Share

Bab 2

"Mas, dengarkan penjelasanku dulu," teriak Aini lantang. Ia berusaha meraih lengan suaminya tetapi Hisyam menggeser badannya. 

Hisyam memalingkan wajahnya dari hadapan Aini. Sakit hati dan kecewa berjejalan dalam hatinya. Ia tak tahu harus bahagia atau bersedih.

"Ngga perlu menjelaskan. Foto itu sudah membuktikan semuanya." Zahra menyahuti. Ia tak mau membiarkan Hisyam luluh akan ucapan Aini.

"Ayo, Mas. Kita pergi saja," ajak Zahra kemudian. Ia memeluk lengan Hisyam dengan eratnya dan menggandengnya menuju mobilnya terparkir.

Seulas senyum miring terbit dari bibir Zahra yang kemerahan. Hatinya bersorak penuh kemenangan. Usahanya dan kesabarannya akhirnya membuahkan hasil.

Aini menunduk sambil menikmati hujan tangis di wajahnya. Betapa suami yang dicintainya tega membiarkannya dalam keadaan seperti ini. Laki-laki yang mengambil alih tanggung jawab dari keluarganya kini telah ingkar akan janji setia yang diucapkannya semasa ijab dulu.

Langkah Aini gontai meninggalkan tempatnya terduduk. Ia terpaksa pergi dari tempat itu seorang diri. Bahagia yang diharapkan nyatanya malah berujung dengan pertikaian yang tak diduga. Bahkan tuduhan atas perselisihan yang terjadi itu membuat hatinya perih.

Selingkuh? Bagaimana mungkin bisa Aini lakukan sementara hidupnya terasa bahagia bisa menjadi Nyonya Hisyam Aditya.

Mata Aini menatap jalan raya dengan pandangan nanar. Ia kembali menelusuri ingatannya saat kejadian dalam foto itu terjadi. Ia tidak bisa mengelak karena kejadian itu memang benar adanya dan ia tak punya daya untuk menyangkalnya.

Aini kembali ke rumahnya. Tak ada tempat untuk pulang selain rumah yang ditempatinya bersama sang suami dan ibu mertuanya. Sebuah harapan timbul dalam hati Aini saat mengingat wajah mertuanya. 

"Lihatlah, Bu. Lihatlah menantu Ibu ini, dia telah berselingkuh dengan laki-laki lain," ucap Zahra menyambut kedatangan Aini. Ia berdiri dan menyambut Aini di depan pintu dengan sorot mata penuh rasa jijik.

Wajah Bu Laras tampak geram. Menantu yang sudah dianggap layaknya anak sendiri ternyata tega melakukan pengkhianatan terhadap putra semata wayangnya. Kesabarannya menantikan seorang cucu dari rahimnya ternyata dibalas dengan perbuatan keji.

Mata Aini menatap sekeliling ruangan dengan pandangan nanar. Ia tak menyangka jika Zahra sedemikian tega melakukan ini terhadapnya, terlebih ada Bu Laras yang sedang duduk bersama mereka. Hubungan baik yang ia kira seperti saudara kini lebih layak disebut sebagai musuh dalam selimut.

"Apa benar kamu telah berselingkuh, Aini?" tanya Bu Laras tegas. Tak ada keramahan dalam pertanyaannya dan itu membuat Aini tak berani membalas tatapan mata mertuanya. Ia lebih memilih diam dan menunduk sambil tangannya memilin ujung baju yang menempel di badannya.

"Aini," panggil Bu Laras lagi.

"Tidak, Bu. Aini tidak sekeji itu." Sekuat tenaga Aini menyangkal. Ingin rasanya ia menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, tetapi melihat kobaran amarah pada bola mata mereka membuat Aini kehilangan nyali.

"Siapapun yang melakukan kesalahan tidak akan dengan mudah mengakui kesalahannya, Bu. Lihatlah, dia bahkan tak berani menatap wajah Ibu dengan tegas." Zahra tak mau menyia-nyiakan kesempatan itu.

