Najwa masuk ke dalam kamar sambil beristighfar berkali-kali. Tadi, dia terlalu sombong dihadapan Bian. Hal, yang menurut Najwa, tak sepantasnya dia lakukan."Maafkan Hamba ya, Allah!" gumam Najwa tertunduk.Tadi, Bian masih terus bersikeras untuk tak bercerai. Dia bahkan memohon agar Najwa mau memberinya kesempatan untuk membuktikan diri.Sayangnya, Najwa sudah tak peduli. Mau apapun yang Bian katakan, Najwa tak ingin menurut lagi. Sudah cukup, selama ini dia bersikap bodoh. Dia harus bersikap pintar demi menyelamatkan hatinya sendiri.Karena... jika bukan dirinya sendiri, lantas siapa lagi yang akan peduli pada perasaannya?"Ingat, Mas! Beberapa hari lagi, kamu harus angkat kaki dari sini!" peringat Najwa sebelum meninggalkan Bian sendirian di ruang tamu.*******Hari yang tak diharapakan Bian akhirnya tiba. Kebetulan, ini akhir pekan. Jadi, baik Bian maupun Najwa sama-sama tidak berangkat kerja."Wa, tolong pertimbangkan lagi! Apa kamu benar-benar tega mengusir aku dari sini? Aku ma
Salma menghentakkan kakinya dengan keras. Dia sangat tersinggung dengan ucapan Ibu-ibu tadi."Mas, kamu kok malah biarin Ibu-ibu itu ngehina aku, sih?""Ck, buat apa meladeni ucapan tetangga, Salma? Yang lebih penting sekarang, kita harus cari tempat untuk berteduh dulu.""Ya, itu urusan kamu, Mas!" sahut Salma sambil melipat kedua tangannya. "Harusnya, kamu itu tetap bersikeras bertahan dirumah Mbak Najwa. Kan, di rumah itu, kamu juga ada hak, Mas!""Ck, bisa diam tidak, sih?" bentak Bian. Kepalanya terasa hampir meledak saking kerasnya dia berpikir untuk mencari solusi."Huh! Aku lagi yang kena marah," omel Salma."Semuanya gara-gara kamu juga! Andai dulu kamu tidak mendesak Mas untuk membawa kamu kemari, nggak mungkin Najwa jadi marah dan bikin hidup kita jadi sial kayak gini!"Mata Salma mendelik. Setelah semua jadi sekacau sekarang, kenapa malah dia yang disalahkan?"Eh, Mas! Mas jangan lupa, ya! Aku maksa tinggal di sini juga karena kamu, Mas! Kamu yang selalu koar-koar didepan
"Keluar kamu, Mbak! Keluar!" teriak Neti didepan rumah Najwa.Padahal, waktu sudah memasuki waktu Maghrib. Adzan telah berkumandang dan jelas sekali terdengar di rungu Neti. Namun, rupanya hal tersebut tak juga membuat Neti jadi mengurungkan niatnya untuk melabrak Najwa."Woi! Mbak Najwa! Buka, nggak?" teriak Neti lagi.Prang!Karena merasa diabaikan, Neti akhirnya menempuh jalan yang nekat. Dia mengambil sebuah batu berukuran kepalan tangan orang dewasa kemudian menghantamkannya, ke kaca jendela rumah Najwa."Astaghfirullah! Apa-apaan ini?" pekik Najwa yang tergopoh-gopoh keluar rumah begitu selesai menunaikan sholat."Heh, Mbak! Siapa yang memberi kamu hak untuk mengusir kakakku dari sini, hah?" tanya Neti dengan lantang.Wanita itu berkacak pinggang. Sepasang bola matanya, seolah hampir menggelinding jatuh ke lantai."Memangnya, kenapa?" tanya Najwa. Ia menoleh ke samping. Menghela napas panjang, saat melihat kaca jendelanya kini pecah berantakan."Rumah ini dibeli oleh kakakku! Ka
"Gimana perasaan kamu, Wa? Apa masih pusing?" tanya Bu RT begitu Najwa selesai diobati.Dahi Najwa harus memperoleh tujuh jahitan berkat kelakuan Neti. Sebenarnya, Najwa bisa saja menghindar saat Neti hendak mendorongnya. Namun, dia biarkan sang adik ipar melakukan apa yang dia mau, demi memperoleh momentum ini.Ya, Najwa harus membuat Neti yang kurang ajar itu menjadi jera."Sudah agak mendingan, Bu! Terimakasih, ya! Sudah mengantar saya kemari," ucap Najwa dengan senyum kecil."Mbak, apa Mbak Najwa akan melaporkan Neti ke kantor polisi?" tanya Bu Nur, tetangga Najwa."Tentu saja iya, Bu," angguk Najwa.Ibu-ibu yang ada di ruangan itu tampak tersenyum senang dengan keputusan Najwa."Bagus itu, Mbak! Adik ipar Mbak Najwa itu memang harus di kasih pelajaran!""Sekalian, laporin Mas Bian juga karena sudah menikah diam-diam dibelakang Mbak Najwa," timpal yang lain."Kalau Mas Bian, saya nggak tega laporin, Bu!" sahut Najwa."Loh, kenapa? Mbak Najwa masih sayang ya, sama laki-laki itu?"P
