Ferdy adalah seorang pria yang tampak biasa saja, bekerja sebagai pegawai dengan penghasilan yang tidak seberapa. Hidupnya berubah ketika ia menikahi Nadia, wanita cantik yang ia cintai. Namun, kebahagiaan Ferdy tidak berlangsung lama. Keluarga Nadia, yang selalu meremehkannya karena penghasilannya yang rendah, mulai merongrong kehidupan rumah tangga mereka. Dipengaruhi oleh keluarganya yang materialistis, Nadia terjebak dalam hasutan mereka untuk meninggalkan Ferdy demi Adrian, seorang pria kaya yang dianggap lebih menjanjikan.
View MoreFerdy duduk di ruang tamu rumah kecilnya, merapikan dasi di lehernya yang sudah mulai kendor. Di seberangnya, istrinya, Nadia, sedang sibuk mengeriting rambutnya di depan cermin besar yang terletak di dinding ruang tamu mereka. Nadia adalah wanita cantik dengan wajah lembut dan senyum yang menawan, tetapi belakangan ini, senyuman itu jarang sekali terlihat.
“Apakah kamu yakin dengan ini?” Ferdy mencoba memecah keheningan yang terasa begitu tegang. Dia selalu berusaha memahami istrinya, meskipun semakin sulit dari hari ke hari. Nadia berhenti sejenak, memandang suaminya melalui cermin. “Kamu tahu bagaimana keluarga ku, Fer. Mereka selalu menuntut lebih. Aku hanya berharap kita bisa membuktikan bahwa kita bisa sukses tanpa mereka.” Ferdy mengangguk, meskipun hatinya merasa berat. Dia tahu bahwa keluarga Nadia tidak pernah menyukainya. Mereka selalu memandang rendah karena pekerjaannya yang sederhana sebagai pegawai di sebuah perusahaan kecil. Mereka menginginkan seseorang yang bisa memberikan kehidupan mewah untuk Nadia, bukan kehidupan yang penuh perjuangan seperti yang mereka jalani sekarang. Malam itu, mereka akan menghadiri pertemuan keluarga besar di rumah orang tua Nadia. Setiap kali mereka pergi ke sana, Ferdy merasa seperti menjadi sasaran empuk untuk cemoohan dan kritik. Tapi dia tetap bertahan, demi cinta yang dia miliki untuk Nadia. Ketika mereka tiba di rumah besar keluarga Nadia, mereka disambut dengan tatapan dingin. Ayah Nadia, Pak Harun, seorang pengusaha kaya raya, memberikan pandangan sinis. “Oh, kalian akhirnya datang. Aku pikir kalian tidak akan pernah sampai.” “Iya, Maaf terlambat. Tadi ada sedikit urusan di kantor,” jawab Ferdy dengan senyum yang dipaksakan. Dia bisa merasakan ketidaknyamanan Nadia di sampingnya, dan itu hanya membuatnya merasa lebih buruk. Selama makan malam, Ferdy mencoba untuk berbaur, tetapi setiap kata yang keluar dari mulutnya selalu diikuti dengan komentar sinis dari Pak Harun atau saudara-saudara Nadia. Mereka terus membicarakan tentang betapa suksesnya Adrian, seorang pengusaha muda yang baru-baru ini bergabung dengan keluarga besar mereka melalui hubungan bisnis. Setiap kali nama Adrian disebut, mata Nadia tampak bersinar sedikit lebih terang, dan itu tidak luput dari perhatian Ferdy. Setelah makan malam, Ferdy keluar ke halaman belakang untuk mendapatkan udara segar. Dia merasa seperti terjebak di dalam sebuah perangkap yang tidak bisa dia hindari. Saat dia berdiri di sana, Adrian muncul, dengan senyum yang terlalu ramah. “Hey, Ferdy, bukan? Aku Adrian,” dia menjulurkan tangan, dan Ferdy menerimanya dengan ragu. “Aku sering mendengar tentangmu dari keluarga Nadia. Mereka sangat mengagumimu.” Ferdy tahu bahwa itu bohong. “Senang bertemu denganmu, Adrian. Aku juga mendengar banyak tentangmu,” jawabnya dengan nada netral. Adrian tersenyum lebih lebar. “Aku yakin kita akan sering bertemu di masa depan. Aku punya banyak rencana untuk memperluas bisnis keluarga Harun.” Ferdy hanya mengangguk, merasa semakin kecil di hadapan pria yang tampaknya sempurna ini. Ketika Adrian kembali ke dalam rumah, Ferdy mengambil napas dalam-dalam, mencoba menghilangkan perasaan tidak enak yang mengganjal di dadanya. Malam itu, dalam perjalanan pulang, Nadia tidak banyak bicara. Ferdy tahu ada sesuatu yang mengganggunya, tetapi dia tidak tahu bagaimana cara memulai percakapan tanpa membuat segalanya menjadi lebih buruk. “Apakah kamu baik-baik saja?” akhirnya dia bertanya. Nadia