“Kakak pulang,” kata Ara tidak dapat menyembunyikan kegembiraannya.
Dia bergegas menghampiri Wei, dia ingin membantunya membawa koper tapi Wei malah mendorongnya kasar hingga membuat Ara hampir terjatuh.
“Kak!” seru Ara sambil membelalakkan mata tidak percaya melihat sikap kasar Wei saat ini.
Walaupun Wei selalu dingin dan menjaga jarak sejak mereka menikah, tidak pernah sekalipun suaminya itu bersikap kasar kepadanya.
Ini adalah yang pertama kalinya.
Tanpa ekspresi, Wei meninggalkan Ara yang masih tampak tertegun.
Ara menatap punggung suaminya dengan mata nanar. Dia hanya menghela napas panjang ketika melihat Wei sudah masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu.
“Mungkin dia sedang ada masalah di perusahaan,” gumam Ara mencoba menghibur dirinya sendiri.
Dia menepuk kedua pipinya pelan dan kembali menghela napas panjang untuk menghilangkan kesedihan dan rasa sesak di dadanya.
“Sabar ... sabar Ara, kamu harus tetap semangat dan kuat. Yakinlah suatu saat nanti, Wei pasti akan kembali menjadi Wei yang baik dan penuh perhatian serta kasih sayang seperti dulu,” gumam Ara kembali menguatkan dirinya sendiri.
Ara memutuskan untuk memasak beberapa makanan kesukaan suaminya sebagai menu makan malam hari ini.
Dia berharap usahanya ini dapat menyenangkan hati Wei dan menghilangkan kekesalannya.
Setelah menata meja makan, Ara perlahan naik ke lantai atas menuju kamar suaminya.
Ara mengetuk pintu kamar Wei pelan karena takut kembali membangkitkan kemarahannya.
Wei berdecak kesal ketika mendengar ketukan dari pintu kamarnya yang terus menerus dan berulang-ulang.
“Kak ... makan malam sudah siap, jika kamu sudah selesai, ayo makan bersamaku,” kata Ara dengan suara bergetar.
Dia takut ... takut kalau tiba-tiba Wei akan mengasarinya kembali ketika suaminya itu mulai merasa terganggu.
Setelah lama tidak ada jawaban, Ara kembali turun ke bawah dan memutuskan untuk duduk di meja makan menunggu Wei keluar dari kamarnya.
Tidak lama kemudian, Wei turun dari lantai dua dengan pakaian santai dan membawa ransel di bahunya.
“Kak, makan dulu,” kata Ara ketika melihat Wei berjalan lurus melewati meja makan.
“Aku tidak lapar!”
“Kak ... aku sudah memasak makanan kesukaanmu,” kata Ara sambil memegang tangan suaminya dengan tatapan memohon.
“Aku tidak menyuruhmu memasak!” kata Wei sambil mengibaskan tangannya yang saat ini sedang dipegang oleh Ara.
“Kak ....”
Ara menatap punggung suaminya dengan mata berkaca-kaca. Dia merasa sangat terpukul dan putus asa melihat sikap suaminya saat ini.
Kapan Wei akan berubah?
Tanpa menoleh ke arah istrinya, Wei terus berjalan meninggalkan rumah.
“Nyonya ....”
Kepala pelayan yang menyaksikan peristiwa itu benar-benar tidak tahu harus berkata apa.
Dia merasa sangat sial karena telah menyaksikan peristiwa menyedihkan antara tuan dan nyonyanya sendiri.
‘Hei ... ini benar-benar usaha yang sia-sia,’ batin kepala pelayan sambil menggelengkan kepalanya merasa tidak ada harapan.
Padahal setahunya sejak kecil tuan dan nyonyanya begitu dekat, bahkan lebih dekat dari sepasang saudara kandung.
Tapi entah mengapa setelah menikah keduanya malah menjadi semakin jauh dan jauh.
“Ambil perlengkapan makan itu dan kembalikan ke tempatnya semula,” kata Ara tidak dapat menyembunyikan nada sedih dan kesal dalam suaranya.
Dia duduk di kursinya dan hanya menatap kosong ke arah perlengkapan makan yang awalnya disiapkan untuk suaminya tersebut.
“Baik, Nyonya.”
Kepala pelayan mengambil perlengkapan makan yang dimaksud dan meninggalkan ruang makan dengan perasaan tertekan.
Setelah kepala pelayan pergi, Ara mulai mencicipi semua hidangan yang telah dia masak dengan tangan bergetar.
“Ini enak ... ini enak ... ini juga enak,” gumamnya dengan air mata yang hampir tumpah dan tangis yang tertahan.
