Share

Bab 2

Author: Vivian Kusuma
Mario tidak menyangka anak-anak akan begitu menolak Angel.

Angel menangis sangat sedih hingga hampir terjatuh. "Ini semua salahku, salahku... Semua memang salahku. Mereka nggak pernah mengenalku dari kecil..."

Mario mengabaikan kehadiran Rosa, langsung merangkul bahu Angel untuk menenangkannya, "Jangan salahkan diri sendiri. Kamu kan nggak punya pilihan."

"Sudah, jangan sedih. Kamu naik dulu ke kamar, mandi dulu."

Dia tampak lusuh dan menyedihkan dengan penampilannya.

Angel tampak sangat lemah sehingga Mario harus membantunya naik ke kamar tamu.

Mereka berdua berjalan melewati Rosa, seolah-olah tak menganggap keberadaannya, apalagi perasaannya.

Namun Rosa menahan rasa tidak nyaman di hatinya. Dia berkata pada dirinya sendiri bahwa Angel hanya merindukan anak-anaknya dan ingin bertemu mereka. Sedangkan Mario hanya memenuhi tugasnya sebagai seorang ayah, menjaga situasi agar tetap kondusif.

Dia memaksa tersenyum dan berkata, "Ayo, sayang. Waktunya mandi dan tidur."

"Iya, Ma!" Anak-anak dengan gembira mengikuti Rosa.

...

Di kamar tamu.

Angel bergegas mandi dan berganti pakaian, dia masih merasa gelisah, lalu bertanya, "Mario, apa anak-anak sudah mau tidur?"

Mario berkata, "Iya, sudah malam."

Kalau bukan karena ada pesta, anak-anak pasti sudah tidur sejak tadi.

Angel meletakkan cangkir air hangat, matanya masih merah. "Apa aku boleh bantu mereka mandi? Mungkin bisa buat kami jadi lebih dekat. Aku kangen banget sama mereka. Aku sudah lama absen dari hidup mereka, rasanya sedih banget."

Sorot matanya dipenuhi kerinduan yang mendalam untuk anak-anaknya.

Bagaimana mungkin Mario bisa menekan rasa cinta seorang ibu kepada anak-anaknya?

Terutama karena perpisahan mereka disebabkan oleh takdir, bukan karena sudah tak cinta. Dia tak tega melihat Angel tampak begitu sedih.

Lagipula, dia yang telah melahirkan kedua anak ini dengan susah payah.

Jadi, Mario setuju, "Boleh."

...

Di kamar anak-anak.

"Kirana, Reyan?" Mario mengetuk pintu.

Rosa yang membuka pintu, tangannya masih basah.

Melihat keduanya berdiri berdampingan, Rosa mengerutkan bibir. "Ada apa?"

Mario berkata, "Angel ingin bantu mandikan anak-anak, sekalian menjalin perasaan dengan mereka."

Permintaan itu tidak terdengar berlebihan.

Rosa hanya bisa membuka pintu. "Masuk, Kirana ada di kamar mandi sebelah kanan."

Anak laki-laki dan perempuan yang sudah berusia enam tahun, tentu saja perlu mandi terpisah.

Angel bergegas ke kamar mandi sebelah kanan. Begitu masuk, dia dengan hati-hati berusaha akrab. "Kirana? Ini Mama!"

Tiba-tiba berhadapan dengan wanita asing yang mencoba merebut posisi ibunya, Kirana langsung membungkus dirinya dengan handuk.

Dia berkata, "Aku nggak butuh bantuanmu."

Mata Angel kembali berkaca-kaca mendengar penolakan dan omelan putrinya.

Mario yang berdiri membelakangi pintu kamar mandi, berkata, "Kirana, yang sopan sama Mamamu."

Angel segera berkata, "Nggak apa-apa, Mario. Anak-anak belum mengenalku, jadi wajar kalau mereka masih waspada. Aku baik-baik saja."

Nada suaranya dipenuhi kompromi dan kesabaran, dan Mario merasa semakin iba.

Bukankah tidak adil jika seorang ibu kandung tidak bisa dekat dengan anaknya sendiri?

Maka, dia langsung menoleh ke Rosa yang hendak memandikan Reyan, dan berkata, "Apa begini caramu mengajari anak-anak?"

Rosa tercengang oleh tuduhan yang tidak berdasar itu. Dia bertanya, "Emangnya apa yang udah kuajarin ke mereka?"