mengangguk pelan. “Aku hanya lelah. Mereka terlalu banyak menuntut.” Ferdy meraih tangan Nadia dan menggenggamnya erat. “Kita akan melewati ini bersama. Aku janji.” Nadia tersenyum tipis, tetapi Ferdy bisa melihat ada sesuatu yang hilang dari senyum itu. Dia berusaha keras untuk percaya bahwa cinta mereka cukup kuat untuk menghadapi semua ini, tetapi keraguan mulai merayap ke dalam pikirannya. Beberapa minggu berikutnya, tekanan dari keluarga Nadia semakin meningkat. Mereka terus mendesak Nadia untuk meninggalkan Ferdy dan memilih Adrian, yang mereka anggap sebagai pasangan yang lebih layak. Nadia semakin sering pulang larut malam, dan ketika Ferdy bertanya, dia hanya berkata bahwa dia membutuhkan waktu untuk berpikir. Suatu malam, ketika Ferdy pulang dari kantor, dia menemukan rumah mereka kosong. Tidak ada tanda-tanda Nadia. Panik, dia mencoba menghubungi ponselnya, tetapi tidak ada jawaban. Dia kemudian menemukan sebuah surat di meja makan. “Ferdy, aku tidak bisa melanjutkan ini lagi. Keluarga ku benar. Kita tidak cocok. Aku butuh seseorang yang bisa memberikan kehidupan yang lebih baik. Aku sudah memutuskan untuk pergi bersama Adrian. Maafkan aku.” Ferdy merasakan dunianya runtuh. Cinta yang dia pikir akan bertahan selamanya ternyata hanya ilusi. Dia diusir dari rumah keluarga Nadia dan ditelantarkan tanpa belas kasihan. Dengan hati yang hancur, dia kembali ke kehidupannya yang rendah, tetapi kali ini dengan tekad yang berbeda. Dalam kegelapan malam, Ferdy menghidupkan kembali identitas rahasianya. Sebagai bos mafia, dia memiliki kekuatan dan koneksi yang tidak diketahui oleh siapa pun, termasuk Nadia. Pengkhianatan ini akan dibayar dengan harga yang mahal, dan Ferdy siap untuk mengambil kembali martabatnya yang diinjak-injak. Dengan setiap langkah yang dia ambil, Ferdy merencanakan balas dendamnya. Dia tahu bahwa dunia ini adalah tempat yang keras, tetapi dia lebih keras lagi. Dan kali ini, dia tidak akan membiarkan siapa pun meremehkannya lagi.Matahari pagi bersinar lembut di atas desa, memberikan kehangatan yang meresap ke hati setiap penduduk. Hari itu terasa berbeda, lebih tenang, tetapi juga lebih penuh harapan. Pusat pembelajaran yang telah dibangun dengan kerja keras menjadi saksi bisu dari perjalanan panjang Laras dan Rizal bersama komunitas desa. Namun, meski proyek besar itu telah selesai, perjalanan hidup mereka masih jauh dari kata usai.Hari itu, Laras dan Rizal memutuskan untuk memulai rapat kecil dengan para pengurus pusat pembelajaran. Ada banyak hal yang harus mereka bahas, dari jadwal pelatihan hingga pengelolaan perpustakaan. Mereka ingin memastikan bahwa tempat itu terus berkembang dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.“Aku berpikir untuk mengadakan pelatihan komputer,” ujar Rizal di tengah diskusi. “Kita bisa mulai dari hal-hal dasar seperti mengetik dan menggunakan internet. Ini akan membantu mereka terhubung dengan dunia luar.”Laras mengangguk setuju. “Itu ide bagus. Selain itu, kita juga bisa
Setelah lahan untuk pusat pembelajaran resmi menjadi milik komunitas, Laras dan Rizal tidak membuang waktu untuk memulai pembangunan fasilitas permanen. Sebuah rapat besar diadakan di balai desa, melibatkan penduduk, relawan, dan pemuda desa untuk berdiskusi tentang rencana dan desain pusat pembelajaran baru.“Ini adalah milik kita bersama,” kata Laras membuka rapat. “Kami ingin mendengar pendapat kalian tentang apa yang dibutuhkan agar tempat ini menjadi rumah bagi pendidikan dan perkembangan desa.”Beberapa orang mulai memberikan ide-ide mereka. Siti, seorang ibu muda yang sering mengikuti kegiatan belajar-mengajar, mengusulkan adanya ruang khusus bagi ibu-ibu untuk belajar keterampilan baru.“Kami butuh sesuatu yang bisa membantu kami menambah penghasilan,” katanya dengan semangat.“Setuju,” sahut Pak Hadi, seorang petani setempat. “Kalau bisa, ada juga pelatihan teknologi pertanian modern.”Rizal mencatat semua usulan itu. Ia menambahkan, “Kita juga bisa membangun perpustakaan kec
