Alea menelan salivanya sendiri dan mematung ketika Juno mengatakan bahwa dia hanya memiliki dua pilihan. Kata-kata pria itu terdengar begitu ambigu, membuat pikirannya dipenuhi berbagai spekulasi.
"A-apa maksud Bapak? Kenapa Bapak bicara aneh seperti ini?" tanya Alea dengan gugup. Dia berusaha menerka maksud sebenarnya di balik ucapan Juno. Apakah dia salah dengar? Atau justru pria itu benar-benar mengatakan sesuatu yang sulit dipercaya? "Apa saya salah dengar? Bapak meminta saya untuk berpacaran dengan Bapak?" tanyanya lagi, kini dengan suara pelan seperti berbisik. Namun, Juno hanya tersenyum tipis tanpa segera memberikan jawaban. Tatapan matanya tetap tenang, seolah menikmati kebingungan Alea. Sementara itu, Alea mulai kehilangan kesabaran. "Pak, saya lagi tanya sama Bapak!" ujar Alea dengan nada lebih tinggi. Dia merasa perlu mendapatkan kepastian. Juno mengangkat sebelah alisnya sebelum akhirnya berucap, "Saya tidak tuli, jadi kamu tidak usah berteriak seperti itu untuk berbicara dengan saya." Suaranya terdengar datar, tetapi entah kenapa, justru semakin membuat Alea penasaran. Jantung Alea berdebar lebih kencang, terlebih saat melihat sorot mata tajam berwarna abu-abu itu. Dari sana Alea bisa tahu, kalau Juno mungkin adalah pria blasteran. "Maka dari itu, Bapak jawab dong pertanyaan saya. Apa maksud Bapak memberi saya pilihan seperti itu?" "Iya, memang saya memerintahkanmu berpacaran dengan saya." Kening Alea mengerut mendengar kata yang terdengar aneh olehnya. "Memerintah?" "Berpacaran dengan saya atau kamu angkat kaki dari perusahaan ini." "Apa? Atas dasar apa saya harus menuruti perintah Bapak?" Alea tidak terima dengan pemaksaan dan ancaman dari Juno. Apalagi pemaksaan dan ancaman ini tidak berdasar "Karena saya merasa kita akan menjadi partner yang cocok. Terutama partner diatas ranjang, seperti tadi malam." Senyuman Juno tampak menyeringai, dingin dan tatapannya menusuk Alea. "APA?" Lagi-lagi Alea dibuat kaget dengan pernyataan dari Juno. Perkataan Juno membuatnya berusaha untuk mengingat malam itu, tapi dia tidak ingat dengan adegan ranjang apapun. Sial, dia terlalu mabuk untuk mengingatnya. "Ki-kita bahkan tidak tidur bersama. Jangan bicara soal partner ranjang!" ujar Alea menyangkal dengan tegas. "Kau benar-benar tidak ingat kejadian semalam?" Pertanyaan Juno sontak saja membuat Alea terkejut bukan main. Tubuhnya gemetaran, dia juga menggigit bibirnya sendiri. Tanpa Alea sadari, Juno tengah menatap dirinya dengan intens. "Kita tidak tidur bersama kan, Pak?" bisik Alea. "Kamu bilang apa? Saya tidak bisa mendengarmu bicara dari sana," ucap Juno yang dengan kata lain, meminta Alea untuk mendekat kembali ke arahnya. Alea menurut. Dengan perasaan campur aduk, dia melangkah mendekati Juno. Pria itu hanya menatapnya dengan mata tajam yang sulit ditebak, lalu tersenyum tipis—senyum yang dingin, nyaris tanpa emosi. "Kita tidak tidur bersama, kan, Pak?" Alea mengulang pertanyaannya, suaranya bergetar sedikit. Juno menatapnya tanpa tergesa, seolah menikmati kegelisahan di wajahnya. "Rupanya kamu tidak ingat," katanya dengan nada datar, nyaris mengejek. "Sayang sekali." Alea mengepalkan tangannya. "Ngomong aja, Pak! Sebenarnya kita melakukan apa di dalam kamar itu?" Desaknya, frustrasi. "Bapak tinggal jawab, kan?" Juno tetap tak tergoyahkan. Matanya menyipit sedikit, seolah menimbang sesuatu. Kemudian, bibirnya melengkung tipis lagi, tapi kali ini lebih dingin. "Jawaban itu... tergantung seberapa siap kamu mendengarnya," ucapnya pelan, tapi menusuk. "Saya siap." Juno pun beranjak dari tempat duduknya, kemudian dia berdiri di depan Alea. Tampak jelas wanita itu gelisah. "Kamu siap mendengarnya?" Alea mengangguk. "Sungguh?" "Iya Pak. Cepet cerita, jangan lama-lama," ucap Alea yang tak sabar mendengar cerita dan kepingan