana, iya, seseorang menyumpahi akan menyunat ulang jika melanggar aturan akibat menuruti kata bocah disampingnya."Boleh aku terjun saja dari jendela sana." Haikal berbicara polos sembari menunjuk arah jendela di samping kiri."Beloh, silahkan." Seriangaian itu tercipta dibibir kecil lawan bicara."Ayolah Le. Kenapa tidak kau saja!!""Kalau aku sudah pasti ketahuan, Kak. Lagian Kak Haikal pakai nama abal-abal lah, nanti langsung aku hapus datanya biar nggak ketahuan."Haikal pusing. Kenapa bocah ini selalu berputar-putar. Jika menuntut keahlian, jelas saja Haikal kalah talak. "Sama saja, Le. Sekalian
Dera mana bisa tenang setelah cucunya menutup sambungan telepon sepihak saat ia saja belum selesai menuntaskan rasa penasaran perihal Vee dengan kehebohan di media sosial. Ibu mana yang tidak khawatir. Bohong jika Dera sama sekali tidak perduli dengan putra satu-satunya itu. Mungkin Dera memang sedang menghukum Vee, tapi tidak serta merta juga menghilangkan hati nurani. Tapi jika kejadiannya sudah seperi ini; seperti berita yang baru saja Dera saksikan lewat ponselnya—Vee yang sedang berpelukan dengan Zara—maka Dera tidak bisa tinggal diam saja. Dera sudah cukup lega saat Vee tersadar jika sudah Zara bohongi dengan habis-habisan. Dera juga sempat mengelus dada melepas himpitan yang selalu menyesakkan saat Vee tak kunjung membuka mata akan kebenaran. Lalu apa ini? Cucunya baru saja mengatakan jika akan mengurus Daddynya. Artinya Leon sekarang bersama Vee bukan? Dera tidak tenang. Maka dari itu, langkah besarnya menuju Hotel Diamond Sand untuk menuntaskan rasa
"Sangat, sangat aman."(Jangan kawatir, semua akan baik baik saja)Leon meletakkan ponselnya di atas nakas tepat di samping ranjang dimana ada pria tampan sedang terkulai lemas dengan kulit memucat. Bocah itu baru saja menelpon Yogi, memastikan tindakan brutalnya bisa dimaafkan apa tidak."Kau boleh menembak kepala ayahmu kalau kau mau."Pernah Yogi mengatakan itu pada Leon saat dulu, seketika itu, Leon merasakan bulu kudunya meremang. Tidak mungkin juga ia melakukannya, meskipun ia membenci ayahnya, namun perasaan.....entahlah, Leon tidak bisa mendeskripsikan. Bocah laki-laki itu hanya punya satu keinginan saat besar nanti, setidaknya itu adalah rencana yang Leon pikirkan saat pertama kali mencuri dengar pembicaraan Rose dan Jeffry.Aku tidak menyalahkan dan membenarkan pendapatmu Jeff. Semua ada dikeputusanku, aku akan mengenalkan anak-anak pada Vee saat usia mereka sudah cukup, setidaknya 17 tahun adalah usia yang matang dan nggak telat-telat ba
"Hotel Diamond Sand."Rose mengatakan itu kepada driver yang sudah disiapkan oleh Jeffry. Masih ingat bukan jika pria yang berstatus menjadi ayah Lily itu sangat sigap dalam segala situasi. Andai saja Rose bisa jatuh cinta dengannya, maka keadaan tidak akan serumit ini jadinya.Perasaan orang tidak ada yang bisa mengendalikan. Dipaksa bagaimanapun jika tidak ada rasa mau bagaimana. Tidak mau bertindak egois, Rose tidak mau membebankan pria lajang sebagai suaminya ditambah lagi harus mengasuh anak yang bahkan darahnya saja tidak mengalir darinya."Tunggu, hotel Diamond?" Shane bertanya saat mobil itu sudah melaju dengan kecepatan sedang.Rose mengangguk, wanita itu sepertinya paham apa yang ada dikepala Shane dengan segala pertanyaan yang menggantung disana. "Aku mau nemuin Vee."Shane membola di matanya. Tampak terkejut, sudah jelas, tapi otak wanita itu justru memikirkan hal lain. "Karena pekerjaan?" Tanyanya. "Kenapa kita harus menganggu liburan
"Hai," sapanya dengan raut datar.Pria yang baru saja terbangun di atas bangsal rumah sakit itu sedikit meringis merasakan kepalanya yang pening. Namun saat setelah mendengar nada sapaan yang seharusnya terdengar ramah ditelinga; Vee menoleh pada sang penyapa yang sudah berdiri di samping kanannya dengan melipat tangan di bawah dada.Lidah Vee kelu, bahkan mulutnya hanya mampu ternganga, menutup, lalu ternganga lagi, lalu menutup lagi, matanya kesusahan untuk fokus, tangannya berusaha menepuk kedua pipi, ini bukan mimpi, begitulah ia meyakinkan dirinya jika yang dilihatnya bukan hanya yang mampu ia bayangkan selama ini."Hai, Dad, senang bertemu denganmu, perkenalkan, namaku Leon. Putramu, kembaran Lily."Sekali lagi. Leon mengatakan dengan sangat teramat datar, bahkan adat mengulurkan tangan sebagai tanda perkenalan tidak ia lakukan. Mungkin memang Leon tidak ada minat, walaupun ia sendiri tahu jika jantungnya berdetak tak karuan menahan kerinduan.