Setelah kembali dari desa terpencil, Laras dan Rizal memulai babak baru dalam perjuangan mereka. Program pendidikan yang mereka bangun di sana mulai menunjukkan hasil. Berbagai laporan dari tim lapangan mengabarkan bahwa anak-anak semakin semangat belajar, para pemuda mulai mengajukan ide-ide untuk memperbaiki desa, dan komunitas menjadi lebih solid.Namun, kabar baik itu tidak berarti tanpa tantangan. Saat Laras dan Rizal duduk di ruang kerja mereka di kantor kecil Rumah Kita, telepon berdering.“Laras, kita punya masalah besar,” suara Maya, salah satu relawan senior mereka, terdengar di ujung telepon.Laras langsung merasa waspada. “Apa yang terjadi, Maya?”“Lahan yang kita gunakan untuk pusat pembelajaran sementara di desa itu ternyata akan dijual oleh pemiliknya. Kalau tidak segera bertindak, kita bisa kehilangan tempat itu,” jelas Maya dengan nada cemas.Rizal, yang mendengar percakapan itu, langsung menegakkan tubuhnya. “Apa kita tahu siapa pemiliknya?” tanyanya setelah Laras me
Pagi itu, Laras dan Rizal sibuk mempersiapkan keberangkatan mereka ke salah satu wilayah terpencil yang akan menjadi lokasi program pendidikan baru dari Rumah Kita. Dengan dana hasil penggalangan festival seni yang sukses besar, mereka kini bisa merealisasikan rencana untuk membangun pusat pembelajaran di sana.“Semua barang sudah masuk ke mobil, kan?” tanya Laras sambil memeriksa daftar logistik di tangannya.“Sudah, semuanya lengkap,” jawab Rizal sambil memastikan tenda portabel dan peralatan belajar sudah diangkut.Perjalanan kali ini memiliki arti yang sangat mendalam bagi mereka. Bukan hanya sebagai upaya untuk memperluas misi mereka, tetapi juga untuk mendekatkan diri kepada masyarakat yang akan mereka bantu.---Setelah menempuh perjalanan enam jam yang penuh tantangan, mulai dari jalanan yang berlumpur hingga tanjakan curam, akhirnya mereka tiba di desa kecil di kaki bukit. Desa itu tampak sederhana, dengan rumah-rumah dari kayu dan atap seng yang terlihat sudah tua.“Selamat
Hari itu, Laras dan Rizal memulai pagi dengan semangat baru. Setelah resmi bertunangan, mereka merasa hubungan mereka semakin kuat. Namun, baik Laras maupun Rizal tahu bahwa cinta saja tidak cukup. Mereka memiliki tanggung jawab besar, tidak hanya pada satu sama lain tetapi juga pada visi mereka untuk mengembangkan Rumah Kita."Jadi, apa langkah kita berikutnya?" tanya Rizal sambil menyeruput kopi paginya.Laras memandang papan tulis kecil di dinding dapur, di mana mereka sering menuliskan rencana mingguan. "Aku pikir kita harus fokus pada ekspansi program pendidikan kita. Ada banyak anak di daerah terpencil yang belum terjangkau."Rizal mengangguk setuju. "Aku setuju. Tapi untuk itu, kita butuh lebih banyak dana dan mitra yang kuat. Kita bisa menghubungi beberapa organisasi yang kita temui saat acara sosial bulan lalu."Laras tersenyum. "Kita bisa melakukannya bersama. Kita sudah pernah menghadapi tantangan besar sebelumnya, dan aku yakin kita bisa melakukannya lagi."---Sore hariny
Pagi itu, langit cerah, dan sinar matahari yang hangat menyelinap melalui jendela kamar Laras. Ia bangun dengan perasaan lega setelah malam panjang yang penuh kenangan indah. Hari sebelumnya adalah salah satu pencapaian terbesar dalam hidupnya, tetapi ia tahu bahwa perjalanan hidupnya masih panjang.Setelah menyelesaikan rutinitas paginya, Laras turun ke dapur. Aroma kopi yang baru diseduh memenuhi udara. Rizal sudah ada di sana, sibuk menyiapkan sarapan sederhana."Selamat pagi," sapa Rizal dengan senyum lebar."Selamat pagi," balas Laras sambil duduk di meja. "Kamu bangun lebih pagi hari ini.""Aku hanya ingin memastikan kamu memulai harimu dengan baik," jawab Rizal.Laras tersenyum. Ada sesuatu yang berbeda pada Rizal pagi itu, seolah-olah ia menyimpan sesuatu yang ingin disampaikan. Namun, Rizal hanya menyajikan sarapan dan mengobrol ringan seperti biasa.---Beberapa jam kemudian, Laras menerima panggilan dari salah satu mitra kerja Rumah Kita. Mereka mendiskusikan peluang untuk
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments