“Astaga!” Bima terperanjat begitu mendapati Mira yang duduk di ruang tengah.Mira menoleh dan menyunggingkan senyuman dari bibir yang dipoles dengan lipstik merah menyala.“Mas Bima,” Mira beranjak dan menghampiri suaminya.“Ngapain sih kamu duduk di situ dengan keadaan temaram begini? Bikin kaget aku saja,” Bima menepiskan tangan Mira yang menyentuh pundaknya perlahan. “Lagian sudah kubilang, kamu enggak usah nungguin aku pulang.”Lantas Bima mengamati penampilan Mira malam ini yang membuat dahinya berkerut. Lingerie hitam berpotongan dada rendah itu membalut tubuh Mira.“Sebagai istri yang baik, aku harus menunggumu, Mas. Oh iya, aku sudah siapkan makan malam spesial unt
Keesokan harinya di akhir pekan, Mira bersiap untuk membuntuti Bima. Suaminya itu bilang kantornya mengadakan outing di daerah Sukabumi. Jadi, dia harus pergi pagi-pagi sekali.Seperti biasa, Mira tetap bersikap santai dan melepas kepergian suaminya itu dengan senyum lebar. Saat mobil Bima menghilang dari pandangannya, raut wajah Mira nampak dipenuhi dengan kekesalan.Lantas, Mira langsung menghubungi Bella. Sahabatnya itu sudah menunggu di pintu keluar komplek perumahan Mira.“Bell, rusa sudah keluar kandang,” ucap Mira di ujung telepon yang artinya Bima sudah pergi dari rumah.“Oke, harimau siap memburu,” balas Bella dengan penuh semangat.Bella pun mendapati mobil sedan hitam yang berbelok memasuki
“Membantu saya?” Kedua ujung alis Mira saling menyatu.Wanita setengah baya itu mengangguk pelan. Sementara Bella memperhatikan wanita itu dengan curiga. Rambutnya disanggul dengan rapi dan mengenakan kemeja putih formal.“Bagaimana Anda bisa membantu teman saya untuk mengecek keberadaan suaminya di hotel ini, sementara stafnya saja enggak mau memberi tahu?” cecar Bella sambil bersedekap.Wanita itu tersenyum simpul. “Karena saya adalah staf senior di hotel ini.”“Apa?!” ujar Mira dan Bella bersamaan.Wanita itu mengedarkan pandangan ke sekitar. “Sebaiknya kita enggak berbicara di sini.”Akhirnya mereka mencari tempat yang aman yaitu parkiran di ruko sebelah hotel tempat Bella memarkirkan mobilnya.“Apa yang membuat Anda ingin membantu saya?” Mira bertanya sambil terheran-heran, mengingat wanita itu bisa saja mempertaruhkan pekerjaannya.Wanita itu mendesah perlahan. “Sebenarnya besok adalah hari terakhir saya bekerja di hotel ini setelah dua puluh tahun mengabdi. Manajemen hotel mend
“Gimana, Sayang? Aman kan?” Tanya Vania sambil menatap pantulan dirinya di depan cermin.“Aman dong,” Bima merangkul pinggang Vania dari belakang. “Sudah kubilang, Mira itu gampang dibodohi. Jadi, kita bisa bersenang-senang sampai besok.”Bibir Bima mengecup pelan leher Vania yang jenjang.“Astaga, Sayang. Jangan mulai lagi deh. Aku kan baru keramas,” Vania menjauhkan kepala Bima yang mulai bergerak liar.Bima mempererat pelukannya. “Tinggal keramas lagi kan?”“Enak aja! Mas, malam ini kita kan mau dinner. Aku harus menata rambutku sedemikian rupa supaya bisa tampil cantik saat digandeng kamu,” Vania beralasan.“Enggak usah dandan pun kamu udah cantik kok, Sayang,” Bima melemparkan senyumannya melalui pantulan cermin.Lantas, Vania membalikkan tubuhnya. Kedua mata wanita itu langsung tertuju pada bulu-bulu tipis yang mulai menghiasi sekitaran rahang dan dagu Bima yang membuat pria itu semakin tampan.Telapak tangannya pun membelai lembut wajah Bima.“Sayang, makasih ya karena beberapa
“Kamu membuat keputusan yang tepat, Mir,” tukas Citra dari jok belakang. “Lelaki kurang ajar seperti itu harus diberi pelajaran!”Dari balik kemudi, Bella mengangguk setuju. “Setidaknya, dengan kemunculanmu nanti, mereka bakalan sadar kalau kamu itu enggak gampang dibodohi.”Sementara itu, Mira hanya tertunduk lesu. “Setelah aku memergoki mereka, apa yang harus kulakukan? Bercerai dengan Mas Bima?”Terdengar desahan panjang dari mulut Citra. “Semua keputusan ada di tanganmu, Mir. Yang pasti kita harus kumpulkan bukti dulu kalau suamimu itu benar berselingkuh.”Mulut Mira mengatup rapat. Pikirannya jadi kalut memikirkan perceraian, hal yang tidak pernah terlintas di benaknya sejak dulu.
