Home / Rumah Tangga / Kebangkitan Mafia yang Dikhianati / Bab 3: Intrik dan manipulasi

Share

Bab 3: Intrik dan manipulasi

last update Last Updated: 2024-08-02 11:37:40

Kehidupan Nadia bersama Adrian, yang awalnya tampak menjanjikan, mulai terasa seperti penjara emas. Meskipun dia hidup dalam kemewahan, Nadia merasa terasing dan tidak bahagia. Adrian, yang dulu tampak penuh perhatian, kini lebih sibuk dengan urusan bisnisnya dan sering meninggalkan Nadia sendirian. Di saat-saat seperti ini, pikiran Nadia kembali ke Ferdy, suami yang telah dia tinggalkan. Rasa bersalah mulai menggerogoti hatinya, tetapi dia merasa tidak ada jalan kembali.

Sementara itu, Ferdy terus mengawasi setiap gerakan Nadia dan keluarganya. Melalui Andi dan anak buahnya, Ferdy mengetahui bahwa keluarga Nadia sedang merencanakan pesta besar untuk merayakan hubungan baru Nadia dengan Adrian. Pesta ini akan menjadi simbol bagi mereka untuk memamerkan kekayaan dan status mereka kepada dunia.

Ferdy melihat ini sebagai kesempatan emas untuk memulai serangannya. Dia memutuskan untuk menghancurkan pesta tersebut dan mempermalukan Adrian di depan semua orang penting dalam hidupnya. Rencana ini memerlukan koordinasi yang cermat dan eksekusi yang sempurna.

Malam pesta, Ferdy dan anak buahnya berbaur di antara tamu undangan, menyamar sebagai staf layanan. Mereka telah mempersiapkan segalanya dengan matang. Di dalam ruangan, suasana pesta begitu meriah. Tamu-tamu berpakaian mewah, musik yang mengalun lembut, dan lampu kristal yang berkilauan menciptakan atmosfer glamor.

Adrian berdiri di tengah ruangan, mengobrol dengan para tamu dan menerima pujian dengan senyum puas. Nadia, di sisinya, mencoba untuk tersenyum, tetapi hatinya terasa kosong. Saat Adrian meninggalkannya untuk berbicara dengan beberapa pebisnis penting, Nadia mengambil kesempatan untuk menyelinap keluar ke taman belakang, mencari ketenangan.

Di taman, Nadia duduk di bangku dan memandang bintang-bintang di langit. Dia merindukan kesederhanaan dan kehangatan yang pernah dia miliki bersama Ferdy. Air mata mulai mengalir di pipinya saat dia merenungkan kesalahannya.

Tiba-tiba, dia mendengar suara langkah mendekat. Dia mengangkat kepala dan melihat Ferdy berdiri di depannya. Nadia terkejut dan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. “Ferdy? Apa yang kamu lakukan di sini?”

Ferdy menatapnya dengan tatapan dingin. “Aku hanya datang untuk melihat bagaimana hidupmu sekarang, setelah kau tinggalkan aku untuk pria kaya itu.”

Nadia terdiam, tidak tahu harus berkata apa. Dia merasa malu dan bersalah. “Ferdy, aku... aku minta maaf. Aku tidak tahu apa yang aku lakukan.”

Ferdy menghela napas panjang. “Sudah terlambat untuk itu, Nadia. Aku tidak datang untuk mendengar permintaan maafmu. Aku datang untuk memastikan bahwa kamu dan keluargamu merasakan akibat dari perbuatan kalian.”

Sebelum Nadia bisa menjawab, Ferdy berbalik dan berjalan kembali ke dalam rumah. Nadia merasa cemas dan ketakutan. Dia tidak tahu apa yang akan dilakukan Ferdy, tetapi firasatnya mengatakan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi.

Di dalam rumah, pesta terus berlanjut tanpa gangguan. Namun, suasana berubah ketika lampu tiba-tiba padam, meninggalkan semua orang dalam kegelapan. Tamu-tamu mulai panik dan berbisik-bisik, mencari tahu apa yang terjadi.

Dalam kegelapan, suara langkah kaki terdengar mendekati Adrian. Saat lampu darurat menyala, Adrian berdiri di tengah ruangan dengan wajah pucat. Di depan semua tamu, seorang pria besar dan berotot, salah satu anak buah Ferdy, menyerahkan sebuah amplop kepada Adrian.

“Ini untukmu,” kata pria itu dengan suara berat.

Adrian membuka amplop itu dengan tangan gemetar. Di dalamnya ada foto-foto dirinya yang menunjukkan berbagai skandal bisnis dan personal yang selama ini dia sembunyikan. Tamu-tamu mulai berbisik-bisik, dan beberapa orang penting yang hadir mulai menghubungi media.

