Share

Bab 2

Penulis: Cocojam
Leo akhirnya muncul enam jam kemudian.

Pintu terbuka dengan kasar.

Dia berdiri di sana dengan keadaan basah kuyup.

Dia tampak seperti baru saja diseret dari neraka.

Jasnya berantakan, rambutnya menempel di kulit kepala.

Matanya dipenuhi kelelahan dan keputusasaan.

"Jeny." Suaranya terdengar serak. "Maaf."

Ayahku dan para tetua langsung berdiri. Tangan mereka semua bergerak ke senjata di pinggang.

"Keluar," ucapku dengan suara sangat rendah dan berbahaya. "Tinggalkan kami."

"Jeny… " Ayahku ragu-ragu.

"Keluar!"

Ruangan itu kosong kecuali aku dan Leo.

Leo hanya berdiri di sana, tampak seperti baru saja ditarik keluar dari sungai.

"Dia masih hidup?" tanyaku.

Leo mengangguk. "Aku bawa dia ke rumah sakit swasta, dia bakal baik-baik saja."

"Jadi, kamu selamatkan dia..." Suaraku terdengar tenang yang menakutkan. "Sesuai janjimu."

"Jeny, kumohon, biarin aku jelasin… "

"Jelasin apa?" potongku. "Jelasin kenapa kamu kabur dari pernikahan kita demi menyelamatkan wanita lain? Jelasin kenapa kamu biarin tiap keluarga di Casida melihatku dipermalukan?"

"Alan tertembak demi aku, Jeny!" Suara Leo pecah. "Dia mati dalam pelukanku! Kata-kata terakhirnya bukan ‘balaskan dendamku.’ Tapi ‘jaga adikku.’ Itu utang darah. Gimana aku bisa biarkan dia mati?"

Suaraku bergetar saat aku membalas, "Jadi, utang darah pada orang mati lebih penting dari janji sucimu padaku? Pada Tuhan? Kamu punya pasukan, Leo. Kamu bisa mengirim siapa pun. Kenapa harus kamu? Kenapa harus dirimu?"

Leo tidak punya jawaban.

"Dan kenapa hari ini? Dari semua hari, kenapa hari ini? Kamu pikir itu kebetulan, Leo? Yakin?"

"Dia hancur, Jeny. Dia ketakutan, dia… "

"Dia pintar," kataku, suaraku mengeras. "Dia tahu persis kapan harus menarik pelatuk supaya ada dampak maksimal."

Alis Leo berkerut. "Apa maksudmu?"

"Kamu benaran pikir dia mau mati?" Aku menatap pria yang seharusnya kunikahi, pria yang masih mencari-cari alasan untuk Via.

"Nggak, dia maunya penonton. Dia ingin memaksamu. Dan selamat, Leo. Dia menang."

Sama seperti pesan-pesan yang kubaca semalam.

Upaya bunuh diri Via hanyalah cara untuk menarik perhatian Leo, cara untuk menghentikan pernikahan kami.

Wajah Leo memucat. "Dia bukan orang kayak gitu."

"Itu yang selalu dikatakan setiap pria." Aku pun menggeleng. "Leo, aku ingin kamu jujur. Kamu cinta dia?"

Wajah Leo dipenuhi kepanikan.

Dia menggeleng sembari menyangkalnya.

"Bukan cinta. Ini… rumit, Jeny." Akhirnya Leo berkata. "Aku punya tanggung jawab padanya."

"Tanggung jawab?" Aku hampir tertawa. "Kamu punya tanggung jawab padaku, pada keluarga kita. Tapi kamu malah pilih dia."

Leo berjalan ke jendela sembari membelakangiku. "Jeny, kumohon, jangan kasih tahu ayahku alasan aku tinggalin pernikahan."

Aku terpaku. "Apa?"

"Kalau ayahku tahu keberadaannya jadi beban… kamu tahu apa yang bakal Ayah lakukan, beliau bakal lenyapkan Via."

Rasa dingin merayap di tulang punggungku. "Kamu khawatir tentang keselamatannya?"

"Dia nggak bersalah."

