Share

Bab 167

Penulis: Bemine
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-28 21:50:49

“Ayah, kenapa tiba-tiba bahas ini?” protesku menggema pelan.

Melihat Ayah bicara sangat serius bahkan tanpa berkedip, membuat keraguan membanjiri benakku. Rasa sakit dari masa lalu masih begitu nyata.

Apakah aku siap untuk membuka hati lagi? Apakah aku bisa mempercayai seorang laki-laki setelah pengkhianatan yang begitu dalam? Bahkan membayangkan hari-hari kelam yang dulu kulalui sebagai istri Bang Fahri membuat perutku mual seperti terlilit.

Namun, di tengah semua keraguan itu, satu kebenaran menonjol dengan sangat jelas: sejak dulu, satu-satunya laki-laki lain yang peduli denganku selain Ayah adalah Bang Zul.

Pria itu selalu ada. Entah itu saat aku terpuruk karena perceraian, saat aku kehilangan peternakan, bahkan saat aku dihina dan direndahkan oleh semua orang. Dia selalu menjadi penolong, tanpa pamrih, tanpa mengharapkan balasan. Dia melihat potensiku, mendukung impianku, dan bahkan memberiku harapan ketika aku sendiri sudah kehilangan hal itu.

Aku menarik napas dalam-dalam, m
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 168

    Malam setelah lamaran tidak terduga di meja makan, suasana di rumah berubah drastis. Udara kebahagiaan dan antusiasme menyelimuti setiap sudut. Ayah dan Ibu Tiri tidk henti-hentinya mengucap syukur dan mulai merencanakan pernikahan kami. Aku sendiri masih sedikit terkejut dengan kecepatan semua ini, namun ada rasa damai yang menghampiri. Kehadiran Bang Zul di sampingku, senyum tulusnya, dan caranya memandangku membuat setiap keraguan sirna. Dia adalah pelabuhan yang kutemukan setelah badai panjang."Tidak usah mewah-mewah, Yah," kataku suatu pagi, saat Ayah dan Ibu Tiri mulai membahas daftar tamu dan hidangan. "Cukup ijab kabul saja dengan keluarga inti dan beberapa kerabat dekat. Lagipula, ini pernikahan kedua kami."Ayah menatapku, matanya memancarkan kebanggaan. "Kamu ini, Nak. Sudah disiapkan yang terbaik malah mau sederhana.""Bukan begitu, Yah. Aku hanya ingin fokus pada intinya saja dulu," jelasku. "Dan aku juga tidak ingin merepotkan Bang Zul . Bang Zul kan sudah banyak sekal

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 167

    “Ayah, kenapa tiba-tiba bahas ini?” protesku menggema pelan. Melihat Ayah bicara sangat serius bahkan tanpa berkedip, membuat keraguan membanjiri benakku. Rasa sakit dari masa lalu masih begitu nyata. Apakah aku siap untuk membuka hati lagi? Apakah aku bisa mempercayai seorang laki-laki setelah pengkhianatan yang begitu dalam? Bahkan membayangkan hari-hari kelam yang dulu kulalui sebagai istri Bang Fahri membuat perutku mual seperti terlilit. Namun, di tengah semua keraguan itu, satu kebenaran menonjol dengan sangat jelas: sejak dulu, satu-satunya laki-laki lain yang peduli denganku selain Ayah adalah Bang Zul.Pria itu selalu ada. Entah itu saat aku terpuruk karena perceraian, saat aku kehilangan peternakan, bahkan saat aku dihina dan direndahkan oleh semua orang. Dia selalu menjadi penolong, tanpa pamrih, tanpa mengharapkan balasan. Dia melihat potensiku, mendukung impianku, dan bahkan memberiku harapan ketika aku sendiri sudah kehilangan hal itu.Aku menarik napas dalam-dalam, m

