"Oh, jadi kamu pacarnya? Kalau begitu kamu bisa bayar hutangnya," ucap salah satu pria itu seraya melihat ke arah Martin. Dia tersenyum dan mengira kalau Martin adalah orang kaya."Sebutkan saja berapa?" tanya Martin dengan tegas."Hutang ayah dari wanita ini 1 Milyar, belum termasuk bunganya.""Baik, berikan nomor ponsel bapak dan saya akan menghubungi bapak besok. Perlu waktu untuk saya mencairkan uangnya. Saya janji, besok saya akan bayar semuanya!" ujar Martin yang tampak bersungguh-sungguh dengan ucapannya."Martin, jangan ikut campur. Kamu—"Martin memotong ucapan Alea yang belum usai. "Diam dulu, Lea."Setelah Martin selesai berbicara dengan orang-orang itu. Mereka mempercayai Martin dan langsung pergi dari sana. Tapi Alea marah padanya."Kenapa kamu ikut campur urusan aku, Martin?""Karena aku pacar kamu." Dengan enteng, Martin mengatakan itu."Berhenti bicara seperti itu. Jelas-jelas kita udah putus, jadi kita bukan siapa-siapa lagi!" ujar Alea dengan penuh penegasan, menegas
Beberapa menit sebelumnya, Juno mendapatkan kabar dari Adrian kalau Rosaline menghilang saat tiba di kota ini. Juno pun disibukkan mencari mamanya. Dia sampai lupa menyimpan ponselnya di mana dan menghubungi Alea. Saat dia kembali ke kantor, Alea sudah tidak ada, sepertinya dia pulang duluan. Begitu pikir Juno. Juno pun mencoba menghubungi Alea, tapi tidak diangkat. "Mungkin dia sedang dijalan," pikirnya lagi. "Adrian, bagaimana? Apa mereka sudah menemukan mamaku?" tanya Juno saat melihat Adrian berjalan menghampirinya dengan tergesa-gesa. Adrian menggelengkan kepalanya. "Belum, Pak presdir." Juno menghela napas berat dan terlihat khawatir pada ibunya itu. "Astaga. Mama! Kenapa mama seperti ini sih? Mama belum benar-benar sembuh dan sekarang malah kelayapan!" Apalagi ibunya baru sembuh dari sakit DBD dan sempat dirawat di rumah sakit selama lebih dari seminggu. Tapi sekarang ibunya itu sudah berkeliaran ke luar rumah bahkan keluar kota, padahal kondisinya belum pulih sepenuh
Rosaline menceritakan pertemuannya dengan Alea pada Juno. Syukurlah ibunya tidak mengatakan hal yang macam-macam pada Alea. Tapi, ibunya itu sudah iseng menyamar dan mendekati Alea."Dia sangat baik Juno dan yang terpenting dia adalah seorang wanita. Akhirnya mama bisa memiliki cucu darimu. Mama kira kamu tidak akan pernah menikah seumur hidup!" Rosaline tampak senang."Ayo tunggu apa lagi, cepat segerakan pernikahan kalian!" ujar Rosaline dengan kedua mata yang membara penuh semangat.Segerakan apanya? Juno bahkan belum bisa membuat Alea mengatakan cinta padanya. Belum pasti juga wanita itu akan jatuh cinta padanya. Meskipun dia sudah banyak melakukan banyak hal untuk menunjukkan perasannya. Tapi, Alea sudah mulai menunjukkan tanda-tanda perhatian padanya. Contohnya, membuatkan makan siang dan chat duluan."Hey Juno! Kenapa kamu malah diam saja? Mama lagi tanya sama kamu. Gimana? Kapan kamu mau Mama lamar dia untuk jadi mantu Mama?" omel Rosaline. Wanita ini tidak akan berhenti berta
Juno sangat panik saat melihat jam dinding. Sialnya, dia lupa mencharger ponselnya karena ketiduran. Bahkan dia belum mengecek tentang reservasi restoran yang sudah diperintahkannya kepada Adrian.Buru-buru dia mencharger sambil menyalakan ponselnya dan dia akhirnya melihat ada banyak notifikasi di ponselnya. Banyak pesan masuk dan panggilan tak terjawab dari kekasihnya."Sial! Dia pasti marah padaku," desis Juno sambil mengusap wajahnya dengan kasar. Dia membayangkan apa yang akan terjadi nantinya. Alea pasti marah kan?Tidak bisa, dia tidak bisa diam saja dan menunggu di sini. Dia menelpon Adrian tentang reservasi restoran itu dan Adrian mengatakan kalau restoran itu tidak bisa di reservasi pada hari ini."Sialan! Kenapa kamu tidak memberitahu saya dari tadi, hah?" tanya Juno dengan kesal, karena Adrian baru memberitahunya sekarang."Maafkan saya Pak. Nomor bapak dari tadi mati. Saya sudah mencoba untuk menghubungi bapak dari tadi dan mengabarkan ini. Tapi—""Jadi menurutmu ini adal
"Om lagi ngapain di sini?" tanya Martin penasaran. Kenapa omnya yang kuno ini datang ke restoran mewah tempat anak muda nongkrong. Omnya yang tidak pernah memikirkan hal-hal tentang kata romantis, atau wanita. Sekarang malah datang ke sini. "Bukan urusanmu, Martin." Seperti biasa, omnya itu selalu bersikap jutek dan berwajah datar. Martin juga terbiasa dengan itu. "Jangan bilang Om lagi mau ketemuan sama pacar Om?" tanya Martin dengan wajah tak percaya kalau omnya punya pacar. Juno tak mengindahkan Martin. Tanpa sengaja dia melihat ke arah Linda yang berada di samping Martin, wanita itu terus melihatnya. Juno mengerutkan dahi karena tidak menyukainya. "Apa dia pacar yang kau selingkuhi, Martin?" bisik Juno pada keponakannya itu. "Mana mungkin. Pacarku sangat cantik, dia cuma mainan saja," jawab Martin dengan suara yang cukup keras. Hingga Linda mendengarnya. Linda terlihat kesal, tapi dia tidak bicara sepatah katapun. Dia juga tidak beranjak pergi dari sana. Jawaban itu
Tak butuh waktu lama bagi Adrian untuk melacak lokasi Alea lewat orang suruhannya yang memang sudah handal dalam bidang ITE. Dalam waktu kurang dari tujuh menit, Adrian langsung membagikan informasi tersebut kepada Juno melalui sambungan telepon."Alea ada di apartemen?" tanya Juno dengan nada cemas."Iya, Pak. Bu Alea ada di Apartemen Rose. Beliau masuk ke unit 021 sekitar sejam yang lalu," jawab Adrian dengan nada serius.Juno menghela napas lega. Setidaknya sekarang ia tahu di mana kekasihnya berada. Ia merasa sedikit tenang karena Alea tidak kembali ke klub hiburan malam seperti yang sempat terjadi sebelumnya."Baik. Aku akan segera ke sana!" katanya mantap, sambil bersiap-siap masuk ke dalam mobilnya."Oh iya, apartemennya atas nama siapa?" tanya Juno lagi, ingin memastikan lebih banyak detail."Atas nama ..." Adrian tiba-tiba saja menjeda kalimatnya di sana. Hingga membuat Juno penasaran."Atas nama siapa?" tanya Juno lagi."A-atas nama Yudha Prasetya," jawab Adrian gugup.Seket
Refleks karena terkejut dengan apa yang baru saja terjadi kepadanya, membuat Alea melayangkan tangannya pada wajah Juno. Pria itu juga menerimanya dengan senang hati. "Om benar-benar keterlaluan. Apa Om nggak tahu tempat? Aku udah bilang jangan sentuh aku sembarangan, apa lagi menyentuh dengan intim seperti barusan," ujar Alea marah-marah. Dia benar-benar malu di depan Giska dan petugas keamanan yang ada di sana. Mereka melihat Juno mencium bibirnya. Alea paling tidak suka, kalau hal intim diumbar dan diketahui banyak orang. Itu juga yang pernah dia tekankan, saat dia masih berhubungan dengan Martin, mantan kekasihnya. "Maaf Sayang, aku cuma—" "Ngapain Om ke sini hah?" Wanita itu langsung memotong ucapannya. Tatapan matanya tampak sengit pada Juno. "Aku nyari kamu ke rumah dan ke restoran, ternyata kami gak ada. Akhirnya aku tahu kamu ada di sini. Maaf, aku—" "Pergi dari sini!" Tak mau mendengarkan penjelasan dari Juno, Alea pun mengusirnya. Ketika dia sudah marah, dia ti