Malam harinya, Mira terperanjat saat mendapati Bima yang sudah menunggu dirinya di ruang tengah.“Mira,” Bima langsung bangkit dan menghampiri istrinya.“Papa, jahat!” pekik Kiran sambil melepaskan gandengan tangannya dari Mira. Lalu gadis mungil itu bersedekap seraya memanyunkan bibirnya.Kini mata Bima melotot ke arah Mira. Dia tidak menyangka kalau Mira memberi tahu Kiran apa yang terjadi tadi pagi.Bima pun menghambur pada Kiran dan memegang pundak putrinya itu. “Kiran…maafkan Papa. Apa yang Mama katakan itu enggak benar.”Mira mendengus mendengar ucapan Bima.“Padahal Papa kan udah janji mau anterin Kiran ke ulang tahun Jason!&
“Ma, kita mau kemana?” Kiran memandangi dua koper besar yang digeret Mira ke teras depan.Mira berusaha mengulas senyuman di depan anaknya. “Setelah pulang sekolah, kita akan pergi ke hotel!”“Yee! Asyik! Kita mau liburan, Ma? Sama Papa juga kan?” Kiran melonjak kegirangan.“Kali ini, kita liburan berdua dulu ya? Nanti Papa menyusul,” tandas Mira. Tidak lama kemudian, taksi online yang Mira pesan datang.Dibantu supirnya, Mira menaruh dua koper besar tersebut ke bagasi.“Mau liburan atau pindahan nih, Bu?” tanya supir itu dengan nada bercanda.“Liburan, Pak.” Jawab Mira cepat. “Tapi sekalian pindahan,” ucapnya lagi setelah supir itu menjauh darinya.Di sepanjang perjalanan menuju sekolah Kiran, Mira menghabiskan waktunya dengan berpikir. Kapan dia harus memberi tahu kedua orangtuanya, juga kapan dia harus pergi ke rumah Lela dan membongkar segala kebusukan putranya itu.Lantas, bagaimana dengan Kiran? Bagaimana pula dengan nasibnya yang harus hidup tanpa Bima? Selama ini, Mira menggan
“Jadi, habis aku pulang sekolah, kita mau kemana, Ma?” Kiran menengadahkan wajahnya pada Mira.“Kita mau ke Dufan. Semalam kamu bilang mau naik komidi putar kan?” Tukas Mira sambil menekan tombol lift.Pintu lift pun menutup perlahan bersamaan dengan Kiran yang tersenyum senang.Begitu mereka sampai ke lantai dasar, Mira langsung mengecek ponselnya. Taksi online yang dia pesan ternyata masih agak jauh dari hotelnya.Lalu Mira menggandeng tangan Kiran keluar dari lift. Sementara itu, matanya tertuju pada layar ponsel sambil mengetikkan sesuatu.Saat mereka melintasi lobi hotel, tiba-tiba Kiran berteriak kencang. “Papa!”Mira langsung tersentak. Dia tidak percaya dengan pendengarannya sendiri. Begitu Mira mengalihkan pandangannya, dia mendapati Bima yang berdiri tidak jauh dari mereka.Kiran sontak melepaskan gandengan tangannya dari Mira dan berlari menuju Bima. Dengan kedua tangan yang mengembang terbuka, Bima langsung menyambut pelukan Kiran.Sementara itu, Mira menahan langkahnya. K