Adrian merasa dunia di sekitarnya runtuh. Dia mencoba untuk menyangkal semuanya, tetapi bukti-bukti itu terlalu kuat. Tamu-tamu mulai meninggalkan pesta dengan cepat, dan reputasi Adrian mulai hancur seketika.

Ferdy, yang mengamati dari sudut ruangan, merasa puas melihat rencananya berjalan dengan sempurna. Dia tahu bahwa ini baru permulaan. Menghancurkan Adrian hanyalah langkah pertama dalam rencana balas dendamnya.

Nadia, yang masuk kembali ke dalam rumah setelah lampu padam, menyaksikan semuanya dengan perasaan campur aduk. Dia melihat Ferdy di sudut ruangan dan menyadari bahwa ini semua adalah hasil dari rencana suaminya yang terluka. Dia merasa ngeri melihat betapa jauh Ferdy telah berubah.

Ketika tamu terakhir meninggalkan rumah, Adrian duduk terpuruk di tangga, wajahnya penuh kekhawatiran dan rasa malu. Nadia mendekatinya, tetapi Adrian hanya menepis tangannya.

“Jangan sentuh aku! Semua ini gara-gara kamu dan keluargamu,” bentaknya dengan suara penuh kemarahan.

Nadia terdiam, air mata mengalir di pipinya. Dia melihat ke arah Ferdy yang masih berdiri di sudut ruangan, menatap mereka dengan tatapan dingin. Dia menyadari bahwa cintanya yang dulu hangat telah berubah menjadi kebencian yang membara.

Ferdy kemudian berjalan keluar dari rumah besar itu, meninggalkan Nadia dan Adrian dalam kehancuran mereka sendiri. Di luar, Andi menunggunya dengan mobil yang sudah siap berangkat.

“Bagus, Bos. Rencana berjalan lancar,” kata Andi dengan senyum puas.

Ferdy hanya mengangguk. “Ini baru permulaan, Andi. Masih banyak yang harus kita lakukan.”

Mereka masuk ke dalam mobil dan meninggalkan tempat itu. Ferdy tahu bahwa perjalanan balas dendamnya masih panjang, tetapi dia merasa yakin bahwa dia bisa menghadapinya. Dengan setiap langkah yang dia ambil, dia semakin dekat untuk mengembalikan martabatnya yang telah diinjak-injak.

Dalam hati, Ferdy berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia tidak akan berhenti sampai Nadia dan keluarganya merasakan sakit yang sama seperti yang dia rasakan. Dan malam itu, dia tidur dengan perasaan lega, mengetahui bahwa keadilan perlahan-lahan mulai berpihak padanya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kebangkitan Mafia yang Dikhianati    Bab 107: Babak Baru Kehidupan

    Matahari pagi bersinar lembut di atas desa, memberikan kehangatan yang meresap ke hati setiap penduduk. Hari itu terasa berbeda, lebih tenang, tetapi juga lebih penuh harapan. Pusat pembelajaran yang telah dibangun dengan kerja keras menjadi saksi bisu dari perjalanan panjang Laras dan Rizal bersama komunitas desa. Namun, meski proyek besar itu telah selesai, perjalanan hidup mereka masih jauh dari kata usai.Hari itu, Laras dan Rizal memutuskan untuk memulai rapat kecil dengan para pengurus pusat pembelajaran. Ada banyak hal yang harus mereka bahas, dari jadwal pelatihan hingga pengelolaan perpustakaan. Mereka ingin memastikan bahwa tempat itu terus berkembang dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.“Aku berpikir untuk mengadakan pelatihan komputer,” ujar Rizal di tengah diskusi. “Kita bisa mulai dari hal-hal dasar seperti mengetik dan menggunakan internet. Ini akan membantu mereka terhubung dengan dunia luar.”Laras mengangguk setuju. “Itu ide bagus. Selain itu, kita juga bisa

  • Kebangkitan Mafia yang Dikhianati    Bab 106: Cahaya Baru di Ujung Perjalanan

    Setelah lahan untuk pusat pembelajaran resmi menjadi milik komunitas, Laras dan Rizal tidak membuang waktu untuk memulai pembangunan fasilitas permanen. Sebuah rapat besar diadakan di balai desa, melibatkan penduduk, relawan, dan pemuda desa untuk berdiskusi tentang rencana dan desain pusat pembelajaran baru.“Ini adalah milik kita bersama,” kata Laras membuka rapat. “Kami ingin mendengar pendapat kalian tentang apa yang dibutuhkan agar tempat ini menjadi rumah bagi pendidikan dan perkembangan desa.”Beberapa orang mulai memberikan ide-ide mereka. Siti, seorang ibu muda yang sering mengikuti kegiatan belajar-mengajar, mengusulkan adanya ruang khusus bagi ibu-ibu untuk belajar keterampilan baru.“Kami butuh sesuatu yang bisa membantu kami menambah penghasilan,” katanya dengan semangat.“Setuju,” sahut Pak Hadi, seorang petani setempat. “Kalau bisa, ada juga pelatihan teknologi pertanian modern.”Rizal mencatat semua usulan itu. Ia menambahkan, “Kita juga bisa membangun perpustakaan kec

  • Kebangkitan Mafia yang Dikhianati    Bab 105: Keteguhan Hati di Tengah Perubahan

    Setelah kembali dari desa terpencil, Laras dan Rizal memulai babak baru dalam perjuangan mereka. Program pendidikan yang mereka bangun di sana mulai menunjukkan hasil. Berbagai laporan dari tim lapangan mengabarkan bahwa anak-anak semakin semangat belajar, para pemuda mulai mengajukan ide-ide untuk memperbaiki desa, dan komunitas menjadi lebih solid.Namun, kabar baik itu tidak berarti tanpa tantangan. Saat Laras dan Rizal duduk di ruang kerja mereka di kantor kecil Rumah Kita, telepon berdering.“Laras, kita punya masalah besar,” suara Maya, salah satu relawan senior mereka, terdengar di ujung telepon.Laras langsung merasa waspada. “Apa yang terjadi, Maya?”“Lahan yang kita gunakan untuk pusat pembelajaran sementara di desa itu ternyata akan dijual oleh pemiliknya. Kalau tidak segera bertindak, kita bisa kehilangan tempat itu,” jelas Maya dengan nada cemas.Rizal, yang mendengar percakapan itu, langsung menegakkan tubuhnya. “Apa kita tahu siapa pemiliknya?” tanyanya setelah Laras me

  • Kebangkitan Mafia yang Dikhianati    Bab 104: Cahaya Baru di Tengah Perjuangan

    Pagi itu, Laras dan Rizal sibuk mempersiapkan keberangkatan mereka ke salah satu wilayah terpencil yang akan menjadi lokasi program pendidikan baru dari Rumah Kita. Dengan dana hasil penggalangan festival seni yang sukses besar, mereka kini bisa merealisasikan rencana untuk membangun pusat pembelajaran di sana.“Semua barang sudah masuk ke mobil, kan?” tanya Laras sambil memeriksa daftar logistik di tangannya.“Sudah, semuanya lengkap,” jawab Rizal sambil memastikan tenda portabel dan peralatan belajar sudah diangkut.Perjalanan kali ini memiliki arti yang sangat mendalam bagi mereka. Bukan hanya sebagai upaya untuk memperluas misi mereka, tetapi juga untuk mendekatkan diri kepada masyarakat yang akan mereka bantu.---Setelah menempuh perjalanan enam jam yang penuh tantangan, mulai dari jalanan yang berlumpur hingga tanjakan curam, akhirnya mereka tiba di desa kecil di kaki bukit. Desa itu tampak sederhana, dengan rumah-rumah dari kayu dan atap seng yang terlihat sudah tua.“Selamat

  • Kebangkitan Mafia yang Dikhianati    Bab 103: Langkah Pertama Menuju Impian Baru

    Hari itu, Laras dan Rizal memulai pagi dengan semangat baru. Setelah resmi bertunangan, mereka merasa hubungan mereka semakin kuat. Namun, baik Laras maupun Rizal tahu bahwa cinta saja tidak cukup. Mereka memiliki tanggung jawab besar, tidak hanya pada satu sama lain tetapi juga pada visi mereka untuk mengembangkan Rumah Kita."Jadi, apa langkah kita berikutnya?" tanya Rizal sambil menyeruput kopi paginya.Laras memandang papan tulis kecil di dinding dapur, di mana mereka sering menuliskan rencana mingguan. "Aku pikir kita harus fokus pada ekspansi program pendidikan kita. Ada banyak anak di daerah terpencil yang belum terjangkau."Rizal mengangguk setuju. "Aku setuju. Tapi untuk itu, kita butuh lebih banyak dana dan mitra yang kuat. Kita bisa menghubungi beberapa organisasi yang kita temui saat acara sosial bulan lalu."Laras tersenyum. "Kita bisa melakukannya bersama. Kita sudah pernah menghadapi tantangan besar sebelumnya, dan aku yakin kita bisa melakukannya lagi."---Sore hariny

