Share

Bab 2. Wanita Lain

Jika benar seperti itu, maka semua sikap dingin Wei memang bisa dimengerti.

‘Dia pasti merasa sangat tertekan karena harus meninggalkan kekasihnya ketika menikahi aku ... pantas saja, sudah hampir dua tahun pernikahan tapi sikapnya begitu dingin dan jauh,’ batin Ara tidak dapat menyembunyikan keluhannya.

“Mengapa dia tidak menolak pernikahan ini?” gumam Ara sedih.

Jika Wei menolak menikahinya, Ara pasti akan berusaha untuk menerimanya dengan lapang dada.

Sekarang ... Ara hanya bisa bertahan, apapun yang terjadi Ara ingin mencoba mempertahankan pernikahannya dengan Wei, setidaknya sampai ulang tahun pernikahan mereka yang kedua.

Jika sampai ulang tahun pernikahan mereka yang kedua Wei tidak juga berubah ... barulah Ara sendiri yang akan melepaskan Wei dengan ikhlas.

Di kantornya, Wei melempar tab ke pangkuan humas perusahaan dengan perasaan kesal.

“Cepat kalian buat klarifikasi tentang permasalahan ini!” katanya tegas sambil menahan amarah.

Bisa-bisanya netizen mengira dia sedang menjalin suatu hubungan dengan sekretaris pribadinya sendiri.

Apa yang harus dilakukannya jika mamanya yang memiliki penyakit jantung sampai melihat berita tersebut?

Bukankah usahanya selama ini akan berakhir sia-sia?

‘Buat apa aku menuruti perjodohan konyol ini jika semua akan berakhir sia-sia?’ batin Wei kesal.

Selama ini Wei terpaksa menerima perjodohan dengan Ara karena takut jika dia menolak mamanya akan merasa tertekan dan penyakit jantungnya kembali kambuh.

Itu sebabnya Wei hanya bisa protes dalam diam dan keheningan.

Wei ingin sang mama bisa melihat bagaimana tidak bahagianya Wei dan Ara sejak mereka dipaksa menikah.

Sayangnya Ara selalu menutupi semuanya dan berusaha terlihat baik-baik saja ketika sedang bertemu dengan keluarga mereka.

Tim humas perusahaan Wei bergerak cepat, dalam waktu singkat tidak ada lagi komentar netizen tentang Wei dan sekretaris pribadinya di media manapun.

Rina -sekretaris pribadi Wei- merasa heran melihat komentar netizen tentang dirinya dan Wei menghilang begitu saja.

Padahal sebelumnya dia merasa sangat bahagia karena mendapatkan dukungan dan restu dari semua netizen yang mengikuti berita tentang Wei dan dirinya.

“Mengapa ini tiba-tiba menghilang? Siapa yang telah menghapusnya? Apakah istri Wei?” gumam Rina bertanya kepada diri sendiri.

Rina memutuskan untuk datang ke kantor Wei dan mencari tahu.

Siapa sangka ketika masuk ke dalam kantor Wei, Rina melihat bagian humas sedang melaporkan hasil penghapusan komentar-komentar netizen sesuai yang diperintahkan oleh Wei.

“Jadi kamu yang memerintahkan untuk menghapus komentar itu?” tanya Rina ketika tim humas sudah keluar dari kantor Wei.

“Kalau bukan aku lalu siapa?”

“Aku kira itu istrimu.”

“Ara wanita baik dan polos, dia tidak mungkin melakukan hal-hal seperti itu,” kata Wei sambil menandatangani beberapa dokumen yang ada di hadapannya.

Rina cemberut ketika mendengar Wei masih saja menyanjung dan membela Ara.

‘Huh ... Jika dia benar-benar sepolos itu, mana mungkin dia bisa menjebak Wei dalam pernikahan paksa dan perjodohan yang tidak pernah diharapkannya?’ batin Rina mencibir secara diam-diam.

“Apakah ada yang ingin kamu sampaikan?” tanya Wei sambil mengalihkan tatapannya dari dokumen yang ada di tangannya ke arah Rina.

“Apakah nanti malam kamu ada acara?” tanya Rina to the point.

“Tidak ada.”

“Maukah kamu ikut dalam reuni sekolah kita?” tanya Rina lagi dengan tatapan memohon.

“Kapan? Nanti malam?” tanya Wei memastikan.

“Ya.”

“Jam berapa tepatnya?” tanya Wei lagi.