"Tidak, Bu. Aini tidak berselingkuh. Aini setia sama Mas Hisyam. Jangan menuduh Aini yang bukan-bukan, karena Aini tak mungkin melakukannya." Aini masih berusaha membela dirinya. Ia membalas tatapn Bu Laras yang masih tajam menatap wajahnya.

Sayangnya, wajah wanita paruh baya yang tak merespon itu membuat Aini merasa khawatir.

"Lalu apa artinya foto itu? Apa kurang jelas bahwa yang ada di dalam foto itu adalah kamu?" sahut Zahra lagi. 

"Sudah cukup!" pekik Hisyam. Hatinya yang hancur, makin hancur karena mendengar pertikaian tiga wanita di hadapannya. Ia berdiri dan berjalan menuju sisi Aini.

"Mas ngga nyangka kamu tega melakukan ini pada Mas. Mas setia sama kamu tapi nyatanya, kamu menduakan Mas dengan begitu keji. Penampilanmu yang polos dan apa adanya nyatanya jauh berbanding terbalik dengan kelakuanmu!"

"Tidak, Mas. Tidak begitu. Dengarkan penjelasanku dulu," rintih Aini dalam tangisnya. Ia tak tega mendengar ucapan suaminya yang terlihat jelas bahwa ia sakit hati atas foto itu.

"Penjelasan apa lagi? Semuanya sudah jelas!" sahut Zahra.

"Kamu jangan ikut campur dalam masalah ini. Aku tadi datang untuk melihat perbuatan keji kalian, tapi mengapa kalian malah berbalik menuduhku yang bukan-bukan?" ucap Aini akhirnya. Entah ia dapat kekuatan dari mana sehingga bisa berkata lantang seperti itu.

"Mas dan Zahra tidak ada apa-apa. Kamu tahu kami berteman sejak dulu, bahkan kamu juga mengenal dia dengan baik."

"Berteman baik bukan berarti bebas makan berdua di tempat yang sepi seperti itu. Bahkan Mas sampai mengusap sisa makanan di sudut bibir Zahra. Hal itu tidak wajar bagi teman biasa. Pasti ada sesuatu yang tak biasa antara kalian." 

"Sebagai teman yang sudah seperti saudara, hal itu biasa bagi kami," sela Hisyam lagi. "Kamu yang lebih tega sampai masuk ke dalam hotel. Apa yang kalian lakukan di sana?"

"Mas, aku tidak mela-"

"Halah. Semua yang bersalah juga akan mengatakan hal yang sama. Tidak ada penjahat yang mengaku bahwa dirinya adalah penjahat." Zahra tak mau kalah. Ia tak akan membiarkan usahanya sia-sia.

Aini menatap geram wajah Zahra yang tengah tersenyum miring menatapnya. Hatinya marah pada wanita yang telah ia anggap layaknya saudara sendiri tapi kini, sepertinya ia sengaja melakukan hal ini.

"Janin itu, jangan-jangan hasil perselingkuhan kalian?" tuduh Hisyam lantang setelah beberapa saat terdiam.

Kalimat itu cukup menampar kesadaran Aini. Hatinya hancur bak remahan beling. Usaha keras yang dilakukan telah membuahkan hasil tetapi bukan pelukan hangat atau ucapan selamat yang ia dapatkan melainkan tuduhan keji membuat Aini kecewa seketika.

"Pergi saja kamu, buat apa masih di sini?!" seru Hisyam keras. Cintanya luruh seiring dengan foto Aini dengan lelaki lain yang berkelindan dalam kepalanya.

"Tunggu!" pekik Bu Laras keras.

"Bu, dia sudah berselingkuh, buat apa dipertahankan?"

"Janin itu, harus bisa membuktikan bahwa dia adalah darah daging kamu," ucap Bu Laras dengan pandangan tak lepas dari wajah sembab Aini.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Ema maria Ulfah
geram bgt,kali2 jadi istri pemberani tampar aja tu pelakornya
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Aini yang malang
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
matilah lau aini. tolol dan mebye2. membela diri sendiri aja g bisa. lagian pergi ke hotel entah dg siapa, wajar klu siapapun bisa kdliru.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status