Ara menengadahkan wajahnya ke atas, dia benar-benar kecewa karena masakannya selalu ditolak oleh suaminya.
Dia telah berusaha belajar masak semua makanan kesukaan suaminya sejak awal mereka menikah, hingga berkali-kali jarinya terluka karena teriris pisau.
Namun, suaminya sama sekali tidak pernah bergeming untuk mencicipi dan menghargai keahlian memasaknya ini.
Ara duduk di kursinya sambil menangis terisak dan menyuap makanan yang ada di piringnya.
Beberapa kali dia hampir tersedak karena makan sambil menangis.
Ara bertanya-tanya mengapa suaminya itu terus mendorongnya dan bersikap dingin kepadanya?
Kedatangan dan kepergian Wei yang sangat singkat membuat Ara tidak bisa tidur.
Ara gelisah memikirkan di mana suaminya tinggal dan bermalam saat ini.
“Kemana Wei pergi?” gumam Ara sambil membalikkan badannya ke samping.
Apakah dia ke tempat wanita lain?
Dengan cepat Ara menepis pemikiran tersebut. Ara yakin Wei adalah tipe pria yang setia kepada pasangannya.
“Wei pasti tidur di kantor seperti biasanya,” gumam Ara yakin.
Dia kembali terkenang pada masa kecilnya.
Saat itu Ara selalu mengikuti Wei ke manapun pria itu pergi, tak ubahnya seperti buntut dan Wei akan selalu menganggap Ara sebagai gadis yang lucu serta menggemaskan.
Wei tidak pernah terlihat keberatan ketika dirinya terus dibuntuti oleh Ara karena pria itu telah menganggap Ara seperti adik perempuan sendiri.
Tapi semua kedekatan itu mulai merenggang setelah adanya perjodohan yang dilakukan oleh kedua orangtua mereka ....
Apakah perubahan sikapnya benar-benar karena masalah itu?
‘Tidak ... mungkin ini hanya perasaanku saja,’ batin Ara berusaha menepis prasangka yang baru saja datang ke dalam pikirannya.
Sementara itu di sebuah kantor bergaya klasik, Wei tampak bertopang dagu menatap langit di luar jendela kantornya.
Wei mengingat sikap kasarnya kepada Ara ketika dia pulang ke rumah tadi.
Entah mengapa Wei merasa bersalah dan kasihan kepada Ara. Bagaimanapun istrinya itu juga merupakan korban dalam perjodohan ini.
“Mengapa mereka memutuskan sendiri dan tidak bertanya kepada kami?” gumam Wei mendengus kesal.
Hanya karena melihat dirinya dan Ara dekat, kedua orang tua mereka dengan seenaknya langsung memutuskan untuk menjodohkan mereka berdua.
Wei benar-benar tidak bisa menerima semua ini ....
Dia tidak bisa menerima orang lain mengatur jalan hidupnya, sekalipun itu adalah orang tuanya sendiri.
Keesokan harinya ....
Ara melihat Wei di sebuah media online sedang menghadiri sebuah acara resmi bersama sekretarisnya.
Kehadiran Wei bersama sekretarisnya membuat heboh jagad maya. Sebab, dari sekian banyak pengusaha yang hadir hanya Wei yang datang ke acara tersebut tanpa di dampingi seorang istri.
“Apakah dia masih lajang?” tanya salah satu akun yang mengomentari berita tersebut.
“Sepertinya memang begitu.”
“Sekretarisnya lumayan cantik.”
“Yang di atas, wanita itu masih satu alumni dengannya.”
“Apakah mereka pasangan kekasih?”
“Aku merestui, mereka terlihat cocok ketika berdiri berdampingan.”
“Semoga sampai ke pelaminan.”
Ara membaca semua komentar netizen yang merestui Wei dan sekretarisnya bersatu dengan mata yang berkabut.
Pernikahannya dengan Wei memang tidak dilakukan secara terbuka. Wajar saja jika tidak banyak orang yang tahu kalau Wei sudah menikah.
“Apakah mereka benar-benar sepasang kekasih? Apakah aku telah memisahkan mereka?” gumam Ara dengan tatapan mata kosong.