  • Kebangkitan Mafia yang Dikhianati    Bab 102: Cinta yang Kembali Bersemi

    Pagi itu, langit cerah, dan sinar matahari yang hangat menyelinap melalui jendela kamar Laras. Ia bangun dengan perasaan lega setelah malam panjang yang penuh kenangan indah. Hari sebelumnya adalah salah satu pencapaian terbesar dalam hidupnya, tetapi ia tahu bahwa perjalanan hidupnya masih panjang.Setelah menyelesaikan rutinitas paginya, Laras turun ke dapur. Aroma kopi yang baru diseduh memenuhi udara. Rizal sudah ada di sana, sibuk menyiapkan sarapan sederhana."Selamat pagi," sapa Rizal dengan senyum lebar."Selamat pagi," balas Laras sambil duduk di meja. "Kamu bangun lebih pagi hari ini.""Aku hanya ingin memastikan kamu memulai harimu dengan baik," jawab Rizal.Laras tersenyum. Ada sesuatu yang berbeda pada Rizal pagi itu, seolah-olah ia menyimpan sesuatu yang ingin disampaikan. Namun, Rizal hanya menyajikan sarapan dan mengobrol ringan seperti biasa.---Beberapa jam kemudian, Laras menerima panggilan dari salah satu mitra kerja Rumah Kita. Mereka mendiskusikan peluang untuk

  • Kebangkitan Mafia yang Dikhianati    Bab 101: Sebuah Akhir yang Baru

    Hari itu, Laras berdiri di depan balkon rumahnya yang menghadap taman kecil yang baru saja ditata ulang. Angin pagi yang sejuk menyentuh wajahnya, membawa aroma segar dari bunga-bunga yang baru mekar. Ia merasa tenang, meskipun hatinya dipenuhi oleh berbagai emosi.Beberapa bulan terakhir adalah perjalanan yang luar biasa. Dari kesedihan mendalam hingga kebahagiaan yang kini perlahan ia temukan. Laras tidak menyangka bahwa hidupnya akan sampai di titik ini, titik di mana ia merasa kuat, dihargai, dan dicintai.Pagi itu, Rizal datang dengan membawa kopi hangat dan senyum khasnya. "Sudah siap untuk hari ini?" tanyanya sambil menyerahkan secangkir kopi kepada Laras.Laras tersenyum, mengangguk pelan. "Aku siap. Meskipun aku masih sedikit gugup."Rizal tertawa kecil. "Tidak perlu gugup. Kamu sudah melakukan pekerjaan yang luar biasa. Hari ini hanya perayaan kecil untuk semua yang telah kamu capai."Hari itu adalah hari peresmian program pelatihan daring yang dikembangkan oleh tim Laras. P

  • Kebangkitan Mafia yang Dikhianati    Bab 100: Awal dari Kebahagiaan Baru

    Hari itu adalah hari yang sangat dinanti di Rumah Kita. Laras berdiri di depan aula besar yang sudah dihias dengan sederhana namun elegan. Hari ini adalah acara kelulusan angkatan pertama peserta pelatihan. Ia merasa bangga sekaligus haru melihat perjalanan mereka selama beberapa bulan terakhir.Para peserta, yang dulunya datang dengan berbagai cerita dan latar belakang menyedihkan, kini berdiri dengan penuh percaya diri. Mereka telah menemukan tujuan baru dalam hidup mereka, berkat program ini. Laras memandang mereka dengan senyum lebar, merasa perjuangannya selama ini tidak sia-sia.Ketika waktu menunjukkan pukul 10 pagi, Rizal mengambil alih mikrofon untuk membuka acara. Pria itu mengenakan setelan jas yang rapi, namun tetap menampilkan senyum ramahnya.“Selamat pagi semuanya,” sapa Rizal. “Hari ini adalah momen spesial bagi kita semua. Kita tidak hanya merayakan keberhasilan program pelatihan ini, tetapi juga keberanian dan kerja keras setiap peserta yang telah berjuang untuk mera

  • Kebangkitan Mafia yang Dikhianati    Bab 99: Langkah Awal untuk Harapan Baru

    Pagi itu, Laras membuka matanya dengan perasaan lebih ringan dari sebelumnya. Udara pagi yang segar membawa aroma embun yang menenangkan. Ia menatap keluar jendela, melihat mentari yang mulai menyinari dunia perlahan. Hari itu, ia memutuskan untuk memulai sesuatu yang baru—bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk orang-orang yang ia sayangi.Setelah bersiap-siap, Laras menuju kafe lebih awal. Ia tahu bahwa pekerjaan di Rumah Kita masih banyak, terutama untuk persiapan program pelatihan tahap kedua. Semangatnya terasa lebih membara setelah suksesnya acara semalam. Ia ingin memastikan bahwa program ini terus berkembang, menyentuh lebih banyak kehidupan yang membutuhkan.Di kafe, Laras menemukan Bima sudah duduk di salah satu meja dengan laptop terbuka. Anak itu tampak fokus bekerja, matanya berbinar dengan semangat muda yang menular.“Pagi, Bima,” sapa Laras sambil menuangkan kopi untuk dirinya sendiri.“Pagi, Kak Laras,” jawab Bima dengan senyum lebar. “Aku sedang mencoba m

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status