Ya Tuhan. Aku nggak nyangka Mas Yuda bisa berbicara seperti ini. Selama ini aku pikir dia hanya memahami tentang bisnis proyek saja. Semua Kakak Iparku terdiam. Namun nampak raut kesal dari wajah mereka. "Oke. Saya tunggu sampai besok pagi. Jika besok barang-barang di rumah ini masih ada, akan turut di robohkan." Aku mengikuti Maa Yuda berdiri. Lalu berjalan menuju pintu keluar. Aku rasakan, mata para ipar terus mengikutiku. Aku semakin menegakkan tubuh dan. kepalaku saat jalan berdampingan dengan MasYuda.Entah mengapa Aku semakin mengagumi laki-laki itu. Menjadi bangga berada di dekatnya seperti saat ini. Aku merasa dia adalah pahlawanku. Lihatlah! Betapa kerennya dia. Hampir semua mata memandang takjub padanya. Para tetangga juga memandangku tak percaya, saat Mas Yuda menggendong Raihan sekaligus menggandengku. Mas Yuda membukakan pintu mobil untukku. Setelah masuk ke dalam mobil, Mas Yuda mulai melajukan mobilnya. "Menurutmu bangunan seperti apa sebaiknya aku bangun di san
POV Adam Sial! Aku kesiangan lagi hari ini. Gara-gara memikirkan perempuan itu, hampir setiap malam aku sulit tidur hingga menjelang pagi. Hari ini aku terlambat lagi. Pasti Nona Angel memarahiku lagi. Ah, benar-benar sial! Semoga saja aku tidak dipecat. "Terlambat lagi, Adam? Kamu tahu hari ini saya ada meeting penting?" Majikanku yang luar biasa cantik itu ternyata sudah menungguku di teras rumahnya yang mewah. Setelah memarkirkan motorku di halaman samping, gegas kunyalakan mesin mobil alphard keluaran terbaru milik Nona Angel. "M-maaf Non. Akhir-akhir ini saya kesulitan tidur malam," sahutku setelah kami sudah berada di dalam mobil. "Kamu harus profesional, dong. Gara-gara masalah pribadi, kerjaan kamu jadi korban, apalagi sampai waktu meeting saya terganggu," ketus majikanku yang cantik ini. Sayangnya aku hanya seorang supir. Seandainya aku adalah pengusaha sukses setara konglomerat, pasti sudah aku lamar dia. "Baik, Nona. Sekali lagi saya minta maaf!" "Hmm ..." Mobil m
Pov AdamSegera aku mengganti kacamataku dengan kacamata hitam agar laki-laki itu tidak mengenaliku. Nona Angel terlihat sangat emosi dan menangis. Perlahan mobil aku dekatkan dengannya. Aku tak berani memandang ke arah depan. Laki-laki bernama Yuda itu sekilas memandang curiga padaku. Buru-buru aku membuang pandangan ke arah lain. Nona Angel membuka pintu mobil, kemudian langsung masuk dan duduk dibelakangku dengan wajah penuh emosi. "Yuda sial*n! Dia anggap apa aku selama ini ?" umpatnya. "Maaf, apa Nona baik-baik saja?" tanyaku khawatir. Terdengar majikanku itu menghela napas panjang. "Saya tidak apa-apa, langsung ke kantor!" ujarnya "Baik Nona." Sepertinya Nona Angel punya hubungan khusus dengan si Yuda itu. Aku mulai menjalankan mobil menuju kantor. Sepanjang jalan majikanku itu tampak frustasi. Wajahnya acak-acakan. Aimatanya terus mengalir. Apakah dia juga merasakan hal yang sama seperti yang aku rasakan saat ini? "Adam, kenapa kamu belum menikah sampai sekarang?" A
Sejak aku menerima lamaran Mas Yuda. Laki-laki itu hampir tiap hari datang. Walau hanya sekedar bermain dengan Raihan. Mas Yuda juga memintaku untuk berhenti berjualan. Katanya aku jangan terlalu lelah. Warung nasi dan pesanan aku serahkan semua pada Mak Isah. Biar beliau yang meneruskan. Alhamdulilah Mak Isah sudah aku ajarkan semua. Sesekali Mas Yuda mengajakku ke rumah yang dia beli dari ibu mertuaku. Rumah itu saat ini sedang di bangun rumah kost tiga lantai dengan lima puluh kamar. Hampir mirip rumah susun. Di belakangnya Mas Yuda membuat satu rumah dua lantai dengan gaya minimalis untukku. Walau nanti aku akan tetap tinggal di rumah Ayah Surya. Tiba-tiba aku mendengar suara pintu kontrakanku diketuk. Perlahan aku membuka pintu. "Salma ..., kamu lagi ngapain?" Aku terperanjat melihat kak Lina dan Kak Norma sudah berada di depan pintuku. "Silakan masuk, Kak!" "Tidak usah," sahut mereka seraya matanya menyisir kamar kontrakanku yang sempit ini dengan pandangan aneh. "Kamu