"Terus aku bersalah, gitu?" Suaraku bergetar karena marah. "Terus gimana dengan penghinaan yang kuterima hari ini? Gimana dengan kehormatan keluarga kita? Apa itu nggak berarti apa-apa?"

Leo mendekat ke arahku, berusaha menyentuh wajahku.

Aku menepisnya.

"Jeny, tolong kasih aku waktu," pintanya. "Aku harus bantu dia stabil dulu. Setelah pikirannya jernih, kita bisa melangsungkan pernikahan lagi."

Jantungku serasa berhenti.

Menikah lagi…

Setelah Via stabil.

Leo bukannya meminta maaf, malah menyuruhku menunggu.

Dia ingin aku, Jeny Arosa, menundanya.

Menunggu sementara Leo jadi pahlawan untuk wanita lain.

Dalam dunia Leo, aku cuma urusan sisa urusan yang bisa dia bereskan nanti.

"Tunda?" Kata itu terasa seperti racun di lidahku.

"Cuma sebentar. Sampai dia pulih."

"Beberapa bulan?" Aku berdiri. "Leo, kamu paham apa yang kamu bilang? Kamu mau aku menunggu beberapa bulan selagi kamu mengurus... tanggung jawabmu?"

"Dia sedang rapuh sekarang, dia butuh aku."

Aku teringat saat berusia 12 tahun.

Musuh ayahku menculikku, dan Leo mempertaruhkan nyawanya untuk menyelamatkanku.

Kami mengiris telapak tangan dan mencampur darah kami.

Apa pun yang terjadi, kami selalu setia satu sama lain, itulah sumpah kami.

Aku teringat saat kami berusia 18 tahun, pekerjaan pertama kami bersama.

Muncul seorang pengkhianat yang telah mengkhianati keluarga.

Leo menjadi pengalih perhatian, sedangkan aku menjadi eksekutor. Kerja sama kami sempurna dan penuh kepercayaan mutlak.

Aku teringat saat berusia 20 tahun, malam ketika dia melamarku.

Dia berlutut di taman mawar kediaman Arosa sembari berkata aku adalah wanita terkuat dan tercantik yang pernah dia kenal.

Dan sekarang dia berdiri di sini, memohon agar aku mengerti kekhawatirannya akan wanita lain.

Air mata mulai mengalir.

Aku tidak bisa menghentikannya.

"Leo." Suaraku pecah di tengah isak. "Lihat aku."

Dia menatapku.

Air mata juga ada di matanya.

"Aku melihatmu, tapi aku nggak bisa lihat pria yang membuat sumpah itu lagi."

Bibir Leo bergetar. "Jeny… "

"Kamu ingat sumpah darah kita?" Aku mengulurkan tangan, menunjukkan bekas luka pudar di telapak tanganku. "Kamu ingat apa yang kamu katakan?"

"Aku ingat," bisiknya.

"Kalau begitu katakan padaku, gimana kamu menyebut pengkhianatan sumpah itu hari ini?"

Leo memejamkan mata, bulu matanya bergetar.

Aku pikir Leo akan melepaskan wanita itu. Dia akan memohon padaku untuk memaafkan dirinya.

Sebuah rahasia membara di lidahku, bayi kami.

Namun, ketika dia membuka matanya lagi, pertentangan itu telah hilang, digantikan oleh tekad yang dingin dan keras.

"Maaf, Jeny," katanya berat. "Saat ini… akulah satu-satunya yang dia punya."

Duniaku bukan sekadar hancur, dunia itu lenyap.

Bukan karena Leo memilih Via.

Melainkan ekspresi wajah saat Leo melakukannya.

Terlihat beban pelindung yang penuh kebenaran, kebanggaan mulia seorang penyelamat.

"Kalau begitu, penuhilah janjimu," kataku sambil menyeka air mata. Suaraku kembali tenang.

Leo menatapku.

Sepertinya dia mengira aku akan berteriak, memohon, atau mengancamnya.

Namun, aku tidak melakukannya.

Aku hanya menatap sambil menunggu keputusan Leo.

