Home / Romansa / Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan / Bab 8 Besok Dia Tak Akan Datang Lagi

Share

Bab 8 Besok Dia Tak Akan Datang Lagi

Author: Jovita Tantono
Felix menyuruh Adeline beristirahat, tapi dia tidak melakukannya. Masih banyak hal yang harus diselesaikan.

Dia kembali ke kantor dan bekerja seharian penuh. Menyelesaikan semua proses serah terima, mengklasifikasikan dokumen yang perlu ditandatangani, kontrak yang harus dikumpulkan, hingga mencatat seluruh agenda besar milik Felix dalam jurnal kerjanya.

Hari itu, di ruang pantry, dia mendengar gosip dari rekan-rekannya. Kabarnya demi efek visual pernikahannya, Felix telah membeli semua papan iklan elektronik di seluruh ibu kota untuk menyiarkan pernikahannya secara langsung.

Hari kedua masa cuti, Adeline mengemas semua barang-barangnya di kediaman Felix, lalu menyerahkannya pada relawan untuk diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan.

Hari itu, dia mendengar para relawan bergosip. Keluarga Brown menyelenggarakan jamuan besar demi merayakan pernikahan Leo, dan mengundang seluruh warga Kota Jakarta untuk datang ke acara jamuan tersebut tanpa mengharapkan hadiah apapun sebagai imbalan.

Hari ketiga, Adeline pergi ke Gunung Merbabu. Dia menghabiskan waktu enam jam penuh untuk mengikis nama dirinya dan Felix yang terukir di Batu Tiga Kehidupan. Saat semuanya terhapus, jari-jarinya pun sudah lecet hingga berdarah.

Hari itu juga, di televisi, dia melihat wawancara bersama Felix dan Valencia. Felix berkata akan memberikan pesta pernikahan yang benar-benar berbeda dari biasanya.

Hari keempat masa cuti, juga merupakan sehari sebelum pernikahan, Adeline datang ke lokasi pernikahan dan melihat mereka sedang gladi resik.

Valencia dengan hangat mengundangnya naik ke panggung, “Asisten Adeline, nanti kamu berdiri di belakangku ya. Aku akan melemparkan buket bunga pengantin padamu. Supaya kamu bisa menerima keberuntungan ini dan segera menemukan orang yang kamu cintai.”

Adeline menuruti dan berdiri di belakangnya, menyaksikan seluruh proses gladi resik yang sedang berjalan. Dia melihat Felix mengucapkan janji cinta pada Valencia, melihatnya menyematkan cincin ke jari Valencia, lalu melihat Valencia menutup mata dan mendongak, bersiap menerima ciuman itu.

Namun Felix tak jadi mencium. Dia malah menoleh ke arah Adeline dan melihat wajahnya yang tenang, mata jernih, tak ada gelombang emosi sedikit pun.

Sosok Adeline yang seperti itu membuatnya seolah menatap orang asing.

Hati Felix pun tiba-tiba diliputi perasaan aneh yang sulit dijelaskan, disertai kecemasan dan kegelisahan yang tidak ia mengerti.

“Cukup, gladi resik hari ini sampai di sini. Aku agak lelah.” Felix menghentikan segalanya, tak jadi mencium Valencia.

Sayang sekali, dia tak melihat sesi ciuman itu. Kalau dia melihatnya, mungkin hatinya akan mati lebih cepat.

Tapi hari ini tak melihat, besok... dia pasti tidak sempat lagi.

Karena besok, dia takkan datang lagi

“Felix...” Valencia tak senang. Dia memang ingin menunjukkan kemesraannya dengan Felix tepat di depan Adeline. Supaya Adeline benar-benar kehilangan harapan.

“Adeline, ke sini,” panggil Felix, memotong ucapan Valencia.

“Ada instruksi apa dari Tuan Felix?” jawab Adeline dengan nada resmi.

Felix menarik lepas dasi dari lehernya, menatap Adeline seolah ingin mengatakan sesuatu, namun tidak tahu apa yang mau dikatakannya dan pada akhirnya hanya melemparkan dasi itu padanya. “Siapkan dasi baru untukku.”

“Adeline, aku tak ingin melihatmu lagi besok. Jangan muncul di pernikahanku.” Valencia tiba-tiba datang dan merebut dasi itu dari tangannya, lalu memberi peringatan dingin.

Barusan Felix menolak menciumnya, dan dia yakin itu ada hubungannya dengan Adeline. Dia tentu sudah melihat bagaimana pria itu menatap Adeline.

Awalnya dia memang ingin Adeline hadir, agar melihat sendiri kebahagiaan mereka dan pergi dengan putus asa.

Tapi sekarang dia menyesal. Dia takut kalau Adeline benar-benar hadir besok, sesuatu yang tak diinginkan akan terjadi.

