Masuk
"Lelaki mana yang tidak selingkuh? Bahkan jika dia sangat lurus, di hadapan wanita yang dicintainya, dia pasti akan meninggalkan calon istrinya."
Sebuah pesan asing dari nomor tak dikenal mengusik makan siang Agnesia. Pesan itu diiringi sebuah foto gadis cantik yang tersenyum di atas tempat tidur, lalu di sampingnya ada wajah tampan yang tampak tidur meski tak memperlihatkan seluruh wajah. Hanya dengan sekilas, Sia tahu bahwa pria itu adalah tunangannya. Sia tertawa kecil, namun tangannya menggenggam erat benda persegi panjang di tangannya. "Hal yang paling menjijikkan di dunia ini adalah pria yang tak cukup dengan satu wanita. Dan hal paling menyedihkan adalah dihianati oleh orang yang paling kau cintai. Hanya saja, kenapa hal itu terjadi padaku?" Meski sedikit dingin, di mata Agnesia, Aaric adalah pria baik yang selalu mengutamakannya. Seluruh keluarga Aaric bahkan memperlakukannya melebihi putri kandung mereka. Dia yang haus akan kasih sayang orang tua, akhirnya luluh dan bersikap sangat patuh. Seiring berjalannya waktu, dia benar-benar jatuh cinta dan berpikir bahwa Aaric juga mencintainya. "Aaric, Tujuh Tahun aku bersikap sangat baik padamu. Aku bahkan benar-benar mencintaimu dengan tulus dan berharap kita segera menikah. Lalu, akhirnya kau memberiku hadiah besar, yaitu pengkhiatan." Sekali lagi, mata Sia melihat foto tersebut dan dia sangat yakin bahwa pria di dalam foto tersebut benar-benar tunangannya. "Tak kusangka, kau benar-benar murah hati membiarkan mereka tinggal di hotelmu. Tapi Sia, bukankah wanita itu sedikit mirip denganmu? Yah, meski dia terlihat lebih polos dan lembut." Pesan selanjutnya kembali masuk, mata Sia bergeser membaca isi pesan melalui notifikasi tanpa berniat membukanya. Dan pesan ini berhasil membuatnya tertawa. Selain penghianatan, hal kedua yang paling dia benci adalah dia disamakan dengan orang lain. Kali ini Aaric benar-benar memberinya hadiah besar. "Kupikir kenapa dia bersikap sangat baik padaku, ternyata aku hanya mirip dengan wanita yang dicintainya." Tiba-tiba Sia merasa konyol karena mengingat betapa seringnya dia mengungkapkan cinta meski tak mendapatkan jawaban, Sia mengambil kesimpulan bahwa Aaric pasti juga mencintainya. Kini semua telah jelas, keraguan yang terpendam mulai saling terhubung bagai benang-benang yang saling tertaut. Aaric tidak mencintainya. Aaric hanya berlaku baik karena dia mirip seseorang. "Sungguh kebodohan yang luar biasa." Sia tak tahu indentitas pengirim pesan, tapi dia sangat berterimakasih karena telah menyadarkannya dari kebodohan. Akhirnya dia menghubungi orangnya di hotel dan sangat terkejut setelah tahu kenyataannya. Melemparkan ponselnya ke jok belakang dia melajukan mobilnya untuk mencari tahu kebenaran. "Selamat siang, Nona. Apakah ada yang bisa kami bantu?" Sia mengabaikan salam staf hotel. Dia langsung melangkah masuk menuju lift khusus untuk pergi ke lantai Empat puluh. "Nona, anda tidak bisa menerobos masuk seperti ini. Nona," Mungkin sangat terkejut karena Sia ingin menggunakan lift khusus, staf hotel itu pun mengejarnya panik setelah berkali-kali melarangnya masuk. "Nona, tolong jangan bersikap seperti ini. Nona bisa menggangu kenyamanan pengunjung hotel kami." Sia berhenti saat lengannya dicekal kuat oleh staf hotel. Dia melihat tangan asing yang mencoba menarik lengannya. "Aku tunangannya," tolak Sia tak menurut. "Aku hanya ingin tahu hal apa yang dilakukan tunanganku karena telah menyewa sebuah Suites Room untuk Satu tahun penuh Tiga Bulan lalu." "Nona, anda melanggar privasi hotel kami. Saya sudah menghubungi keamanan jadi-" "Keamanan?" potong Sia dingin. Dia berbalik untuk melihat wajah staf hotel yang menghentikannya dengan seksama. "Apakah kau staf baru di sini?" Hal wajar jika dia tak dikenali karena selama beberapa tahun terakhir Aaric telah meng-handle hampir semua properti milik keluarga yang