Dan dengan satu tatapan terakhir yang penuh rasa sakit, Leo berbalik pergi dari hidupku.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kau Pilih Dia, Aku Bawa Anakmu Pergi!   Bab 7

    Sudut Pandang Leo.Aku duduk di apartemen yang kosong dengan sebotol wiski di tanganku.Mereka membawa jenazah Via tiga jam lalu.Darahnya masih menodai ubin kamar mandi. Tim kebersihan akan mengurusnya besok.Seharusnya aku merasa sakit dan bersalah.Tapi aku tidak merasakannya.Yang kurasa justru lega.Sangat lega.Dulu, aku adalah orang bodoh yang sombong, aku pikir dia ingin membuktikan sesuatu, aku pikir dia sedang memberiku pelajaran. Aku pikir, pada akhirnya, dia akan menungguku membawanya pulang.Aku sangat salah. Sangat, benar-benar salah.Pernikahanku dengan Via adalah sangkar, neraka sejak hari pertama.Sifatnya yang posesif, histerisnya, kecemburuannya pada setiap wanita yang menatapku...Rasanya mencekik.Aku mulai menghindari Via.Aku pulang larut malam, menerima lebih banyak dinas, kuambil alasan apa pun untuk pergi.Di hari Via keguguran, aku bahkan tidak ada di rumah.Aku pergi dengan wanita lain, mencoba melupakan wajah Jeny.Ketika Mark memberitahuku Via jatuh dari t

  • Kau Pilih Dia, Aku Bawa Anakmu Pergi!   Bab 6

    "Dua setengah." Suaraku sedingin es. "Ada masalah, Pak Leo?"Mata Leo membelalak, terpaku pada wajah Adrian.Sepasang mata cokelat itu yang identik dengan miliknya, membakarnya seperti bara.Garis waktunya sederhana, tidak perlu kalkulator."Nggak… nggak mungkin… " Darah mengering dari wajah Leo."Apa yang nggak mungkin?" Aku berdiri, merapikan gaunku. "Setelah aku meninggalkan Casida, aku bertemu Juan. Kami menikah di Landan, dan Adrian lahir di Wisi, semuanya sempurna.""Tapi kamu hamil!" Leo nyaris berteriak, "Kamu hamil anakku!"Seluruh ruangan menahan napas."Oh, ya?" Aku terkekeh pelan, dingin. "Lucu juga, seingatku aku cuma pergi dengan sisa martabatku, nggak lebih. Anak ini bermarga Daven. Nggak ada urusannya sama kamu atau Keluarga Moro."Leo ambruk ke kursinya. "Kamu… kamu nikah sama orang lain… Kamu biarin anakku manggil pria lain ‘Ayah’…""Dia bukan anakmu," koreksiku."Hak buat jadi ayahnya?" Aku tersenyum tajam dan kejam. "Hak itu kamu bakar jadi abu di hari kamu ninggali

  • Kau Pilih Dia, Aku Bawa Anakmu Pergi!   Bab 5

    Tiga tahun kemudian."Nyonya Daven, ini laporan triwulanan dari cabang Zerta."Asistenku, Sofia meletakkan berkas di depanku.Di luar jendela dari lantai ke langit-langit tampak Pegunungan Alapa bersalju.Di sini sunyi, dingin, bagus untuk berpikir, bagus untuk melupakan.Tiga tahun lalu, aku datang ke Aropa dengan harta Keluarga Arosa dan anak di dalam kandunganku.Di sini, aku bertemu Juan Daven, pria yang benar-benar paham rasa hormat dan kesetiaan.Dia menerima masa laluku, menyayangiku, dan mencintai putraku seperti anaknya sendiri.Kami menikah, dan aku melipatgandakan empat kali lipat harta Keluarga Arosa.Bukan dengan pistol, tapi dengan pengambilalihan paksa, jual kosong, dan LBO. Aku bukan hanya hiu, aku adalah monster yang ditakuti para serigala pusat saham."Ada lagi?" tanyaku sambil menandatangani dokumen."Ada kabar dari Casida." Sofia ragu. "Leo Moro menikahi gadis itu, Via, setahun lalu."Penaku sempat berhenti, lalu lanjut lagi. "Terus?""Kudengar pernikahan itu nggak