"Angel itu ibu kandung mereka. Walaupun dia orang asing, mereka seharusnya tetap sopan."

Mario merasa bahwa penolakan anak-anak terhadap Angel disebabkan oleh pola asuh Rosa yang buruk.

Rosa sangat sedih dan menjelaskan, "Anak-anak nggak kenal dia. Aku bisa apa..."

"Ya sudah," kata Mario dengan tidak sabar. "Cepat bantuin Angel mandiin Kirana."

Setelah itu, Mario langsung pergi ke kamar mandi putranya, Reyan.

Rosa menatapnya dan perlahan berjalan menuju kamar mandi.

Angel mengambil sabun mandi cair dan berkata kepada Kirana, "Kirana, Mama bantu pakaikan sabun mandi ya."

Kirana ingin menolaknya, tetapi setelah mendengar ibunya dimarahi oleh ayahnya, dia hanya bisa menahan diri.

Rosa berdiri di samping, hatinya sakit melihat putrinya menahan perasaan untuknya.

Tetapi bagaimana mungkin dia tega menghalangi ibu dan anak itu menghabiskan waktu bersama?

Syukurlah, mereka selesai mandi dengan cepat. Angel mencoba bersikap manis, mengambil botol kaca kecil berisi pelembab badan, dan berkata, "Kirana, mau pakai pelembab aroma stroberi?"

Wajah Kirana tanpa ekspresi dan berkata, "Terima kasih, tapi nggak usah. Aku mau sama mama saja."

Rosa berjalan mendekat, dan berkata, "Biar aku saja?"

Angel merasa sakit hati melihat putrinya menolak, tapi tetap berkata, "Ya sudah, ini."

Namun, saat Rosa ingin meraih botol itu, tangan Angel tiba-tiba gemetar sebelum Rosa sempat menyentuhnya.

Botol kaca itu jatuh ke lantai dan pecah menjadi dua!

Kirana terkejut mendengar suara itu. Dia terlonjak dan tanpa sengaja menginjak pecahan botol itu, membuat kaki putih mungilnya langsung berdarah!

Kirana berteriak, "Mama! Berdarah!"

Mata Rosa sedikit panik, tetapi dia bereaksi cepat, buru-buru menggendong anak itu dan keluar kamar mandi.

Angel bergegas mengejar mereka. "Kenapa? Ada apa?"

Mario pun menghampiri setelah mendengar suara gaduh dan melihat kaki putrinya berdarah.

Rosa segera meraih kotak P3K untuk merawat luka putrinya.

Gerakannya sangat terampil.

"Ada apa?" tanya Mario.

Angel ketakutan, dan berkata, "Bu Rosa, kalau kamu nggak suka sama aku, aku bisa paham, tapi jangan melampiaskan ke anak-anak. Pecahan botol kacanya bisa berbahaya. Kalau kamu nggak merebutnya..."

Tangan Rosa sempat membeku, dan kapas penyeka itu hampir menusuk luka putrinya.

Namun, Rosa tidak punya waktu untuk memikirkannya, merawat luka anaknya adalah hal terpenting.

Syukurlah, tidak ada pecahan kaca yang menancap, hanya goresan kecil.

Mendengar hal itu, Mario menoleh ke Rosa dengan sedikit rasa tidak puas, dan berkata, "Kalau kamu ada masalah, bilang saja. Kenapa harus dilampiasin ke anak-anak?"

Rosa tak kuasa menahan diri untuk mendongak, lalu berkata, "Aku nggak merebut botol itu, dan aku nggak marah."

Angel buru-buru menyalahkan dirinya sendiri, dan berkata, "Sudah, Mario. Ini memang salahku. Seharusnya aku nggak maksa buat mandiin Kirana. Kalau bukan karena aku, putri kita nggak akan terluka. Ini semua memang salahku."

Mario berkata, "Kenapa jadi salahmu? Kau itu ibu kandungnya. Semua orang di dunia ini bisa menyakiti mereka, tapi kau nggak mungkin begitu."

Kapas di tangan Rosa tiba-tiba robek. Dia menggertakkan gigi, matanya memerah.

Jadi Mario mengira kalau semua ini karena dia sedang marah, dan sengaja melukai Kirana?

Rasa sedih dan marah tiba-tiba menyesakkan dadanya.

"Ma, jangan sedih." Kirana tiba-tiba memeluk Rosa, dan berkata, "Kirana nggak sakit kok."

Rosa merasakan kehangatan di hatinya. Dia berusaha menahan air matanya, dan berkata, "Iya, Mama nggak apa-apa kok."