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 166

    Akhir pekan akhirnya tiba, membawa serta kelegaan yang amat sangat setelah seminggu penuh dengan tugas kuliah dan jadwal padat. Aku merindukan suasana desa, ketenangan rumah, dan tentu saja, Ayah serta Ibu Tiri dan adik mungil yang menggemaskan. Dengan menumpang bus antar kota, aku berangkat, meninggalkan hiruk pikuk kota dan semua ingatan pahit tentang pertemuanku dengan mantan ibu mertua dan Ninik. Sejak kejadian itu, aku memang sengaja menghindari area sekitar warung mereka, tidak ingin lagi menelan drama yang tidak berujung. Aku hanya ingin fokus pada kuliah dan menata hidup, bukannya mengumbar pada setiap orang soal masa laluku yang pahit dan kelam.Perjalanan dengan bus lumayan menguras tenaga, tapi semangat untuk pulang ke rumah mengalahkan rasa lelahku. Saat bus akhirnya berhenti di terminal desa, udara pedesaan yang akrab langsung menyambutku. Aku mengambil tasku dari bagasi, lalu berjalan kaki menuju rumah yang sudah sangat kurindukan.Beberapa warga nampak santai menyapaku,

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 165

    Mobil Bang Zul melaju tenang meninggalkan area kampus, membelah jalanan kota yang mulai ramai. Aku masih duduk membeku di kursi penumpang, pikiranku kacau balau, mencoba mencerna kata-kata terakhir Bang Zul."Menikahlah denganku, Riska. Supaya status jandamu yang kamu anggap memalukan itu hilang." Kalimat itu terus berputar-putar di kepalaku, seperti kaset rusak yang tak kunjung berhenti.Apakah ini sebuah lamaran serius? Atau hanya cara Bang Zul untuk membangkitkan semangatku agar berani menghadiri reuni? Wajah Bang Zul saat mengucapkannya terlihat serius, begitu tulus, tapi klakson di belakang kami mengakhiri momen itu dengan begitu tiba-tiba, membuatku tidak sempat bereaksi.Aku melirik Bang Zul. Dia tampak tenang, fokus pada kemudi. Wajahnya menunjukkan konsentrasi, seolah apa yang baru saja dia katakan hanyalah hal sepele yang tidak perlu dipikirkan lebih lanjut. Namun, aku tahu, itu jauh dari kata sepele."Bang Zul," panggilku pelan, suaraku sedikit parau.Dia menoleh sekilas, m

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 164

    Pertanyaan Bang Zul yang menggantung di udara, diiringi keheningan yang menyesakkan, membuatku terpatung. Aku menatapnya, mataku mungkin memancarkan seribu pertanyaan dan seribu ketakutan sekaligus. Namun, bibirku kelu, tidak mampu mengeluarkan sepatah kata pun untuk menghadapi pria tinggi ini.Sebuah gumpalan tebal terasa mengganjal di tenggorokanku, menahanku untuk menjawab semua pertanyaan itu.Apakah semua ini benar-benar nyata? Apakah Bang Zul serius dengan semua ucapannya?Setelah semua yang aku lalui, setelah semua pengkhianatan, rasa sakit dan kekecewaan yang kualami, mungkinkah ada harapan baru yang begitu besar, begitu tulus, datang dari seseorang seperti Bang Zul?Bang Zul menatapku lekat, seolah mencari jawaban di mataku yang kosong. Senyum tipis terukir di bibirnya, sebuah senyum yang penuh pengertian, namun juga ada jejak kesedihan yang samar di sana. Dia menghela napas pelan, seperti menerima kebisuan sebagai jawaban sementara. Mungkin Bang Zul tahu, aku butuh waktu, ya

  • Kau Duakan Aku, Kubuat Sengsara Hidupmu   Bab 163

    Aku berjalan menuju mobilnya, dan saat membuka pintu, sebuah kilas balik memori langsung menghantamku. Ini adalah mobil yang sama, mobil yang dulu sering aku tumpangi saat masih bersama Bang Fahri, saat dia masih memperlakukanku dengan baik. Ingatan itu membuatku sedikit meringis, rasa pahit muncul kembali. Aku masuk ke dalam, duduk di kursi penumpang. Aroma khas mobil itu masih sama. Bang Zul duduk di belakang kemudi, lalu mulai melajukan mobil dengan tenang, membelah jalanan pagi yang mulai ramai."Jadi, apa kegiatanmu sekarang?" Bang Zul memulai percakapan, mencoba memecah keheningan yang sedikit canggung di antara kami berdua."Aku hanya kuliah saja, Bang," jawabku, pandanganku tertuju pada jalanan di depan. "Di bagian Agribisnis."Bang Zul mengangguk. "Agribisnis, ya. Itu pilihan yang bagus sekali, Ris. Sesuai dengan latar belakangmu di peternakan. Aku tahu kamu memang punya bakat di sana." Dia tersenyum, lalu menoleh sekilas padaku. "Aku senang melihat kamu yang sekarang. Kamu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status