ingatan yang tak dia ingat semalam. Melihat Alea yang sudah tak sabar, tangan Juno pun mulai bergerak dan meraih pinggang kecil Alea. Hanya dengan satu tarikan, Alea mudah jatuh ke dalam pelukannya. "Pak, apa yang anda lakukan? Kenapa Bapak malah memeluk saya? Jangan kurang ajar ya!" ujar Alea melayangkan protes. "Saya akan cerita. Dengan ini." Kedua mata Alea membelalak ketika dia merasakan benda kenyal menyentuh bibirnya. Tidak hanya menyentuh, tapi benda kenyal itu melumat bibirnya semakin dalam. Semalam dia sudah melakukan ciuman pertamanya, tapi sekarang dia baru benar-benar merasakannya. "Eungh—" Alea melenguh, kala bibir Juno mulai menginvasi bibirnya dan memaksa masuk ke dalam dirinya. Namun, sebelum itu terjadi, Alea berusaha melawan dengan memukul-mukul dada bidang pria itu yang terbalut jas dan kemeja mahal. Akan tetapi, tenaga pria itu sangat kuat sampai dia kesulitan memberontak dan melawan. Juno terlihat sangat menikmati apa yang dia lakukan pada Alea, tapi tidak dengan Alea yang terlihat marah. Kedua matanya mulai berkaca-kaca. Akhirnya Alea menginjak kaki Juno dengan ujung heelsnya, barulah Juno melepaskan pelukan dan juga pagutan bibir mereka. "Haaah ... haaahh ..." Alea meraup oksigen sebanyak-banyaknya, setelah sempat kehilangan udara beberapa detik. Wajahnya tampak memerah, matanya menyalang tajam tertuju pada Juno yang terlihat sama sekali tidak merasa bersalah. Tangan Alea melayang menampar pipi lelaki dewasa itu. "Bapak sangat keterlaluan," desis Alea marah. Sementara Juno, lelaki itu malah tersenyum tipis setelah menerima tamparan dari Alea. "Oh, jadi ini jawabanmu, Nona?" TBCGhea membeku di tempat. Kata-kata Martin barusan menamparnya pelan tapi telak. “Orang yang aku cintai”? Ia hampir tak percaya mendengar itu keluar dari mulut Martin. Setelah semua luka, setelah perceraian, setelah ia mencoba mati-matian melupakan dan merajut kisah baru bersama Arkan. Pria itu masih mengucapkan kata cinta?Ia menunduk, menatap tangan yang gemetar, mencoba menstabilkan napas yang mulai tak teratur. Suasana di food court kini kembali tenang, tapi dunia dalam hatinya justru ribut.“Sudah, Kak...” ucap Ghea pelan. “Jangan bilang hal-hal yang bikin aku makin muak!"Martin maju satu langkah, tapi tak menyentuhnya. Ia masih tahu batas. “Aku tahu ini egois. Tapi aku nggak bisa bohong, Ghe. Kamu satu-satunya wanita yang pernah aku cintai dengan cara yang paling dalam. Bahkan lebih dari saat aku mencintai Alea. Dan aku salah, karena dulu terlalu bodoh." Ghea mengatupkan bibirnya kuat-kuat. Ia tidak ingin menangis. Tidak di hadapan Martin. Tidak hari ini.“Aku udah memulai hidup
“Cukup!”Sebuah suara berat dan penuh wibawa membuat semua mata di food court itu sontak menoleh. Termasuk Ghea, yang terkejut melihat siapa pemilik suara itu.Martin.Mantan suaminya berdiri tak jauh dari meja tempat Ghea duduk. Matanya tajam mengarah ke Lula, ekspresi wajahnya datar tapi menyimpan amarah. Di sampingnya, dua pria berjas hitam tampak ikut berhenti, terlihat seperti rekan bisnis Martin yang sedang menemani.Martin melangkah cepat menghampiri meja Ghea dan Lula. Ia mengabaikan tatapan penasaran orang-orang di sekitar, mengabaikan para pelayan yang mencoba menenangkan suasana. Fokusnya hanya satu: Ghea.Lula mengedipkan mata, tertegun beberapa detik. Pria tinggi dan gagah itu berdiri tepat di hadapannya, dan aura dinginnya terasa menekan.“Siapa kamu?” tanya Lula agak ketus, meski suara gadis itu sedikit bergetar.“Bukan urusanmu siapa aku,” Martin menjawab dingin. “Tapi yang jelas, hanya orang bodoh yang akan bersikap tidak sopan pada wanita yang lebih tua darinya!"Lul