Mario menatap Kirana dan bertanya, "Ibu kandungmu juga nangis di sini, kenapa kamu nggak menghiburnya?"

Angel menarik lengan baju Mario dan menggeleng pelan. Dia berkata, "Jangan salahkan anak-anak. Mereka masih kecil, masih belum mengerti."

Makanya perilaku anak-anak itu disebabkan oleh pola asuh Rosa yang buruk.

Kemarahan Mario semakin menjadi-jadi, dia berkata kepada Rosa, "Mulai besok, kamu nggak perlu mengurus anak-anak lagi. Serahkan saja semuanya ke Angel."

Apa?

Rosa membalut luka putrinya dan langsung berdiri.

Sebelum sempat berbicara, Kirana berkata terus terang, "Pa, Mama nggak pernah merebut botol. Orang itu yang sudah melepaskan botolnya, padahal Mama belum sempat pegang! Dia sengaja!"
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kau Pilih Dia, Maka Aku Pergi   Bab 50

    Angel terdiam, mengambil sampul buku itu, lalu berkata, "Ini... bersih. Jadi, kelihatan sangat rapi."Pengasuh menjawab, "Anak-anak punya desain favorit mereka sendiri." Angel melirik pengasuh yang telah menyela dengan tajam.Pengasuh ini sama seperti kepala pelayan itu, benar-benar tidak tahu sopan santun. Bibir Angel pun melengkung menjadi senyuman. Dia berkata, "Aku tahu kamu sudah merawat anak-anak tanpa lelah. Tapi sebagai pengasuh, sebaiknya kamu mundur saat keluarga berbicara. Kalau nggak, anak-anak juga jadi terbiasa menyela seenaknya."Kirana segera membelanya, "Bibi sangat baik pada kami." "Mama bilang pengasuh dan pelayan juga bagian dari keluarga, dan kita harus menghormati mereka." Reyan mengulang kata-kata yang pernah diucapkan Rosa.Meskipun mereka tidak lagi menunjukkan perlawanan terbuka terhadap Angel, tatapan mata mereka semakin jauh dan asing.Bagi mereka, Angel adalah orang luar yang bersama-sama ayahnya, telah membuat ibu mereka pergi dari rumah. Dalam hati, ke

  • Kau Pilih Dia, Maka Aku Pergi   Bab 49

    Yaitu kesabaran dan lapang dada!Hal kecil seperti ini, seharusnya Rosa mengerti dan percaya padanya.Namun, bukan hanya berulang kali meminta cerai, Rosa kini pergi meninggalkan rumah.Dia ingin melihat seberapa lama Rosa bisa bertahan di luar sana, sendirian dan tidak berdaya.Pak Suradi langsung terdiam, berbalik pergi tanpa berkata apa-apa....Mulai hari berikutnya...Mario sama sekali tidak menyebut sedikit pun tentang Rosa.Di meja sarapan, Kirana tidak melihat ibunya, jadi bertanya, "Papa, Mama mana?""Dia sudah pergi."Mario meletakkan sendoknya, wajahnya serius saat menatap anak-anaknya. "Sudah waktunya Papa beri tahu kalian ini. Mama Angel dan Papa itu orang tua kandung kalian, sedangkan Mama Rosa itu cuma ibu tiri kalian. Dia nggak mau tinggal di sini lagi, jadi kalian nggak boleh mencarinya terus. Kalian sekarang sudah masuk SD, sudah harus mengerti." Angel buru-buru menambahkan, "Benar, Kirana. Mama ngerti kalau kalian nggak suka Mama, itu karena kita belum dekat saja. T

  • Kau Pilih Dia, Maka Aku Pergi   Bab 48

    Angel seakan teringat sesuatu, lalu berkata, "Mario, aku tahu orang tuaku dulu mungkin pernah menyinggung beberapa rekan kerja, jadi mereka sekarang mau ambil kesempatan menjelek-jelekkan namaku. Keluarga Andara contohnya, dan orang-orang yang tiba-tiba muncul belakangan ini, mereka semua berniat memfitnah masa laluku. Aku beneran..."Angel sengaja mengungkit hal itu untuk memperingatkan Mario, supaya jika nanti dia dengar sesuatu, tidak langsung percaya. Mario bertanya, "Maksudmu orang-orang dari Kuil Awan Suci?""Dan orang yang baru saja memberikan hadiah kepada Rosa, dia juga bilang aku kenal seorang pengusaha kaya atau semacamnya."Angel menunduk dan berkata, "Sekarang aku nggak punya keluarga, nggak bisa membela diri. Tapi aku paham, mereka semua hanya peduli pada Rosa. Kamu jangan marah ya." "Iya, Kak."Laras berlari turun ke bawah dan membela Angel, "Orang yang tadi bawa hadiah untuk Rosa bilang Kak Angel dulu kenal seorang pengusaha kaya. Kalau dia beneran mengenal seorang pe

