Malam itu, sebelum Juno menemui Alea. Pria itu membeli makanan dan bunga untuk kekasihnya itu. Beberapa menit kemudian, Juno sampai di rumah Alea. Dia disambut oleh wanitanya dengan wajah cemberut."Sayang.""Masuklah."Juno masuk ke dalam rumah kekasihnya. Tanpa aba-aba, ia mencium bibir Alea dan memeluknya. Alea terkesiap dengan tindakan yang tiba-tiba itu.Belum sempat Alea menolak, lidah lelaki dewasa itu sudah lebih dulu menginvasi bibir dan mulutnya. "Eungh."Mereka berdua berakhir duduk di atas sofa, dengan posisi Alea yang berada di atas pangkuan Juno. "Kenapa tiba-tiba cium sih, Uncle?" tanya Alea dengan bibir mencebik."Aku kangen. Udah lama nggak ciuman.""Inget loh, aku masih marah. Bibir kamu bekas wanita jalang itu," cibir Alea seraya menyilangkan kedua tangannya di dada. Mengingat Juno pernah berciuman dengan Sheryn, dadanya kembali panas."Maaf. Aku janji akan jaga bibirku ini hanya untuk kamu.""Telat. Bibir kamu sudah terkontaminasi oleh bibirnya," ucap Alea tak mau
Melihat Ghea yang diam saja dan melihat tanda tanda kiss mark di leher Ghea. Sepertinya Alea sudah tahu jawabannya."Kamu sudah tidur dengannya? Jadi akhirnya bajingan itu menjalankan rencana jahatnya? Hey! Aku sudah bilang sama kamu sebelumnya, kalau dia pria berbahaya. Dia cuma mau enaknya aja. Kamu bodoh, kamu bebal, kamu nggak dengerin aku," tutur Alea mengomel. Ia mengomel seperti ini, karena dia sayang pada Ghea."Lalu sekarang bagaimana? Apa kamu dapat sesuatu dari dia setelah dia tidur sama kamu?" tanya Alea dengan sorot mata tegas. Sedangkan Ghea, wanita yang sudah terampas kegadisannya itu, malah menundukkan kepalanya. Gemetar."Dia membuang kamu, kan?""Di-dia ..."Alea mendesah, ia mengusap wajahnya dengan kasar. Kepalanya mendadak pening. Sudah ia duga akan seperti ini. "Aku akan coba bicara sama dia. Dia harus bertanggungjawab sama kamu!""A-aku takut hamil, Kak. Aku takut."Beberapa detik yang lalu, Ghea tampak marah padanya. Tapi sekarang dia terlihat seperti adik yang
Di rumah Alea ...Malam semakin larut. Alea sudah berganti pakaian dan kini duduk di kasurnya, memeluk bantal sambil menatap kosong ke arah jendela. Juno mengetuk pintu pelan sebelum masuk.“Sudah minum obat?”Alea mengangguk, belum lama dia meminum obat sakit kepala karena kepalanya sedikit pusing. Setelah kejadian buruk yang hampir menimpanya.Juno menarik kursi dan duduk di dekat tempat tidur. “Kamu mau aku temani di sini, atau aku tidur di sofa?”Alea menggeleng. “Tidur di sini aja. Aku takut malam-malam kamu nggak denger kalau aku butuh bantuan.”Juno tersenyum dan membuka jaketnya, lalu duduk di sisi tempat tidur. “Kamu tahu nggak, Alea... sejak kamu datang ke hidupku, semuanya berubah.”“Berubah gimana?”“Aku jadi lebih takut kehilangan. Lebih gampang khawatir. Tapi juga... aku merasa hidupku lebih berarti.”Alea menatap mata Juno, lalu menyandarkan kepalanya di bahu lelaki itu. “Terima kasih sudah sabar menghadapi aku yang pemarah ini."Juno mengecup ubun-ubunnya lembut. “Sela
Rosaline segera menghampiri dan memeriksa wajah Alea dengan mata berkaca-kaca. "Kamu pucat sekali, sayang. Sudah jangan banyak bicara dulu. Mama takut kamu pingsan. Juno, kita bawa Alea pulang saja. Dia perlu istirahat."Juno mengangguk setuju. “Kita nggak bisa biarin dia di sini terus. Apalagi setelah kejadian tadi. Rumah sakit ini juga bukan tempat yang aman buat Alea sekarang.”Alea sempat membuka mulut, hendak menolak. Namun, kepalanya kembali berdenyut pelan. Ia hanya bisa mengangguk kecil, membiarkan Juno merangkul tubuhnya yang masih terasa lemas. Juno dan Rosaline bergantian membantunya berjalan keluar dari rumah sakit, melewati lorong-lorong yang terasa begitu panjang malam itu.Di parkiran, Rosaline memeluk Alea erat sekali sebelum masuk ke mobil. “Mama akan urus semuanya dari pihak kepolisian. Kamu nggak usah pikirin apapun dulu, sayang. Fokus sembuh dan jangan stress."Alea mengangguk pelan. “Terima kasih, Mama.”Rosaline menatap Juno tajam. “Temani dia baik-baik malam ini