Dengan hati yang masih tak tenang, diliputi kegelisahan, Juno terpaksa meninggalkan Alea di apartemen Giska. Dia sebenarnya berat melangkah pergi, namun juga tak ingin mengganggu Alea yang mungkin butuh istirahat setelah hari yang melelahkan secara emosional. Setidaknya hatinya sedikit lega—melihat Alea dalam keadaan baik-baik saja dan bersama teman wanitanya memberinya secercah harapan bahwa semuanya akan membaik."Semoga saja Alea tidak lama marahnya," gumam Juno sambil mengendarai mobilnya menembus dinginnya malam yang sunyi. Sesekali ia melirik jam di dashboard, menyadari betapa larutnya waktu. Namun pikirannya tetap melayang-layang, memutar kembali percakapan terakhir mereka, mencoba memahami bagian mana yang membuat Alea begitu kecewa padanya. Ya, dia sudah tahu dan paham apa yang membuat Alea marah.Begitu sampai di apartemennya, Juno mendapati ibunya masih terjaga. Di atas sofa ruang tamu, Rosaline tampak setengah tertidur, namun langsung terbangun saat mendengar suara pintu t
Di rumah Alea ...Malam semakin larut. Alea sudah berganti pakaian dan kini duduk di kasurnya, memeluk bantal sambil menatap kosong ke arah jendela. Juno mengetuk pintu pelan sebelum masuk.“Sudah minum obat?”Alea mengangguk, belum lama dia meminum obat sakit kepala karena kepalanya sedikit pusing. Setelah kejadian buruk yang hampir menimpanya.Juno menarik kursi dan duduk di dekat tempat tidur. “Kamu mau aku temani di sini, atau aku tidur di sofa?”Alea menggeleng. “Tidur di sini aja. Aku takut malam-malam kamu nggak denger kalau aku butuh bantuan.”Juno tersenyum dan membuka jaketnya, lalu duduk di sisi tempat tidur. “Kamu tahu nggak, Alea... sejak kamu datang ke hidupku, semuanya berubah.”“Berubah gimana?”“Aku jadi lebih takut kehilangan. Lebih gampang khawatir. Tapi juga... aku merasa hidupku lebih berarti.”Alea menatap mata Juno, lalu menyandarkan kepalanya di bahu lelaki itu. “Terima kasih sudah sabar menghadapi aku yang pemarah ini."Juno mengecup ubun-ubunnya lembut. “Sela
Rosaline segera menghampiri dan memeriksa wajah Alea dengan mata berkaca-kaca. "Kamu pucat sekali, sayang. Sudah jangan banyak bicara dulu. Mama takut kamu pingsan. Juno, kita bawa Alea pulang saja. Dia perlu istirahat."Juno mengangguk setuju. “Kita nggak bisa biarin dia di sini terus. Apalagi setelah kejadian tadi. Rumah sakit ini juga bukan tempat yang aman buat Alea sekarang.”Alea sempat membuka mulut, hendak menolak. Namun, kepalanya kembali berdenyut pelan. Ia hanya bisa mengangguk kecil, membiarkan Juno merangkul tubuhnya yang masih terasa lemas. Juno dan Rosaline bergantian membantunya berjalan keluar dari rumah sakit, melewati lorong-lorong yang terasa begitu panjang malam itu.Di parkiran, Rosaline memeluk Alea erat sekali sebelum masuk ke mobil. “Mama akan urus semuanya dari pihak kepolisian. Kamu nggak usah pikirin apapun dulu, sayang. Fokus sembuh dan jangan stress."Alea mengangguk pelan. “Terima kasih, Mama.”Rosaline menatap Juno tajam. “Temani dia baik-baik malam ini