  • Kau Pilih Dia, Maka Aku Pergi   Bab 47

    Angel tampaknya sangat khawatir pada Mario, dia menggunakan tongkat dan turun perlahan. "Mario, sudah jangan marah lagi. Semua keributan ini, sampai ulang tahun Rosa pun terganggu, semua karena aku yang ceroboh." Rosa meliriknya sebentar sebelum berpaling ke Mario dengan senyum, dan berkata, "Menurutmu aku punya hubungan apa dengan mereka?" "Seharusnya kamu yang jawab," balas Mario, tidak menghiraukan Angel.Rosa menatap Mario yang wajahnya penuh keraguan. "Kalau aku bilang sudah kenal mereka sejak kecil, kamu percaya?" Mata Mario melebar tanpa sadar.Teman masa kecil?Angel ikut menyela, "Kenal siapa sejak kecil?" Keduanya pun terdiam.Angel mendekat ke Mario. "Mario? Apa yang kalian bicarakan?"Angel sepertinya tidak mau ada hal yang tidak diketahuinya di antara mereka. Angel sangat khawatir bahwa pria dengan jas itu mungkin telah mengatakan sesuatu yang memicu kecurigaan Mario, jadi dia ingin mengawasi pembicaraan mereka.Pak Suradi untuk pertama kalinya menunjukkan ketidaksuk

  • Kau Pilih Dia, Maka Aku Pergi   Bab 46

    "Nggak perlu," jawab Vincent ke Mario.Vincent menoleh ke Rosa, dan berkata, "Selamat ulang tahun. Jaga dirimu baik-baik, karena banyak orang yang peduli padamu."Kata-kata itu terdengar mengganggu telinga Mario.Banyak orang yang peduli pada Rosa?Siapa saja?Apakah termasuk dia, Vincent?Setelah berkata demikian, Vincent melirik Mario sebelum masuk ke mobil dengan santai.Pintu mobil tertutup. Para pengawal Keluarga Sinatra pun mulai keluar satu per satu saat lampu mobil menyala, begitu terang hingga menyilaukan....Di dalam Kediaman Sinatra.Pandangan Arga melayang santai ke arah Angel sebelum dia berkomentar, "Bu Angel memang suka jadi pusat perhatian, bukan? Selalu suka di tempat yang ramai."Ronald langsung membalas, "Jangan tindas perempuan!"Senyum Angel sedikit goyah. "Apa maksudmu?"Arga mengangkat alisnya, dan berkata, "Saya ingat Bu Angel dulu tinggal di luar negeri, kenal banyak para konglomerat, bukan?"Wajah Angel memucat sejenak.Apa maksud mereka?Bagaimana mereka bis

  • Kau Pilih Dia, Maka Aku Pergi   Bab 45

    Mario merasa dia bisa saja memaklumi jika Rosa sedang emosional. Untuk kejadian hari ini, selama dia mau mengalah dan minta maaf, tamparan itu tidak akan Mario permasalahkan. Namun, Rosa justru menatap dengan sinis wajah-wajah mereka yang penuh sikap penjilat. Penghinaan di matanya sama sekali tidak disembunyikan. Laras menyadarinya. "Apa maksudmu dengan menatap begitu? Apa kamu meremehkan Keluarga Sinatra?" Tepat saat itu, Pak Suradi memandang ke arah luar pintu dan bertanya, "Maaf, kalian siapa...?" Di tengah keributan, tidak ada yang menyadari deretan mobil mewah yang kini parkir di luar kediaman Sinatra.Lampu dari tiap mobil menyala terang, menerangi hampir seluruh sisi rumah. Sekelompok pria dengan seragam berjalan menuju pintu, masing-masing membawa kotak kado mewah dalam tangan mereka. Mereka berdiri rapi di depan pintu. Serempak berseru, "Bu Rosa, selamat ulang tahun." Rosa terpaku. Pandangan matanya jatuh ke salah satu mobil di depan. Rosa mengenali mobil itu. Mob

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status