Alea mematung. Untuk pertama kalinya, tamparan itu datang dari orang yang paling ia hormati sejak kecil. Tapi kali ini, tamparan itu terasa jauh lebih menyakitkan karena bukan hanya rasa sakit di kulit pipinya, tapi juga luka dalam di hatinya.James memandangnya dengan mata merah karena emosi. "Apa kamu pikir kamu bisa memperlakukan orang lain seenaknya hanya karena kamu keponakan Om? Kamu menendang calon istri, Om! Alea, kamu sudah kelewatan!"Linda meringkuk di lantai sambil memegangi hidungnya yang berdarah, tangisnya terdengar lirih, tapi cukup untuk membuat James semakin yakin bahwa Alea telah bertindak di luar batas.Alea menahan air matanya yang hendak tumpah. Bukan karena tamparan, bukan karena dipermalukan, tapi karena rasa sakit yang tak mampu lagi ia tahan. Suara hatinya berteriak, “Kenapa Om lebih percaya wanita itu ketimbang aku?”“Om… Aku punya bukti,” suara Alea lirih, nyaris tenggelam oleh isak napasnya. Ia angkat amplop coklat yang sejak tadi ia genggam. “Lihat ini du
Siang itu, Alea bersiap-siap keluar dari rumahnya. Setelah ia mendapatkan bukti-bukti dari suaminya, tentang kelakuan Linda. Alea tidak habis pikir, Linda bilang kalau wanita itu mencintai pamannya dengan tulus. Tapi, Linda masih berhubungan dengan pihak lain di belakang James.Keluarga Linda yang bangkrut, mengalami kejatuhan yang parah, membuat Linda membutuhkan banyak uang dan mungkin ia mendekati James demi harta. Bukan karena cinta."Keterlaluan. Pokoknya Om James gak boleh ketipu sama dia," gerutu Alea saat melihat salah satu foto yang dipegangnya. Foto itu baru diambil kemarin malam. Terlihat di foto tersebut, Linda sedang bersama seorang pria dan mereka berciuman."Dasar wanita rubah. Aku akan memperjelas ini sama Om, dengan menunjukkan bukti-bukti ini. Kalau Linda belum berubah dan dia tetap wanita murahan!" desis Alea berapi-api. Ia tidak rela kalau sampai pamannya sampai menikah dengan wanita seperti itu."Jika dari kata-kata saja, Om James tidak percaya. Maka aku akan menu
Giska menghela napas panjang, lalu melangkah mendekati tempat tidur sambil melipat tangan di dada. Matanya menatap Adrian yang masih fokus mengetik sesuatu di layar laptopnya."Mas," panggilnya dengan nada menggoda."Hmm?" Adrian menjawab tanpa menoleh. "Sebentar, Sayang. Ini tinggal sedikit lagi. Urusan kantor tadi sempat tertunda dari tiga hari yang lalu." Giska mengetuk lantai dengan ujung kakinya yang halus. "Mas Adrian. Sayang." Suaminya masih belum menoleh. Giska mendengus jengkel.Dengan kesal, Giska akhirnya naik ke atas tempat tidur, mendekat, lalu dengan satu sentakan, ia tutup layar laptop suaminya. "Cukup. Urusan kantor kamu bisa tunggu. Tapi aku? Aku istri sahmu sekarang. Malam ini malam pertama kita. Apa kamu benar-benar mau menghabiskan malam pertama kita bersama... laptop?"Adrian mengerjap, barulah ia sadar bahwa istrinya tengah berdiri di hadapannya... mengenakan lingerie merah yang menempel begitu pas di tubuhnya. Rambut Giska masih sedikit basah, menambah kesan s
"Om jangan bercanda. Om nggak mungkin sama dia ..." Alea, keponakannya itu tampak terkejut dengan ucapan pamannya. Ia pikir James hanya bercanda. Tapi lelaki itu terlihat serius dengan kata-katanya."Om serius. Dia wanita yang ingin Om nikahi."Alea mendekati pamannya dan menatap lelaki itu dengan tajam. "Om jangan main-main. Om bisa menikah sama wanita lain, tapi jangan wanita ini, Om. Wanita ini wanita yang bisa tidur dengan siapa saja. Wanita ini ... Wanita murahan!" sentak Alea yang membuat Linda mendongak dan menatap mantan sahabatnya itu."Lea! Jangan berkata seperti itu pada Linda!"Bentakan James pada istrinya, membuat Juno sakit hati dan lelaki dewasa itu pun berdiri di depan James. "Jangan berani, kamu bentak istriku!"Juno menatap James dengan tajam. Suasana pun berubah menjadi tegang."Linda, bilang sama aku. Kamu mau apa? Kamu butuh uang? Atau apa? Aku akan berikan, tapi jauhi pamanku. Jangan dekati dia," ujar Alea sinis."Alea, aku mencintai pamanmu. Aku ..." lirih Linda
Alea memandangi Giska yang tampak anggun di pelaminan. Sosok sahabatnya itu terlihat jauh lebih dewasa kini. Giska bukan lagi perempuan yang dipenuhi keraguan dan luka. Hari ini, dia adalah pengantin yang bahagia, yang yakin pada pilihannya. Dan Adrian, yang berdiri gagah di sampingnya, tak kalah bahagia. Sorot matanya penuh harap dan tanggung jawab."Giska dan Pak Adrian sangat cocok!" seru Alea senang."Iya, mereka memang cocok, Sayang." Juno menimpali ucapan istrinya. Ia ikut bahagia melihat orang kepercayaan yang sudah seperti saudaranya sendiri, sudah menemukan tambatan hati.Pernikahan yang digelar secara terbatas itu berlangsung hangat dan intim. Hanya keluarga dekat, sahabat-sahabat terpilih, serta beberapa rekan kerja yang diundang. Tidak ada pesta besar. Tidak ada dekorasi megah. Namun, justru kesederhanaan itu yang membuat segalanya terasa begitu tulus.Alea duduk di kursi undangan bersama Juno. Mereka sempat berdiri di barisan depan untuk mengucapkan selamat dan memeluk Gi
Setelah momen emosional itu, Juno tetap berada di sisi Alea. Ia memutuskan membatalkan semua jadwal hari itu, bahkan rapat penting yang dijadwalkan dengan investor asing. Baginya, tak ada yang lebih penting dari istrinya dan anak mereka yang baru tumbuh di rahim Alea. Dunia luar seakan tak berarti apa-apa dibandingkan dengan keajaiban kecil yang kini bersemayam dalam tubuh istrinya.Ia sangat bahagia, bahkan beberapa kali meneteskan air mata. Seorang Juno menangis. Hari itu, ruangan rawat inap Alea disulap menjadi tempat penuh kasih. Juno memanggil perawat untuk mengganti bantal dengan yang lebih empuk, menyalakan diffuser aromaterapi, dan menyuapi Alea makanan hangat yang dipesannya dari luar.“Sebentar lagi kita periksa ke dokter kandungan yang paling bagus di rumah sakit ini. Aku mau pastikan kamu dan bayi kita sehat,” ucap Juno sambil menyendokkan sup ke mulut Alea.Alea tersenyum samar, perasaannya masih belum stabil. Kadang ia merasa marah, lalu sedih, lalu bahagia tanpa sebab.