Ghea yang polos, tak tahu apa maksud perkataan Martin. Keningnya berkerut dan ia berpikir keras artinya. Melihat Ghea yang diam saja dan tidak menjawab ajakannya. Martin mulai kesal. Ia pun melepaskan pelukannya dari Ghea dan beranjak dari atas kolam renang itu."Kak. Kakak mau ke mana?""Aku akan antar kamu pulang. Sekarang cepat mandi dan pakai bajumu," ujar Martin dingin seraya memakai bathrobe yang ada di atas kursi santai di sana. Ia bicara tanpa menoleh ke arah Ghea sedikitpun.Ghea ikut beranjak dari kolam renang dan menyusul Martin. Sebab ia melihat gelagat aneh lelaki itu, sikapnya yang berubah drastis, tampak jelas dari nada bicara yang dingin."Kak. Kenapa kakak marah?" tanya Ghea dengan nada manja yang dibuat buat.Martin berdecak menahan kesal. "Ck, kamu masih nanya?""Memangnya apa yang buat kamu marah sama aku, Kak?" Ghea kembali bertanya karena memang ia tidak paham.'Anjir, ternyata dia beneran bego' kata Martin dalam hatinya. "Kamu nggak jawaban pertanyaanku tadi, G
Tepat saat air dari botol itu mengenai wajahnya, punggung seseorang sudah lebih dulu menghalanginya. Air itu mengenai punggungnya."Aaakh!" Pria itu menjerit saat merasakan sensasi panas dipunggungnya.Alea tampak panik, ia terkejut saat melihat seorang pria yang hendak menyiram wajahnya dengan air dan juga pria asing yang datang tiba-tiba untuk menyelamatkannya.Tak lama kemudian, dua orang pria berpakaian serba hitam datang menghampiri Alea dan pria penolongnya itu, entah dari mana."Kejar dia. Jangan sampai lepas," ujar pria yang menyelamatkan Alea sambil menahan rasa sakit dipunggungnya. Wajahnya mulai berkeringat."Baik, Tuan." Dua orang pria itu langsung mengejar si pengendara motor yang sudah ngebut. Mereka juga naik motor untuk mengejarnya."Nona, nona tidak apa-apa?" tanya pria itu pada Alea."A-aku ..." Wanita itu tampak bingung. Apa yang sebenarnya terjadi?Hingga Alea pun membantu membawa pria itu ke rumah sakit. Dokter segera memeriksa kondisinya dan pria itu ternyata men
***Siang itu, di rooftop perusahaan...Langit mendung menaungi atap gedung tinggi itu. Angin sepoi-sepoi menggerakkan helai rambut Alea yang tergerai, meski sebagian tertahan oleh penjepit kecil di samping kepalanya. Ia bersedekap, berdiri di sisi pagar pengaman, menatap ke kejauhan. Di sebelahnya, Juno berdiri canggung, menunggu Alea membuka suara terlebih dahulu.Akhirnya, setelah beberapa menit hanya ditemani suara angin dan hiruk-pikuk samar dari jalanan di bawah, Alea berbicara."Aku masih marah, Uncle. Jangan salah paham, aku setuju bicara sama kamu ... bukan berarti aku udah nggak marah." Juno menunduk. “Aku tahu Sayang." "Aku nggak suka dibohongi. Atau... disembunyikan, bahkan kalau kamu pikir itu untuk kebaikanku.”Juno menarik napas dalam. “Aku nggak pernah berniat nyakitin kamu, Lea sayang. Aku cuma takut kalau kamu tahu tentang dia—tentang Sheryn, kamu akan pergi.”"Intinya saja. Apa kamu selingkuh?"Kedua mata Juno membulat, ia menyangkalnya. "Itu tidak akan pernah ter
Juno menggenggam kemudinya erat. Ia sudah tahu langkah selanjutnya. Dia akan menghubungi pengacaranya malam ini juga.Sheryn harus kembali ke tempatnya—rumah sakit jiwa. Dan kali ini, untuk selamanya. Ia tidak bisa membiarkan Sheryn berkeliaran menganggunya."Kenapa juga dia bisa ada di sini? Aku tidak boleh tinggal diam!"Lelaki dewasa itu langsung menghubungi mamanya, dia mengatakan ingin bertemu dengan mamanya sekarang juga dan tentunya untuk membicarakan hal ini. Rosaline pun memintanya datang ke rumah anak sulungnya, yaitu Raisa. Karena Rosaline sedang menginap di sini.Beberapa menit melalui perjalanan, akhirnya Juno sampai di rumah kakak sulungnya yang sekarang sudah menjada itu. Ia datang untuk menemui mamanya."Juno, kamu datang?" sambut Raisa, kakaknya, kepadanya."Mama ada?""Mama ada di dalam."Tanpa menjawab ucapan Raisa, Juno langsung menerobos masuk ke dalam rumah. Raisa hanya bisa mendengus, melihat ketidaksopanan adiknya itu dan mengikutinya dari belakang.Rosaline ya