"Neti, bangun, Sayang!""Nanti, Mas! Aku masih ngantuk," jawab Neti.Dika menghela napas panjang. Dia kembali berusaha membangunkan istrinya."Sayang... sudah hampir jam delapan, loh. Memangnya, kamu nggak kerja?"Neti kian merapatkan selimutnya. "Nggak, Mas! Hari ini, aku mau libur aja."Mendengar jawaban Neti, Dika seketika menjadi gelisah. Kalau Neti libur kerja, bisa-bisa bosnya akan marah. Pasalnya, Neti baru saja bekerja di tempat itu dan sudah diwanti-wanti untuk tidak boleh libur dulu selama satu bulan pertama."Kalau Bos kamu cariin, gimana, Sayang?""Nanti aku telfon beliau. Aku mau izin sakit aja, Mas," jawab Neti.Mau tak mau, Dika hanya bisa pasrah dengan keputusan istrinya. Dika tak mungkin memaksakan keinginannya pada Neti. Bisa-bisa Neti malah marah dan meminta dia yang bekerja.Jelas, Dika tak mau itu. Hidupnya sudah terlanjur enak dibiayai oleh istrinya itu."Ck, mereka berdua juga pada belum bangun. Apa Mas Bian nggak mau kerja juga kayak si Neti?" ketus Dika saat m
"Ya, silakan saja!" ucap Najwa mempersilakan dengan santainya. "Tapi, jangan lupa! Aku juga bisa menuntut Mas Bian dan Salma atas kasus perselingkuhan dan nikah diam-diam."Mata Bian melotot marah. Tak ia sangka, Najwa akan berani mengancam balik dirinya seperti ini."Kejam kamu, Wa!" desis Bian. "Kamu zalim kepada suamimu sendiri! Berdosa besar, kamu!""Aku nggak peduli Mas Bian mau bicara apa. Yang jelas, sabarku sekarang sudah habis. Mas sendiri yang membuat aku jadi seperti ini."Bian mengusap wajahnya kasar. Dia tak tahu lagi, harus seperti apa membujuk Najwa."Wa... Mas mohon! Setidaknya, kasihani Neti!" Kali ini, Bian kembali melunak."Kasihan pada orang yang hampir membunuhku?" Najwa tertawa sumbang. "Apa nggak salah, Mas?""Sudah ku bilang, Neti khilaf. Dia tak sengaja," balas Bian membela sang adik."Aku nggak peduli!" Najwa bangkit dari duduknya. Bergegas untuk pergi dari sana."Wa, tolong jangan pergi dulu! Aku masih ingin bicara!" ucap Bian sambil menahan pergelangan tang
"Wajar Dika ngomong kayak gitu, Mas! Karena, secara tidak langsung, sikap kamu seolah-olah menuduh aku sama dia ada hubungan," timpal Salma yang berusaha menutupi rasa gugupnya dengan ekspresi wajah berpura-pura marah."Kamu seolah nggak percaya sama aku. Padahal, mana mungkin aku mau sama adik ipar kamu ini. Hidup cuma numpang sama istri, apanya yang mesti dibanggain?" imbuh Salma sambil menatap sinis Dika.Dika tertunduk diam. Ada perasaan kesal saat Salma mengucapkan kalimat sesarkas itu."Benar, kalian nggak selingkuh?" tanya Bian dengan tatapan penuh selidik."Ya iyalah," angguk Salma cepat. "Kalau aku memang mau selingkuh, aku bakalan cari lelaki yang jauh lebih kaya dibanding kamu, Mas! Bukan sama lelaki kere macam adik ipar kamu ini."Lagi, Dika tertohok karena ucapan Salma.*********"Mbak Najwa...," lirih Neti saat Najwa datang mengunjunginya di kantor polisi.Wajah Neti terlihat sembap. Kantung matanya nampak menghitam."Apa kabar, Neti?" tanya Najwa tersenyum."Mbak! Tolong
Salma menangis tersedu-sedu saat Bian memutuskan masuk ke dalam kamar. Perempuan itu tak menyangka, bahwa Bian malah menanggapi ancamannya dengan serius. Padahal, Salma berkata seperti itu hanya agar Bian mau memberi apa yang dia inginkan.Namun, rupanya Salma salah. Bian justru terprovokasi dan melontarkan kalimat yang sangat melukai hati Salma."Dulu kamu sangat meratukan aku, Mas! Tapi... kenapa sekarang kamu jadi begini? Mana Mas Bian yang selalu menuruti perkataan aku?" lirih Salma sambil mengusap air matanya.Sementara, di dalam kamar, Bian tampak berbaring sambil menatap langit-langit. Hanya ada matras bekas yang sudah usang didalam kamar itu. Terpaksa, Bian menggunakannya untuk sementara karena belum sempat membeli kasur yang baru."Kenapa hidupku semakin susah begini?" gumam Bian frustasi.Terbayang kehidupannya yang dulu saat masih bersama Najwa. Semua serba enak tanpa harus Bian susah payah mencukupi segala kebutuhan.[Bro, lu kenapa nggak datang kantor hari ini? Hp lu dite