diberikan padanya. Dengan alasan ingin membuatnya nyaman, Sia dengan bodohnya mempercayai semuanya. Staf hotel itu menganggukkan kepala sopan. "Benar, jadi nona-" "Apakah managermu tak mengatakan sesuatu? Hubungi dia. Katakan, Sia ada di sini." Staf hotel itu sedikit tertawa. Meski terdengar sedikit meremehkan tapi dia belum pernah bertemu gadis bernama Sia ini selama dua bulan dia bekerja di sini. "Nona Sia, tolong berhenti main-main. Manager bukan orang yang bisa nona panggil bahkan jika nona ingin," "Jika begitu berikan kartu kamarnya. Bukankah itu kamar di lantai Empat Puluh?" "Nona, anda sudah melewati batas," Staf hotel itu mulai sedikit mengeraskan suaranya. "Mohon kembali sebelum-" "Nona Sia, Nona Sia, Ya Tuhan, kenapa nona datang secara tiba-tiba tanpa konfirmasi terlebih dahulu? Nona seharusnya menghubungiku dulu," Ucapan staf hotel itu terhenti saat suara memburu diikuti tiga pasang kaki berjalan sangat tergesa. Dia bernapas lega karena akhirnya managernya ada di sini untuk membantunya. "Manager, nona ini mencoba menerobos masuk, jadi saya telah menahan juga menghubungi keamanan hotel. Mungkin sebentar lagi-" "Apa yang kau katakan?" Potong manager itu cepat. Ekspresinya terlihat sangat kacau dan dia segera mendekati Sia yang masih diam mengamati. "Nona Agnesia, dia masih baru di sini. Dia tidak tahu bahwa nona adalah cucu dari pemilik hotel ini. Selanjutnya aku akan mendisiplinkannya dengan baik." Hal-hal seperti itu bukanlah urusannya. Sia hanya ingin segera tahu tentang tunangannya. "Tidak, dia melakukan tugasnya dengan baik. Jadi Pak Lee ...." tanpa melanjutkan kata-katanya, Sia mengulurkan tangannya. Manager hotel itu segera berbalik dan menerima sebuah kartu berwarna hitam dari salah seorang staf yang ikut bersamanya. "Di sini, Nona. Aku akan mengantar nona agar keamanan nona lebih terjaga," "Keamanan?" Sia tertawa mengejek. "Bukan karena kau ingin melindungi orang di dalam kamar itu agar tak mati di tanganku? Aku Sia, si pembuat onar." Pak Lee hanya menggeleng lemah di hadapan tawa Sia yang renyah. Dia sangat tahu bahwa Sia tak akan menyakiti orang yang salah. Kemampuan Sia, bahkan dia sangat memahaminya. Meski dia menyayangkan karena Sia tiba-tiba menyerahkan seluruh urusan bisnis pada calon suami yang saat ini ada di hotel ini. "Nona, aku tak percaya pada rumor yang beredar." "Rumor? Apa itu rumor aku yang telah memukul pelayan, menghabiskan uang warisan dalam semalam atau aku yang berperilaku preman dan tak tahu aturan?" "Nona Sia, tolong jangan terlalu memikirkan rumor tak berdasar. Publik mungkin tak begitu mengenal nona, tapi beberapa orang yang telah bekerja bersama nona, tidak akan percaya itu semua. Aku mempercayai mataku," Sia tersenyum tipis, dia memasuki lift diikuti yang lainnya. "Tiga bulan, kenapa tak ada yang memberi tahuku?" Pak Lee menghela napas berat, nada pertanyaan ini, dia tahu nona di depannya tengah bertanya sebagai atasannya. "Nona, ini kesalahanku karena tidak teliti. Kamar ini bukan atas nama Tuan Aaric, tunangan nona. Lebih tepatnya dengan nama saudara perempuannya. Jadi kami berpikir bahwa ini bukanlah suatu masalah." Sia tertawa sumbang. Ada banyak pikiran yang tumbuh terlalu cepat dan liar setelah penjelasan pak Lee sampai di telinganya. "Jadi maksud Pak Lee adalah dia ingin menginap secara gratis di hotelku selama satu Satu tahun karena merupakan calon adik iparku?" "Nona, ini kelalaianku. Aku benar-benar salah. Meski begitu pemilik kamar tersebut jarang sekali keluar jadi kami sama sekali tak dapat memberikan info yang akurat. Lalu Tuan Aaric juga menyampaikan agar tidak mengganggu nona dengan hal-hal sepele." Sia tak menjawab karena pintu lift telah terbuka. Pikirannya yang tumbuh liar mulai menciptakan opsi paling buruk yang akan terjadi. Tubuhnya mulai gemetar karena perasaan yang tercampur aduk. Meski begitu dia tetap berjalan menuju