Adeline melihat kegugupan di wajah Valencia, dan tersenyum tipis. “Kalau begitu, kamu akan kehilangan satu orang pengiring pengantin.”

“Tak perlu kamu pikirkan. Yang jelas, besok kamu tidak boleh muncul di pernikahanku. Kalau kamu berani datang, bersiaplah untuk malu,” ancam Valencia dengan nada jahat.

Terbayang kembali kejadian di toko gaun saat dia dijebak, Adeline pun mengangguk pelan. “Baik. Tapi aku punya satu hal yang ingin kukatakan padamu.”

“Apa?”

Adeline mengisyaratkan dengan jari agar Valencia mendekat. Meski enggan, Valencia tetap melangkah dua langkah mendekatinya.

Adeline mengulurkan tangan dan menariknya, lalu tangan satunya menekan kuat ke pinggang Valencia. Rasa sakit yang tajam membuat Valencia membelalak. “Adeline...”

“Nona Valencia.” Tapi suara Adeline lebih keras darinya, “Kalau begitu, aku doakan kamu dan Tuan Felix tetap langgeng selama seratus tahun, cepat punya momongan.”

Seiring setiap kata yang ia ucapkan, jarum baja yang ia sembunyikan pun ditekan lebih dalam ke pinggang Valencia…

Hari itu, Valencia pun pernah menggunakan jarum yang sama untuk menusuknya.
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Yani Suryani
keren Adeline ...
goodnovel comment avatar
Hayati Nur Safitri
mantap..seru
goodnovel comment avatar
Aluh Alvrida
Bagus baguuus..balas rasa sakitmu Adeline
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan   Bab 411 Sekarang Dia Punya yang Lebih Baik

    “Urusan Keluarga Stefani tak mendesak sampai harus diselesaikan hari ini. Mereka punya fondasi yang kuat, tidak akan goyah begitu saja.” Leo menarik Adeline untuk duduk di sampingnya.“Sekarang yang terpenting, kamu selesaikan dulu pekerjaan di sini. Besok pagi kita langsung pulang.” Mendengar itu, Adeline menghela napas pelan, lalu menyalakan laptop dan kembali bekerja.Leo tahu kapan harus diam. Ia hanya menemani di sisi, sesekali menyodorkan segelas air hangat.Adeline menutup mata sejenak, menikmati perhatiannya, lalu tiba-tiba bertanya,“Menurutmu... bagaimana kelanjutannya antara Frans dan Tias?”Leo menatapnya dengan sudut mata. “Kenapa tiba-tiba tertarik membahas itu?”“Aku hanya merasa... Tias memang agak manja, tapi dari tatapannya, dia tulus. Dia tidak punya niat buruk, hanya terlalu menyukai Frans.”Leo mengangkat alis. “Kamu cukup memperhatikan dia, ya.”Adeline tersenyum samar. “Mungkin karena... aku melihat bayangan diriku yang dulu padanya.”Gerakan Leo seketika terhent

  • Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan   Bab 410 Tatapan yang Menyingkap Rahasia

    Orang sering berkata, ketika menyukai seseorang, mulut bisa berbohong, tapi mata tak akan pernah menipu. Dan kini, tatapan Frans adalah bukti paling jelas.Tias tertawa sinis. Emosinya memuncak hingga suaranya bergetar.“Kalau memang cuma urusan bisnis,” ujarnya tajam, “Lalu apa penjelasanmu soal album kliping di laci ruang kerjamu? Setiap kali ada wawancara Adeline di majalah ekonomi, kau selalu gunting dan simpan sendiri, bukan?”Mendengar itu, wajah Frans langsung berubah. Ia menoleh dengan cepat, menatapnya tajam. “Kau menggeledah barang-barangku?”“Aku hanya…” Tias terkejut oleh tatapan tajamnya dan refleks mundur selangkah. Tapi segera ia merasa dirinya tak bersalah, lalu menegakkan tubuh lagi.“Kemarin aku ke rumahmu untuk mengantar barang, ibumu yang memintaku menunggu di ruang kerja, bukan aku yang sengaja mencari!”Adeline dengan cepat menangkap ketegangan yang kian menebal di antara mereka, dan segera memutuskan untuk menengahi. “Pak Frasn, sepertinya hari ini bukan waktu ya

  • Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan   Bab 409 Saingan Cinta yang Tiba-tiba