Ghea yang polos, tak tahu apa maksud perkataan Martin. Keningnya berkerut dan ia berpikir keras artinya. Melihat Ghea yang diam saja dan tidak menjawab ajakannya. Martin mulai kesal. Ia pun melepaskan pelukannya dari Ghea dan beranjak dari atas kolam renang itu."Kak. Kakak mau ke mana?""Aku akan antar kamu pulang. Sekarang cepat mandi dan pakai bajumu," ujar Martin dingin seraya memakai bathrobe yang ada di atas kursi santai di sana. Ia bicara tanpa menoleh ke arah Ghea sedikitpun.Ghea ikut beranjak dari kolam renang dan menyusul Martin. Sebab ia melihat gelagat aneh lelaki itu, sikapnya yang berubah drastis, tampak jelas dari nada bicara yang dingin."Kak. Kenapa kakak marah?" tanya Ghea dengan nada manja yang dibuat buat.Martin berdecak menahan kesal. "Ck, kamu masih nanya?""Memangnya apa yang buat kamu marah sama aku, Kak?" Ghea kembali bertanya karena memang ia tidak paham.'Anjir, ternyata dia beneran bego' kata Martin dalam hatinya. "Kamu nggak jawaban pertanyaanku tadi, G
Tepat saat air dari botol itu mengenai wajahnya, punggung seseorang sudah lebih dulu menghalanginya. Air itu mengenai punggungnya."Aaakh!" Pria itu menjerit saat merasakan sensasi panas dipunggungnya.Alea tampak panik, ia terkejut saat melihat seorang pria yang hendak menyiram wajahnya dengan air dan juga pria asing yang datang tiba-tiba untuk menyelamatkannya.Tak lama kemudian, dua orang pria berpakaian serba hitam datang menghampiri Alea dan pria penolongnya itu, entah dari mana."Kejar dia. Jangan sampai lepas," ujar pria yang menyelamatkan Alea sambil menahan rasa sakit dipunggungnya. Wajahnya mulai berkeringat."Baik, Tuan." Dua orang pria itu langsung mengejar si pengendara motor yang sudah ngebut. Mereka juga naik motor untuk mengejarnya."Nona, nona tidak apa-apa?" tanya pria itu pada Alea."A-aku ..." Wanita itu tampak bingung. Apa yang sebenarnya terjadi?Hingga Alea pun membantu membawa pria itu ke rumah sakit. Dokter segera memeriksa kondisinya dan pria itu ternyata men
***Siang itu, di rooftop perusahaan...Langit mendung menaungi atap gedung tinggi itu. Angin sepoi-sepoi menggerakkan helai rambut Alea yang tergerai, meski sebagian tertahan oleh penjepit kecil di samping kepalanya. Ia bersedekap, berdiri di sisi pagar pengaman, menatap ke kejauhan. Di sebelahnya, Juno berdiri canggung, menunggu Alea membuka suara terlebih dahulu.Akhirnya, setelah beberapa menit hanya ditemani suara angin dan hiruk-pikuk samar dari jalanan di bawah, Alea berbicara."Aku masih marah, Uncle. Jangan salah paham, aku setuju bicara sama kamu ... bukan berarti aku udah nggak marah." Juno menunduk. “Aku tahu Sayang." "Aku nggak suka dibohongi. Atau... disembunyikan, bahkan kalau kamu pikir itu untuk kebaikanku.”Juno menarik napas dalam. “Aku nggak pernah berniat nyakitin kamu, Lea sayang. Aku cuma takut kalau kamu tahu tentang dia—tentang Sheryn, kamu akan pergi.”"Intinya saja. Apa kamu selingkuh?"Kedua mata Juno membulat, ia menyangkalnya. "Itu tidak akan pernah ter
Juno menggenggam kemudinya erat. Ia sudah tahu langkah selanjutnya. Dia akan menghubungi pengacaranya malam ini juga.Sheryn harus kembali ke tempatnya—rumah sakit jiwa. Dan kali ini, untuk selamanya. Ia tidak bisa membiarkan Sheryn berkeliaran menganggunya."Kenapa juga dia bisa ada di sini? Aku tidak boleh tinggal diam!"Lelaki dewasa itu langsung menghubungi mamanya, dia mengatakan ingin bertemu dengan mamanya sekarang juga dan tentunya untuk membicarakan hal ini. Rosaline pun memintanya datang ke rumah anak sulungnya, yaitu Raisa. Karena Rosaline sedang menginap di sini.Beberapa menit melalui perjalanan, akhirnya Juno sampai di rumah kakak sulungnya yang sekarang sudah menjada itu. Ia datang untuk menemui mamanya."Juno, kamu datang?" sambut Raisa, kakaknya, kepadanya."Mama ada?""Mama ada di dalam."Tanpa menjawab ucapan Raisa, Juno langsung menerobos masuk ke dalam rumah. Raisa hanya bisa mendengus, melihat ketidaksopanan adiknya itu dan mengikutinya dari belakang.Rosaline ya
Giska tidak langsung membuka pintu apartemennya, karena dia sekarang bingung. Apa dia harus membukanya atau tidak. Lebih baik dia bertanya dulu kepada Alea."Aku harus tanya dulu sama Alea." Giska hendak pergi ke kamar mandi yang ada di dalam kamarnya. Tapi sebelum itu, teriakan Juno membuatnya terdiam."Giska, kalau kamu tidak mau membuka pintunya. Saya akan membuat kamu tinggal di jalanan dan membuat kamu dikeluarkan dari perusahaan tempat kamu bekerja!"Giska terkejut dengan ancaman yang dikatakan oleh Juno. Ia juga tahu, kalau Juno bisa melakukan apa saja untuk membuat orang jatuh dan bangkit dalam sekejap. Pria itu bahkan bisa mengenggam dunia ditangannya, karena semuanya itu sangat mudah baginya."Giska, kamu dengar saya? Buka pintunya, atau saya benar-benar akan merealisasikan ucapan saya." Juno sudah berdiri di depan pintu dengan perasaan geram dan gelisah.Ia harus bicara dengan Alea sekarang juga."I-iya Pak Juno, saya akan—" Giska terlihat gugup, ia akan membuka pintunya tap