  • Kau Pilih Dia, Aku Bawa Anakmu Pergi!   Bab 4

    "Kamu gila?!"Jeritan Leah memecah kesunyian.Dia berlutut di samping Leo, mencoba menghentikan pendarahan."Jeny, dia anak kita!" Leo memaksa kata-kata itu keluar sembari menahan sakit dengan suara bergetar."Nggak." Aku menyerahkan pistol itu kembali kepada ayahku. "Dia akan memakai margaku dan warisanku, titik. Dia nggak ada urusannya sama Keluarga Moro atau sama kamu."Ruangan menjadi sunyi senyap.Via bangkit dari lantai, air mata mengalir deras. "Nggak... kamu nggak bisa... Dia darah daging Leo… ""Diam," kataku sembari menatapnya. "Kamu nggak punya hak bicara tentang anakku."Leo mencoba berdiri. "Jeny, kumohon... Kita bisa mulai dari awal. Aku bisa mengusirnya pergi. Aku bisa… ""Terlambat." Aku berbalik dan kembali berkemas.Via hancur, ambruk histeris di lantai. "Ini semua salahku! Ini semua karena aku!"Dia berlari ke pintu. "Aku akan ke kepolisian! Aku bakal katakan semuanya dengan jujur! Biar mereka membakar semuanya!""Via, jangan!" Leo meronta mencoba mengejarnya.Leah m

  • Kau Pilih Dia, Aku Bawa Anakmu Pergi!   Bab 3

    Aku melihat sekeliling rumah yang kutinggali bersama Leo, hatiku terasa perih.Aku tidak bisa tinggal di sini.Besok, aku harus pergi.Namun pertama-tama, aku pergi ke klinik pribadi Dokter Romeo.Dia memberiku beberapa pil, katanya itu akan membantu pada awal kehamilan.Aku menatap pil-pil itu lama sebelum membuangnya ke toilet.Area parkir klinik itu sunyi.Casida adalah kota berbahaya setelah gelap. Namun malam ini, akulah monster yang lebih berbahaya.Lalu aku melihat mereka.Leo dengan lembut menyampirkan jaket jasnya di bahu seorang gadis.Dia kurus, kecil, seperti rusa ketakutan.Tangannya gemetar, dan Leo menghiburnya dengan suara pelan.Via Cokro.Cara Via memandang Leo dipenuhi ketergantungan dan kekaguman.Cinta yang murni dan polos.Perutku mual. Bukan karena kehamilan, tetapi karena jijik.Leo menyadari keberadaanku. Dia berbalik dan melihatku berdiri di pintu klinik.Alisnya langsung mengernyit."Jeny, ngapain kamu di sini?" Suaranya rendah, mengandung peringatan dan keti

  • Kau Pilih Dia, Aku Bawa Anakmu Pergi!   Bab 2

    Leo akhirnya muncul enam jam kemudian.Pintu terbuka dengan kasar.Dia berdiri di sana dengan keadaan basah kuyup.Dia tampak seperti baru saja diseret dari neraka.Jasnya berantakan, rambutnya menempel di kulit kepala.Matanya dipenuhi kelelahan dan keputusasaan."Jeny." Suaranya terdengar serak. "Maaf."Ayahku dan para tetua langsung berdiri. Tangan mereka semua bergerak ke senjata di pinggang."Keluar," ucapku dengan suara sangat rendah dan berbahaya. "Tinggalkan kami.""Jeny… " Ayahku ragu-ragu."Keluar!"Ruangan itu kosong kecuali aku dan Leo.Leo hanya berdiri di sana, tampak seperti baru saja ditarik keluar dari sungai."Dia masih hidup?" tanyaku.Leo mengangguk. "Aku bawa dia ke rumah sakit swasta, dia bakal baik-baik saja.""Jadi, kamu selamatkan dia..." Suaraku terdengar tenang yang menakutkan. "Sesuai janjimu.""Jeny, kumohon, biarin aku jelasin… ""Jelasin apa?" potongku. "Jelasin kenapa kamu kabur dari pernikahan kita demi menyelamatkan wanita lain? Jelasin kenapa kamu bia

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status