“Jam 20.30 di KTV.”

“Oke.”

“Bisakah aku menumpang mobilmu untuk berangkat ke sana?” tanya Rina ragu-ragu.

“Tentu.”

“Terima kasih,” kata Rina tidak dapat menyembunyikan rasa gembiranya.

Ara menatap layar ponselnya yang berdering hanya untuk mengetahui identitas si penelepon.

“Hi, Lit,” sapa Ara sambil menjepit ponsel dengan bahunya dan kembali memotong kuku.

“Ara ... apakah kamu ada di rumah?”

“Ya, kenapa?”

“Aku melihat suamimu dengan sekretarisnya memasuki KTV.”

Ara terdiam.

‘Wei bersama wanita itu lagi? Sepertinya dugaanku kemarin benar, mereka memang saling mencintai,’ batin Ara pahit.

Dia menghela napas panjang dan meletakkan gunting kuku di atas meja. Lalu memegang ponselnya tetap di kuping dan beranjak ke arah jendela.

Ara menghela napas panjang, jika benar suaminya memiliki wanita idaman lain, maka bukan hal yang aneh jika selama dua tahun pernikahan mereka Wei terus saja mengabaikannya.

Mereka benar-benar jarang berkomunikasi, walaupun Ara telah berusaha untuk mendekati Wei seperti waktu sebelum mereka menikah namun, semua usahanya itu seperti sia-sia saja.

“Halo ... Ara? Apakah kamu masih di situ?”

“Yah ... aku masih di sini.”

“Astaga, kamu membuat aku takut saja, mengapa kamu sama sekali tidak merespon kata-kataku?”

“Ya mana?”

“Tadi aku bertanya apakah kamu mau memergoki suamimu dan datang ke sini?”

“Tidak ... tentu saja tidak, aku takut dia malah akan merasa tidak enak jika melihatku di sana.”

“Ck! Itu tidak mungkin terjadi, Ara.”

“Mengapa kamu begitu yakin?”

“Bagaimana mungkin dia merasa tidak enak? Bukankah dia menerima pernikahan kalian karena mamanya?”

“Mamanya?”

“Iya ... mamanya terkena penyakit jantung, itu sebabnya Wei tidak berani menolak keinginan mamanya untuk menjodohkan kalian berdua. Dia takut penolakannya akan membuat mamanya jatuh sakit.”

“Lita ... dari mana kamu mendapatkan informasi ini?”

“Dari salah satu sahabat Wei ... Hei, bagaimana? Apakah Kamu benar-benar tidak ingin memergoki mereka?”

“ ... Kalaupun aku ke sana, apa yang harus aku lakukan? Apakah aku harus melabrak mereka? Hubunganku dengan Wei tidak sedekat hubungan suami istri pada umumnya,” kata Ara sedih.

“Jadi kamu akan membiarkan saja suamimu berkhianat?”

“Aku hanya akan memberikan dia kesempatan sebentar lagi.”

“Kamu ... kamu benar-benar bodoh sekali Ara. Mengapa dari sekian banyak pria yang naksir kamu, kamu malah jatuh cinta pada Wei?”

Ara hanya menghela napas panjang. Jika dia tahu Wei akan seperti ini, apakah mungkin dia akan jatuh cinta terlalu dalam kepadanya?

Kebaikan Wei dan kasih sayangnya sejak Ara masih kecil benar-benar mampu mengelabui Ara, hingga Ara berpikir Wei juga memiliki perasaan romantis dengannya.

Apalagi Wei selalu memuji dan mengatakan kalau pria yang akan menjadi suaminya adalah pria yang sangat beruntung.

‘Siapa yang tahu kalau ucapan itu hanya dia peruntukkan bagi orang lain, bukan untuk dirinya sendiri,’ batin Ara frustasi.

“Aku tanya sekali lagi apakah kamu benar-benar tidak mau ke sini?” tanya Lita penasaran.

Dia benar-benar tidak percaya Ara akan begitu saja membiarkan suaminya jalan dengan wanita lain.

“Haruskah aku?”

“Ya, kamu harus! Paling tidak dengan datang ke sini kamu jadi bisa melihat bagaimana reaksi suamimu jika kamu memergokinya jalan dengan wanita lain.”

Ara terdiam. Sebenarnya dia juga ingin mengetahui bagaimana reaksi Wei, tapi di sisi lain Ara juga takut ... takut kalau Wei akan tetap bersikap dingin dan acuh tak acuh.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status