Acara jalan-jalan ke resort terpaksa harus dibatalkan, karena Juno memilki masalah di kantornya. Alea mencoba mengerti masalah suaminya dan ia berdoa agar suaminya cepat menyelesaikan masalah itu.Kedua ibu muda saat ini tengah bersama ditempat baby spa, mereka membawa baby mereka untuk jalan-jalan di hari libur. Sekalian spa baby. Aldrich dan Michael terlihat menikmati baby spa di sana. Setelahnya, kedua bayi itu diajak ibu mereka ke sebuah restoran yang ada di dekat kantor Juno."Suamiku sangat sibuk, dia selalu lembur sekarang. Tapi Al, apa benar suamiku lembur? Atau jangan-jangan dia selingkuh dariku!"Giska heboh sendiri dan overthinking. Terkadang ia selalu overthinking berlebihan dan hanya Alea juga Adrian yang bisa menenangkan wanita ini."Tenang saja. Dia sudah bucin sama kamu, Giska. Dikasih sepuluh wanita saja dia tidak akan tergoda. Jangan ovt ...karena suamiku juga sekarang suka lembur. Mereka memang sibuk bekerja. Okeh?" ucap Alea yang berpikiran lebih tenang dari Giska,
Hari Minggu mereka berlanjut dengan penuh keceriaan. Setelah menonton film romantis, Alea dan Juno mengajak Aldrich jalan-jalan sore ke taman kecil di sekitar komplek. Cuaca begitu bersahabat, langit cerah, angin sejuk, dan aroma bunga kamboja dari taman tetangga ikut menyempurnakan suasana.Aldrich digendong Juno sambil sesekali berceloteh kecil, mencoba mengoceh dengan bahasa bayinya yang belum bisa dimengerti siapa pun kecuali mungkin oleh Alea. Ia tertawa saat Juno menggelitik perutnya, lalu menatap ibunya dengan mata bundar yang bening dan polos.“Anak kita kelihatan bahagia ya, Mas,” gumam Alea sambil mengusap kepala Aldrich.“Banget. Dia punya ibu secantik kamu, mana mungkin nggak bahagia. Dia gak boleh sedih." Alea tersipu, lalu memukul pelan dada Juno. “Gombal terus.”Mereka duduk di bangku taman, menikmati langit sore yang berwarna jingga. Sesekali pasangan lain lewat sambil membawa anak juga. Beberapa menyapa, beberapa hanya tersenyum.“Mas,” kata Alea pelan, “Hari-hari ka
Beberapa jam kemudian.Alea terbaring dengan tubuh lelah, namun senyuman manis tak henti-hentinya menghiasi wajahnya. Rambutnya berantakan, wajahnya sedikit kemerahan. Ia menoleh pelan ke arah Juno yang juga terbaring di sampingnya, masih memeluk tubuhnya dengan erat, seolah tak ingin melepaskannya sedetik pun.Juno menyibak beberapa helai rambut Alea yang menutupi wajahnya, lalu mengecup lembut kening sang istri.“Terima kasih untuk malam ini, Sayang,” bisiknya lirih. “Kamu tahu? Aku benar-benar merasa seperti pria paling beruntung di dunia.”Alea menatap suaminya dengan mata berbinar. “Terima kasih juga, Mas… udah mau... menerima aku kembali, dan… mencintaiku tanpa syarat.”Mereka kembali saling berpelukan dalam keheningan malam yang hangat.***Keesokan paginya, sinar matahari menerobos tirai jendela kamar mereka. Juno sudah lebih dulu bangun. Ia mengenakan celana training dan kaus oblong, lalu dengan cekatan masuk ke dapur dan mulai memasak. Tangannya lincah menyiapkan roti pangga
"Mas, kenapa diam aja? Mau nggak?" tanya Alea kepada suaminya yang berdiri mematung di ambang pintu kamar. Menyaksikan dirinya dalam penampilan yang menantang. Bisa ia pastikan kalau suaminya itu tergoda.Juno masih berdiri di sana dengan kedua mata tak berkedip, ia terpana melihat istrinya yang sangat-sangat cantik. Lingerie berwarna hitam, yang menunjukkan lekuk tubuhnya, sangat kontras dengan kulitnya yang putih bersih. Rambutnya yang berwarna kecoklatan, membuat Juno selalu tergila-gila.Setelah lahiran, wajah dan penampilan Alea, tidak seperti ibu-ibu lain yang mungkin kesulitan mengurus diri. Melainkan seperti anak muda yang terlahir kembali. Cantiknya berkali-kali lipat, terutama di mata Juno.'Shit. Melihatnya seperti ini saja, aku sudah tegang. Matilah aku' Juno mengumpat dalam hati. Bagian bawahnya menegang, hanya dengan melihat istrinya."Mas. Sini?" Goda Alea seraya mengedipkan sebelah matanya dan tersenyum nakal.Benar, wanita ini menggodanya. Jelas dari gerak-geriknya it