Share

Kebangkitan Istri Yang Diabaikan
Kebangkitan Istri Yang Diabaikan
Penulis: Princess Angel

Bab 1. Diabaikan

“Kakak pulang,” kata Ara tidak dapat menyembunyikan kegembiraannya.

Dia bergegas menghampiri Wei, dia ingin membantunya membawa koper tapi Wei malah mendorongnya kasar hingga membuat Ara hampir terjatuh.

“Kak!” seru Ara sambil membelalakkan mata tidak percaya melihat sikap kasar Wei saat ini.

Walaupun Wei selalu dingin dan menjaga jarak sejak mereka menikah, tidak pernah sekalipun suaminya itu bersikap kasar kepadanya.

Ini adalah yang pertama kalinya.

Tanpa ekspresi, Wei meninggalkan Ara yang masih tampak tertegun.

Ara menatap punggung suaminya dengan mata nanar. Dia hanya menghela napas panjang ketika melihat Wei sudah masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu.

“Mungkin dia sedang ada masalah di perusahaan,” gumam Ara mencoba menghibur dirinya sendiri.

Dia menepuk kedua pipinya pelan dan kembali menghela napas panjang untuk menghilangkan kesedihan dan rasa sesak di dadanya.

“Sabar ... sabar Ara, kamu harus tetap semangat dan kuat. Yakinlah suatu saat nanti, Wei pasti akan kembali menjadi Wei yang baik dan penuh perhatian serta kasih sayang seperti dulu,” gumam Ara kembali menguatkan dirinya sendiri.

Ara memutuskan untuk memasak beberapa makanan kesukaan suaminya sebagai menu makan malam hari ini.

Dia berharap usahanya ini dapat menyenangkan hati Wei dan menghilangkan kekesalannya.

Setelah menata meja makan, Ara perlahan naik ke lantai atas menuju kamar suaminya.

Ara mengetuk pintu kamar Wei pelan karena takut kembali membangkitkan kemarahannya.

Wei berdecak kesal ketika mendengar ketukan dari pintu kamarnya yang terus menerus dan berulang-ulang.

“Kak ... makan malam sudah siap, jika kamu sudah selesai, ayo makan bersamaku,” kata Ara dengan suara bergetar.

Dia takut ... takut kalau tiba-tiba Wei akan mengasarinya kembali ketika suaminya itu mulai merasa terganggu.

Setelah lama tidak ada jawaban, Ara kembali turun ke bawah dan memutuskan untuk duduk di meja makan menunggu Wei keluar dari kamarnya.

Tidak lama kemudian, Wei turun dari lantai dua dengan pakaian santai dan membawa ransel di bahunya.

“Kak, makan dulu,” kata Ara ketika melihat Wei berjalan lurus melewati meja makan.

“Aku tidak lapar!”

“Kak ... aku sudah memasak makanan kesukaanmu,” kata Ara sambil memegang tangan suaminya dengan tatapan memohon.

“Aku tidak menyuruhmu memasak!” kata Wei sambil mengibaskan tangannya yang saat ini sedang dipegang oleh Ara.

“Kak ....”

Ara menatap punggung suaminya dengan mata berkaca-kaca. Dia merasa sangat terpukul dan putus asa melihat sikap suaminya saat ini.

Kapan Wei akan berubah?

Tanpa menoleh ke arah istrinya, Wei terus berjalan meninggalkan rumah.

“Nyonya ....”

Kepala pelayan yang menyaksikan peristiwa itu benar-benar tidak tahu harus berkata apa.

Dia merasa sangat sial karena telah menyaksikan peristiwa menyedihkan antara tuan dan nyonyanya sendiri.

‘Hei ... ini benar-benar usaha yang sia-sia,’ batin kepala pelayan sambil menggelengkan kepalanya merasa tidak ada harapan.

Padahal setahunya sejak kecil tuan dan nyonyanya begitu dekat, bahkan lebih dekat dari sepasang saudara kandung.

Tapi entah mengapa setelah menikah keduanya malah menjadi semakin jauh dan jauh.

“Ambil perlengkapan makan itu dan kembalikan ke tempatnya semula,” kata Ara tidak dapat menyembunyikan nada sedih dan kesal dalam suaranya.

Dia duduk di kursinya dan hanya menatap kosong ke arah perlengkapan makan yang awalnya disiapkan untuk suaminya tersebut.

“Baik, Nyonya.”

Kepala pelayan mengambil perlengkapan makan yang dimaksud dan meninggalkan ruang makan dengan perasaan tertekan.

Setelah kepala pelayan pergi, Ara mulai mencicipi semua hidangan yang telah dia masak dengan tangan bergetar.

“Ini enak ... ini enak ... ini juga enak,” gumamnya dengan air mata yang hampir tumpah dan tangis yang tertahan.

Ara menengadahkan wajahnya ke atas, dia benar-benar kecewa karena masakannya selalu ditolak oleh suaminya.

Dia telah berusaha belajar masak semua makanan kesukaan suaminya sejak awal mereka menikah, hingga berkali-kali jarinya terluka karena teriris pisau.

Namun, suaminya sama sekali tidak pernah bergeming untuk mencicipi dan menghargai keahlian memasaknya ini.

Ara duduk di kursinya sambil menangis terisak dan menyuap makanan yang ada di piringnya.

Beberapa kali dia hampir tersedak karena makan sambil menangis.

Ara bertanya-tanya mengapa suaminya itu terus mendorongnya dan bersikap dingin kepadanya?

Kedatangan dan kepergian Wei yang sangat singkat membuat Ara tidak bisa tidur.

Ara gelisah memikirkan di mana suaminya tinggal dan bermalam saat ini.

“Kemana Wei pergi?” gumam Ara sambil membalikkan badannya ke samping.

Apakah dia ke tempat wanita lain?

Dengan cepat Ara menepis pemikiran tersebut. Ara yakin Wei adalah tipe pria yang setia kepada pasangannya.

“Wei pasti tidur di kantor seperti biasanya,” gumam Ara yakin.

Dia kembali terkenang pada masa kecilnya.

Saat itu Ara selalu mengikuti Wei ke manapun pria itu pergi, tak ubahnya seperti buntut dan Wei akan selalu menganggap Ara sebagai gadis yang lucu serta menggemaskan.

Wei tidak pernah terlihat keberatan ketika dirinya terus dibuntuti oleh Ara karena pria itu telah menganggap Ara seperti adik perempuan sendiri.

Tapi semua kedekatan itu mulai merenggang setelah adanya perjodohan yang dilakukan oleh kedua orangtua mereka ....

Apakah perubahan sikapnya benar-benar karena masalah itu?

‘Tidak ... mungkin ini hanya perasaanku saja,’ batin Ara berusaha menepis prasangka yang baru saja datang ke dalam pikirannya.

Sementara itu di sebuah kantor bergaya klasik, Wei tampak bertopang dagu menatap langit di luar jendela kantornya.

Wei mengingat sikap kasarnya kepada Ara ketika dia pulang ke rumah tadi.

Entah mengapa Wei merasa bersalah dan kasihan kepada Ara. Bagaimanapun istrinya itu juga merupakan korban dalam perjodohan ini.

“Mengapa mereka memutuskan sendiri dan tidak bertanya kepada kami?” gumam Wei mendengus kesal.

Hanya karena melihat dirinya dan Ara dekat, kedua orang tua mereka dengan seenaknya langsung memutuskan untuk menjodohkan mereka berdua.

Wei benar-benar tidak bisa menerima semua ini ....

Dia tidak bisa menerima orang lain mengatur jalan hidupnya, sekalipun itu adalah orang tuanya sendiri.

Keesokan harinya ....

Ara melihat Wei di sebuah media online sedang menghadiri sebuah acara resmi bersama sekretarisnya.

Kehadiran Wei bersama sekretarisnya membuat heboh jagad maya. Sebab, dari sekian banyak pengusaha yang hadir hanya Wei yang datang ke acara tersebut tanpa di dampingi seorang istri.

“Apakah dia masih lajang?” tanya salah satu akun yang mengomentari berita tersebut.

“Sepertinya memang begitu.”

“Sekretarisnya lumayan cantik.”

“Yang di atas, wanita itu masih satu alumni dengannya.”

“Apakah mereka pasangan kekasih?”

“Aku merestui, mereka terlihat cocok ketika berdiri berdampingan.”

“Semoga sampai ke pelaminan.”

Ara membaca semua komentar netizen yang merestui Wei dan sekretarisnya bersatu dengan mata yang berkabut.

Pernikahannya dengan Wei memang tidak dilakukan secara terbuka. Wajar saja jika tidak banyak orang yang tahu kalau Wei sudah menikah.

“Apakah mereka benar-benar sepasang kekasih? Apakah aku telah memisahkan mereka?” gumam Ara dengan tatapan mata kosong.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
for you
untung cuma ada di kehidupan dunia novel ada istri bodoh tak di angab sama laki laki yg bergelar suami tapi masih bertahan kalau dunia nyata udah di buang ga pake lama sampai 2thn bertahan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status