nomor kamar yang tertera di kartu tangannya diikuti yang lainnya. Dengan sopan pak Lee mengetuk pintu kamar terlebih dahulu dengan harapan agar Sia tetap menunggu. Karena siapapun dapat melihat amarah yang tertahan di wajah cantik itu. "Siapa?" Itu memang benar, Sia mengeratkan genggaman kartu hitam di tangannya saat melihat wajah yang dikenali muncul di balik pintu. Berbagai perasaan yang tercampur aduk menghadirkan badai hebat dengan rasa sakit yang tak terkira. "Aaric," Ada rasa tak percaya di ujung mata Sia saat wajah tunangannya itu benar-benar ada di hadapan matanya. Rasa sakit merayap di sudut hatinya, menimbulkan kekecewaan yang dalam. "Si-sia, kenapa kau bisa ada di sini." Ini sangat tiba-tiba karena Aaric tak menyangka tunangannya akan disini menemuinya. "Aaric apakah Mona sudah datang? Kenapa kalian hanya berdiri di tengah pintu?" Sia menahan ekspresinya dengan tatapan tak berkedip saat suara wanita asing menyela. Sepertinya orang yang mengiriminya pesan benar-benar ingin menyadarkannya. Meski sempat berharap bahwa foto dan berita itu palsu, pada akhirnya dia harus menghadapi kenyataan yang menyakitkan. Dan dia ingin melihat segera. "Sia, tunggu. Sia!" Aaric menahan tubuh Sia sebisa mungkin agar tidak masuk namun pada akhirnya dia kalah cepat karena tubuh ramping itu sudah lolos dari tangannya. "Sia!" teriak Aaric cukup keras. Seluruh staf hotel terdiam sementara Pak Lee terlihat muram. Atas dasar apa pria ini meneriaki nona muda yang dia layani tepat di hadapan staf lain bahkan saat nonanya memergoki ada suara wanita lain? Tak peduli sedalam apa cinta nona mudanya, pria yang tak setia adalah sampah yang tak bisa di daur ulang. Dia akan menjadi orang pertama yang menentang hubungan ini. "Sia, kenapa kau menjadi sangat tidak sopan?""Jadi kau benar-benar bertemu dengannya?"Dalam sebuah ruangan VIP di salah satu clup malam terbesar di kota JinLan, beberapa wanita cantik telah berkumpul. Salah satu dari mereka menikmati segelas Wine dengan tatapan tak percaya pada teman cantik di depannya. "Kau benar-benar telah bertemu dengannya?" Pertanyaan yang sama terulang kembali karena tak juga mendapatkan jawaban pasti. "Cassie, berhenti main main dan katakan semua. Jangan mencoba bermain rahasia." Valerie membuang tatapannya tak sabar. Lexsi sedikit tertawa, terlihat acuh tak acuh tapi dia jelas memasang telinga lebih peka. Cassie mengangguk. "Aku benar-benar bertemu dengan simpanan Aaric, tunangan Agnesia.""Mantan tunangan, Cassie." Melody menikmati makanan ringan dan membenarkan. "Berita pembatalan pertunangan telah resmi diluncurkan oleh keluarga Agraf."Cassie mengangguk. "Ya, Melody benar. Mantan tunangan. Mereka berdua datang ke salah satu toko ku.""Bagaimana penampilannya? Apakah Sia kita benar-benar seoran
Semua mata menoleh, melihat sosok ramping berambut pendek. Terlihat sangat sombong, namun memiliki aura tenang yang tak bisa di miliki semua orang. Bahkan hanya dengan berdiri, tanpa mengucapkan sepatah kata pun, mereka semua merasa terlalu enggan. "Apakah dia orangnya? Apakah dia pemilik GrafiSia yang asli?" "Dia tak pernah menunjukkan wajahnya selama rapat pemegang saham, tapi semua orang tahu bahwa perusahaan ini miliknya.""Dia terlihat sangat cerdas, aku tak yakin bahwa dia benar-benar hanya diam selama ini. Siapa yang tahu bahwa dia bergerak diam diam?""Tapi tak ada yang bisa menggantikan Tuan Aaric. Dia sudah memimpin sangat lama. Dan membuat GrafiSia sebesar ini. Kita harus menolaknya."Semua orang tak ada yang berani bicara keras, tapi karena kata kata Acacia semua orang sedikit meragukan kemampuan Agnesia. Mereka semua mulai berbisik pelan, dengan mata menilai setiap gerak gerik Agnesia. Bahkan Aaric menatap Agnesia tanpa bicara. Melihat sosok Sia yang sangat tenang, tan