    Di aula pesta, Adeline tengah berbincang pelan dengan Leo tentang urusan Keluarga Stefani.“Ternyata kau Adeline, ya?” Suara seorang gadis muda yang manja tiba-tiba terdengar dari belakang mereka.Adeline menoleh, melihat seorang gadis bergaun merah muda berdiri di depannya. Gadis itu sedikit mendongakkan dagu, menatapnya dengan sorot mata penuh penilaian.“Ada perlu?” tanya Leo dengan nada dingin, tubuhnya tanpa sadar sedikit bergeser, berdiri di depan Adeline untuk melindunginya.Gadis itu meliriknya sekilas, lalu mendengus pelan. “Hmph, aku bukan mencarimu.”“Aku Adeline,” ujar Adeline dengan tenang. “Dan kamu?”“Aku tunangan Frans, Calon Nyonya Muda Keluarga Slamat, Tias Solastika.”Saat memperkenalkan diri, Tias mengangkat dagunya sedikit lebih tinggi. Nada suaranya sarat dengan permusuhan yang tak disembunyikan.Melihat gaya menantang yang begitu terang-terangan, Adeline langsung paham. Ia ingin tertawa, jadi ini maksud kedatangannya, untuk “menandai kepemilikan”.Namun Adeline t

  • Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan   Bab 408 Tak Bisa Menjadi Orang yang Tak Berperasaan

    “Keluarga Stefani? Keluarga konglomerat itu?”“Ya, benar. Kudengar mereka kolaps. Utang menumpuk, dana beku di mana-mana. Selama ini kemewahan mereka cuma topeng belaka...”Hati Adeline seolah tenggelam. Ia segera menoleh pada Leo. “Keluarga Stefani bermasalah?”Leo mengerutkan kening. “Aku belum dengar apa pun.”Adeline tak sempat menjawab. Ia bergegas menuju teras luar aula dan menekan nomor Adelia di ponselnya.“Tut... Tut...”Nada sambung berdering cukup lama, namun tak seorang pun menjawab.Perlahan, kecemasan mulai merayap di dada Adeline. Ia menatap layar ponsel yang tetap gelap, lalu menarik napas dalam-dalam dan kembali ke aula dengan langkah tergesa.“Telepon Adelia tak bisa dihubungi,” katanya dengan suara rendah pada Leo. “Benarkah kabar tentang keluarganya?”Leo tidak terkejut, hanya mengangguk pelan. “Ya.”Adeline langsung menangkap ketidakwajaran dalam nada suaranya. “Kapan kamu tahu?”“Masalah arus kas Keluarga Stefani sudah berlangsung lebih dari setengah tahun,” jelas

  • Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan   Bab 407 Wajar Jika Ingin Menunjukkan Kepemilikan

    Leo mengernyit. “Apa yang tidak benar?”“Lihat dari raut wajahmu, sepertinya masalahnya tidak sesederhana itu.” Adeline menatap dalam ke matanya, seolah ingin membaca sesuatu dari sana.Leo tersenyum tipis, berusaha terlihat santai. “Tentu saja tidak sederhana. Dokter bilang meski dia sudah sadar, cedera otaknya cukup rumit, butuh waktu panjang untuk rehabilitasi.”Ia melontarkan beberapa istilah medis sembarangan, mencoba mengaburkan keadaan sebenarnya.Adeline tidak menaruh curiga, hanya mengangguk mengerti. “Yang penting dia sudah sadar. Dokter dulu bilang peluangnya hampir nol, jadi sekarang bisa bangun saja sudah keajaiban. Nanti pasti bisa pulih perlahan.”Melihat senyum lega kembali ke wajahnya, Leo tak melanjutkan topik itu lagi. Ia hanya menariknya ke dalam pelukan, dagunya bertumpu di puncak kepalanya. Dalam bayangan yang tak bisa dilihat Adeline, tatapan matanya menjadi suram.Ia menyembunyikan sebagian kebenaran.Dalam panggilan tadi, Stella sebenarnya juga mengatakan bahwa

  • Kau Menikah, Aku Mengikhlaskan   Bab 406 Gangguan di Saat yang Tak Tepat

    Leo menurunkannya perlahan ke atas ranjang, lalu menundukkan tubuhnya, kedua tangannya menahan sisi kepala Adeline, sepenuhnya mengurungnya di bawah tubuhnya.Tatapan mata hitamnya menelusuri wajahnya, di kedalamannya berpendar kilatan merah panas...Melihat gelagatnya yang tampak akan benar-benar melanjutkan, Adeline segera menahan dadanya dengan tangan, panik berkata, “Leo, jangan... aku masih harus... file-ku belum...”Ia menundukkan kepala perlahan, suaranya berat dan rendah, membawa nada berbahaya yang dalam. “Nyonya Brown, tahu tidak... mulut kamu ini... benar-benar perlu diajari belajaran.”Begitu kata itu meluncur, bibirnya pun sudah menekan miliknya.Ciuman Leo begitu dalam dan mendesak, panasnya membuat Adeline nyaris kehilangan napas. Ujung jarinya menyusuri pinggangnya, gerakannya lambat namun penuh penguasaan, setiap sentuhan menimbulkan getar halus yang menjalar ke seluruh tubuh.Adeline terperangah dalam napas yang berantakan, kedua tangan yang semula mendorong kini tak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status