"Kalian tidak perlu khawatir. Adik ipar yang kalian terlantarkan ini sebentar lagi akan jadi tuan putri yang paling bahagia di dunia ini. Aku akan memberikan pesta pernikahan yang ternewah yang pernah kalian tahu." Tak lama kemudian Mas Yuda mengeluarkan sesuatu dari balik jasnya. Lagi-lagi dua kakak iparku itu ternganga saat Mas yuda memberikan sebuah undangan pernikahan yang sangat cantik. "Bawalah semua keluarga kalian ke acara ini!" Gegas keduanya berebut ingin membukanya. Kak Norma nyaris menjerit ketika membaca acara pernikahan itu akan dilangsungkan di salah satu hotel bintang lima ternama di kota ini. Tiba-tiba seseorang berlari-lari memanggil kedua kakak iparku itu. "Norma, Lina! Ternyata kalian berdua ada di sini. Ibu kritis!" Bang Safwan berteriak. Kemudian ketiganya berhamburan lari ke puskesmas. Aku yang mendengar itu lantas segera mengunci pintu. "Mas, apa boleh aku melihat Ibu?' tanyaku dengan wajah penuh harap dan khawatir. "Tentu saja. Pergilah dulu! nanti
Ya Allah, Aku telah berprasangka buruk padanya. Gegas aku berlari mengejar laki-laki terbaikku itu. Semoga dia mau memaafkanku. Aku mencari keberadaan Mas Yuda dan Raihan. Ternyata mereka sudah berada di dalam mobil yang berada di depan puskesmas. Perlahan aku membuka pintu mobil. "Mas ... Aku ..." Mas Yuda sama sekali tidak menoleh padaku. Sepertinya dia tahu aku sempat kecewa padanya tadi. Aku harus minta maaf padanya. Apapun akan aku lakukan demi mendapatkan maaf darinya. Pria sebaik dia memang pantas untuk aku perjuangkan. Hanya saja kadang aku yang tidak percaya diri berdampingan dengannya. Mas Yuda masih asik bercengkrama dengan Raihan. Sementara aku masih bingung mau bicara apa. "Mas ..." "Ya !" sahutnya dingin tanpa menoleh sedikitpun padaku. "Aku ... minta maaf." "Ya !" "Aku pikir tadi Mas Yuda ... " "Sudahlah, tidak usah dibahas!" Wajahnya masih dingin. "Raihan sama bunda dulu, ya! Ayah mau nyetir!" Dia memindahkan Raihan ke pangkuanku. Sepanjang jalan kami be
Suasana malam semakin romantis. Mas Yuda mendekatkan tubuhnya padaku. Wangi maskulinnya tercium saat dia berada tepat disampingku. Jantungku berdegup kencang. Baru kali ini kami duduk sangat berdekatan di saat Raihan tertidur. Suasana terasa canggung karena gugup. Mungkin hanya aku yang gugup. Perlahan Mas Yuda meraih jemariku. Hangat kurasakan ketika jemari ini diremasnya. Kemudian laki-laki itu mencium kedua tanganku. Sukses membuat jantungku nyaris berhenti.Lalu kami saling menatap lama. Entah apa sedang dia pikirkan tentangku. "Salma, Apa benar tidak ada keluargamu satupun yang bisa hadir saat pernikahan kita nanti?" "S-sebenarnya ada ... tapi aku yakin dia juga tidak akan mau datang, Mas." "Kenapa?" "Tanteku. Dia satu-satunya keluargaku yang aku punya. Tapi sedikitpun dia tak pernah peduli padaku. Sejak remaja aku hidup sendiri." "Tetap kita harus undang beliau. Karena aku akan dianggap lancang jika tak mengabarkan mereka. Di mana rumahnya?" "Masih di kota ini juga. Aku
Aku terperanjat melihat Mak isah menangis meraung-raung sambil menyebut-nyebut nama Raihan. Ya Allah, ada apa dengan anakku? "Raihaaan .... Ya Allah Raihaan ...tolong ...!" teriak Mak Isah dengan berlinang air mata. "Maaak! Raihan kenapa? Raihan manaaa?" jeritku seraya memutar badan mencari keberadaan anakku. Mata Mas Yuda juga menyisir ke segala arah. Wajahnya nampak sangat panik. "Maaak, jawab! Mana anakku?" Aku berteriak gemas pada Mak Isah yang tak kunjung menjawab. Wanita itu malah nampak ketakutan. Mas Yuda mengusap punggungku, berusaha menenangkan. Kemudian berjongkok mensejajarkan dirinya pada Mak Isah yang sudah terduduk di pinggir jalan. "Mak yang tenang! Tolong jawab saya! Raihan kenapa?" Mas Wahyu berusaha bertanya dengan pelan. "Mak nggak tau. Tadi Raihan tidur. Emak tinggal ke kamar mandi. Tau ... tau udah nggak adaa ..." "Ya Allah ... Raihaaaaan. Maaaas, cari Raihan maaaas ...!" Aku tak kuasa menahan tubuh ini. Seolah tungkaiku tak kuat menopang. Hingga luruh