Giska tidak langsung membuka pintu apartemennya, karena dia sekarang bingung. Apa dia harus membukanya atau tidak. Lebih baik dia bertanya dulu kepada Alea."Aku harus tanya dulu sama Alea." Giska hendak pergi ke kamar mandi yang ada di dalam kamarnya. Tapi sebelum itu, teriakan Juno membuatnya terdiam."Giska, kalau kamu tidak mau membuka pintunya. Saya akan membuat kamu tinggal di jalanan dan membuat kamu dikeluarkan dari perusahaan tempat kamu bekerja!"Giska terkejut dengan ancaman yang dikatakan oleh Juno. Ia juga tahu, kalau Juno bisa melakukan apa saja untuk membuat orang jatuh dan bangkit dalam sekejap. Pria itu bahkan bisa mengenggam dunia ditangannya, karena semuanya itu sangat mudah baginya."Giska, kamu dengar saya? Buka pintunya, atau saya benar-benar akan merealisasikan ucapan saya." Juno sudah berdiri di depan pintu dengan perasaan geram dan gelisah.Ia harus bicara dengan Alea sekarang juga."I-iya Pak Juno, saya akan—" Giska terlihat gugup, ia akan membuka pintunya tap
"UNCLE!"Suara Alea menggema di dalam apartemen mewah itu, membekukan suasana seketika. Juno yang tengah berdiri kaku seperti patung, langsung mendorong tubuh wanita muda yang mencium dan memeluknya."Sheryn! Apa yang kamu lakukan?!" seru Juno panik, sambil melirik ke arah Alea yang wajahnya memucat antara marah dan tidak percaya.Gadis yang mencium Juno itu—Sheryn—hanya tersenyum santai, seolah tak terjadi apa pun. Bibirnya masih menyisakan kilau lipstik merah, matanya menatap Alea dengan tatapan menantang."Aku hanya menunjukkan rasa rinduku sama pacarku," jawab Sheryn dengan nada manja, jelas sengaja memancing emosi."AKU APA?!" Juno menatap Sheryn dengan panik . "Kapan aku pernah jadi pacar kamu? Dasar gila!" Namun sebelum Juno sempat menjelaskan lebih jauh, Alea sudah melangkah maju dengan wajah penuh emosi. Tangannya mengepal, bibirnya gemetar karena menahan kemarahan."Kamu siapa?!" Alea membentak Sheryn. "Seingatku, calon suamiku tidak pernah berselingkuh dariku," kata Alea l
Melihat temannya dalam keadaan patah hati, tentu saja Alea tidak tinggal diam. Wanita itu mendekati Giska yang sedang menenggak air didalam botol minuman beralkohol itu. Alea mengambil botol itu dan menyimpannya ke atas meja."Mau apa lagi sih kamu, Kak? Nggak cukup kamu selingkuh, tidur sama lonte itu. Sekarang kamu ngambil minuman aku. Dasar kamu laki-laki—""Aaahh!" Giska memekik kesakitan, kala tangan Alea mencubit keras pipinya."Lihat baik-baik. Aku siapa, Giska." Alea masih mencubit pipi Giska dan menguyel uyel pipi chubby wanita berdarah Tionghoa itu.Seketika kesadaran Giska kembali. Ia kini melihat seorang wanita berambut panjang di depannya. "Kamu bukan Kak Radit si bajingan itu?""Iya, bukan.""Lalu kamu siapa?" tanya Giska polos seraya memandangi Alea, memperhatikan wajah wanita cantik itu."Aku ibu peri."Giska terkekeh sampai menundukkan deretan giginya yang rapi. "Haha. Mana ada ibu peri. Kamu itu Alea, best friend terbaikku. Best friend forever deh pokonya,haha."Alea