Jika benar seperti itu, maka semua sikap dingin Wei memang bisa dimengerti.‘Dia pasti merasa sangat tertekan karena harus meninggalkan kekasihnya ketika menikahi aku ... pantas saja, sudah hampir dua tahun pernikahan tapi sikapnya begitu dingin dan jauh,’ batin Ara tidak dapat menyembunyikan keluhannya.“Mengapa dia tidak menolak pernikahan ini?” gumam Ara sedih.Jika Wei menolak menikahinya, Ara pasti akan berusaha untuk menerimanya dengan lapang dada.Sekarang ... Ara hanya bisa bertahan, apapun yang terjadi Ara ingin mencoba mempertahankan pernikahannya dengan Wei, setidaknya sampai ulang tahun pernikahan mereka yang kedua.Jika sampai ulang tahun pernikahan mereka yang kedua Wei tidak juga berubah ... barulah Ara sendiri yang akan melepaskan Wei dengan ikhlas.Di kantornya, Wei melempar tab ke pangkuan humas perusahaan dengan perasaan kesal.“Cepat kalian buat klarifikasi tentang permasalahan ini!” katanya tegas sambil menahan amarah.Bisa-bisanya netizen mengira dia sedang menja
Ara masih bisa berpura-pura baik-baik saja ketika melihat sikap dingin Wei saat mereka sedang berdua. Tapi apakah dia bisa tetap seperti itu jika Wei menunjukkan sikap yang sama di hadapan orang lain?Tapi ... walaupun takut, Ara benar-benar penasaran dan ingin memastikan bagaimana sikap Wei kepadanya ketika sedang di hadapan orang lain.Sejak menikah mereka tidak pernah jalan bareng atau ada di tempat yang sama dalam suatu kesempatan. Jadi Ara benar-benar tidak tahu bagaimana Wei akan memperlakukannya ketika di depan orang lain.“Baiklah ... aku akan ke sana,” kata Ara pada akhirnya.Dia memang takut, tapi rasa ingin tahu yang lebih besar membuatnya tidak dapat menahan keinginan untuk datang ke tempat Wei dan sekretarisnya berada saat ini.“Bagus, aku tunggu di depan KTV, jangan lama-lama,” kata Lita lega.Tidak lama kemudian Ara sudah ada di KTV tersebut dan diantar Lita masuk ke dalam.Pada saat yang sama Wei dan Rina baru saja keluar dari kotak KTV bersama teman mereka yang lain k
Bukankah dulu Wei jatuh cinta kepadanya?‘Mengapa sekarang sikapnya sama sekali tidak menunjukkan kalau dia pernah jatuh cinta padaku?’ batin Rina bingung.Jika dia tahu Wei akan seperti ini, Rina pasti akan berpikir dua kali ketika menolak cinta Wei.Dulu Rina pikir Wei akan semakin penasaran jika ditolak oleh seorang wanita.Bukankah di novel-novel roman diceritakan kalau para pria kaya itu sangat menghargai wanita yang sulit untuk didapatkan?Setelah keluar dari butik, Rina dan Wei mampir ke salon terlebih dahulu sebelum datang ke restoran mewah tempat acara pertemuan dilangsungkan.Sepasang suami istri berkebangsaan China sudah menunggu dan tersenyum ketika Wei dan Rina datang menghampiri mereka.“Maaf menunggu lama,” kata Wei sopan.“Tidak apa, silakan duduk,” kata si pria sambil tersenyum ramah.“Oh iya, kenalkan ini sekretarisku, namanya Rina ... Rina, ini Daniel dan itu istrinya Stacy,” kata Wei setelah duduk di kursinya.“Selamat malam, Tuan, Nyonya,” sapa Rina sambil terseny
Ara juga sudah menulis surat permintaan maaf kepada suaminya itu atas gangguannya selama ini. Mungkin selama ini kehadirannya benar-benar sangat mengganggu bagi Wei hingga pria itu sama sekali tidak mau lagi tidur di rumahnya sendiri sejak mereka menikah .... Suara klakson mobil membangunkan lamunan Ara. Kepala pelayan dengan sigap membukakan pintu taksi untuk Ara. “Terima Kasih,” kata Ara sambil masuk ke dalam mobil. Ketika pintu mobil ditutup, Ara melihat sekali lagi ke arah rumah yang telah ditinggalinya selama dua tahun ini. Dia seolah ingin mematrinya di dalam hati, betapa banyak kenangan pahit dan air mata yang dialaminya selama tinggal di rumah ini. “Selamat tinggal, Wei ... semoga kamu bahagia,” bisik Ara tanpa suara. Sore harinya .... Wei pulang dan merasa heran ketika melihat keadaan rumah yang tampak sepi. “Tuan ....” Kepala pelayan datang menyapa. “Hmm,” sahut Wei datar. Tanpa banyak bicara Wei langsung naik ke lantai atas. Tadinya dia ingin langsung masuk ke d
Wei hanya diam. Dia bangkit dari tanah dan mengelap darah di sudut bibirnya lalu kembali berjongkok di sisi makam istrinya dengan kepala tertunduk. Tidak ada keinginan dari Wei untuk membalas pukulan Arga ataupun menolak tuduhannyaDia tahu ini semua memang salahnya. Tanpa sengaja dia telah membunuh istrinya sendiri karena sikap dingin dan tidak pedulinya.Dia memang pantas untuk dipukul!Tidak ada air mata mengalir dari matanya ....Bukan berarti Wei tidak bersedih. Semua air matanya sudah terkuras habis sejak kemarin. Sekarang yang Wei rasakan hanyalah kosong dan hampa.Namun, semua itu malah membuat keluarga Ara menjadi semakin marah dan menganggap Wei sangat tidak berperasaan. Mereka mengira Wei merasa senang dan bebas atas kepergian Ara.Tidak ada lagi istri yang tidak diharapkan dan Wei bisa menikah dengan wanita manapun yang dia mau."Wei ... tolong kembalikan anak Mama," kata Eva-mama Ara- dengan air mata yang bercucuran. "Ara anak perempuan Mama satu-satunya ... tolong ..