GrafiSia Group sangat ramai pagi ini. Hampir seluruh pekerjaan melayangkan petisi keberatan kedatangan Agnesia. Di balik keramaian itu, Acacia melangkah dengan pakaian kerjanya dengan rambut di ikat tinggi. Dia menatap Aaric yang menatap para pekerja dari lantai atas dengan senyum dingin. "Bukankah sudah kubilang? Mengalahkan Agnesia, aku bisa mengaturnya. Aku sudah bekerja di sini selama tujuh tahun lebih. Aaric hanya aku yang bisa menggantikan dia."Aaric tak menoleh. Dia harus melakukan semua upaya untuk mempertahankan keluarganya. Tapi diantara banyak pilihan yang tak dia sukai, Acacia salah satunya. "Aaric, jangan lupa janjimu." Pelukan hangat di punggung Aaric tak membuat Aaric bergerak. Aroma jejak Acacia pada hubungan mereka semalam membuat hatinya mati rasa. Saat ini seluruh pikirannya hampir gila memikirkan Agnesia. Aaric tak menjawab, dia bahkan rela menjual dirinya sekali lagi pada seorang wanita demi keluarga. Dia rela menuruti kemauan Acacia agar bisa mengumpulkan s
"Nona, kau harus bangun sekarang. Cepat!""Paman, ini masih pagi.""Nona, kau harus mengunjungi tempat perbelanjaan yang kau punya hari ini karena ada beberapa masalah.""Paman, biarkan Aaric menanganinya.""Aaric? Nona, bangunlah dari mimpimu atau seluruh asetmu dicuri!""Tidak!" Teriak Sia langsung terbangun dari tidurnya. Tapi dia kembali tidur saat melihat Wenart di kamarnya. "Paman, ini masih pagi.""Tidak, kau harus bangun sekarang. Bangun,""Paman, sebentar lagi. Matahari bahkan belum tinggi.""Bangun. Kau harus lari pagi sebelum pergi bekerja."Wenart menarik tangan Sia paksa. "Pelayan, mandikan dia."Beberapa pelayan masuk dengan patuh. Meski mereka sedikit takut tapi tak ada yang berani menolak. "Nona muda, kami akan membantumu."Sia diseret masuk ke dalam kamar mandi. Selanjutnya teriakan terdengar dari balik kamar mandi. Wenart tak mempedulikan hal itu. Dia menyuruh pelayan membuka koleksi pakaian Sia, dan dia hanya bisa mendesah saat Sia sama sekali tak memiliki pakaian
"Nona muda," "Paman," Wenart tersenyum memberikan tas Sia yang dia amankan. Meski sedikit terkejut, Sia tetap menerimanya. "Pelayan mengamankan tas tanganmu. Kebetulan aku sedang menyelesaikan misi dari ketua.""Paman, terimakasih. Karena telah membantuku menyelesaikan semuanya.""Ini belum selesai. Seluruh asetmu akan kembali segera. Sekarang, sangat berbahaya untuk keluar sendiri. Nona, aku akan mengantarmu pulang.""Tapi aku membawa mobil sendiri. Paman, aku tak akan merepotkan paman.""Tidak, kau tak bisa pulang sendiri atau pun keluar sendiri dalam minggu ini. Keluarga Blade bisa saja merencanakan hal buruk. Nona, aku akan mengantarmu pulang."Nasehat yang disampaikan sangat lembut, menyentuh hati Sia yang dingin. Dia mengangguk patuh menuruti Wenart. "Pak Lee aku akan kembali. Terimakasih telah membantuku selama ini," ucap Sia mengucapkan selamat tinggal. Pak Lee tak berkedip saat melihat Wenart tiba tiba muncul di samping Sia. Dia tidak bisa menahan sesuatu yang akan meled
"Lihatlah suami yang begitu mencintai istrinya.""Presiden membawa istrinya pulang.""Mereka sangat harmonis. Tak peduli semarah apapun istrinya, jika suaminya selalu seperti itu, pernikahan mereka akan bertahan lama."Darren mendengar bisikan bisikan tersebut setelah Adrian dan Sia membuat seluruh resto hampir ribut. Dia membawa tas Sia setelah melakukan pembayaran namun uangnya sama sekali tak diterima. "Hotel ini milik nona muda kami, Agnesia Agraf. Tuan tak perlu membayarnya."Darren tertegun, dia akan melangkah namun kemudian berbalik berniat menyerahkan tas Sia di tangannya pada pelayanan tersebut. "Tuan, tas di tanganmu, bisakah kau menyerahkan padaku?" Darren berbalik lagi, pandangannya langsung menajam saat dia tahu bahwa yang mengajaknya bicara kali ini adalah pria paruh baya yang sedari tadi mengawasi Sia sejak mereka makan malam. "Kenapa aku harus menyerahkannya?" Tanya Darren hati hati. "Aku akan mengembalikannya sendiri pada pemiliknya."Pria paruh baya itu mendesah.