Tidak ada satupun yang percaya kalau dirinya bukanlah gadis itu sekalipun Paul dan Hanna.'Mungkin ini memang jalan yang diberikan tuhan untukku, agar bisa memulai hidup baru dengan wajah yang baru,' batin Ara pasrah.Ara membayangkan wajah kedua orang tua dan kakak laki-lakinya. Dia benar-benar tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan keluarganya saat mendapat kabar kecelakaan pesawat yang melibatkan dirinya saat itu.Tanpa terasa air matanya mulai mengalir deras."Mengapa kamu menangis, Sayang? Harusnya kamu merasa bahagia karena bisa selamat dari kecelakaan itu," kata Paul merasa khawatir melihat air mata Ara yang mengalir begitu derasnya. "Aku sedih memikirkan wajahku, Papa," kata Ara dengan perasaan canggung sambil menghapus air matanya."Jangan sedih sayang, kami janji akan berusaha mengembalikan penampilan terbaikmu seperti sedia kala," kata Hanna sambil memeluk Ara penuh kasih sayang.***Gundukan tanah basah itu selalu bertabur warna warni bunga yang menebarkan bau harum.
Dia ingin tahu bagaimana reaksi Wei saat melihat hasil penyelidikan yang mengarah kepada Rina sebagai dalang di balik ramainya komentar netizen di foto mereka."Ini ... ini tidak mungkin, aku tidak percaya Rina mampu melakukan hal tercela seperti ini," kata Wei merasa tidak percaya kalau apa yang ada ditangannya saat ini adalah sebuah kebenaran."Sialan! Jadi kamu pikir kita semua yang bohong dan wanita itu yang benar?" tanya Arga marah."Bukan ... bukan begitu maksudku," bantah Wei cepat."Mau sampai kapan kamu terus membelanya? Jangan kamu kira aku tidak tahu kalau sebelumnya kamu pernah menyatakan cinta pada wanita itu dan ditolak! Kamu masih terobsesi padanya, 'kan?" tanya Arga sambil menyipitkan mata tidak bisa menyembunyikan kemarahannya."Tidak! Aku malah bersyukur dia telah menolak ku karena belakangan aku baru tahu kalau wanita yang aku cintai sebenarnya adalah Ara, bukan dia," jawab Wei tegas."Apa gunanya kamu mengetahui kalau kamu mencintai Ara di saat adikku itu sudah per
Ara menggelengkan kepalanya dan tersenyum sedih. 'Dia tidak mungkin sedih, aku rasa dia malah bahagia mendengar berita itu karena dia jadi lebih leluasa untuk menikahi kekasihnya,' batin Ara lagi dengan hati yang berdenyut sakit hingga membuatnya tanpa sadar mengerutkan kening."Ada apa? Mengapa wajahmu tiba-tiba terlihat sedih?" tanya Luke perhatian.Dia menyadari perubahan suasana hati Ara dari wajahnya yang tiba-tiba menjadi sangat sedih dan tertekan. Luke tidak mengerti kesedihan apa yang bisa dirasakan oleh gadis secantik Ara? Dia memiliki segalanya dan orang tua yang sangat menyayanginya.'Apakah dia sedih karena orang tuanya sibuk dan tidak bisa menungguinya di sini?' batin Luke menerka-nerka.Mendengar pertanyaan Luke, Ara segera menepiskan bayangan Wei dari pikirannya."Tidak apa, aku hanya sedang teringat pada seseorang," kata Ara sambil menghela napas panjang."Siapa? Apakah kekasihmu?" tanya Luke ingin tahu."Bukan. Aku memang mencintainya, tapi dia tidak mencintaiku," ka