Share

Bab 2

last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-10 17:32:27

"Baiklah! Kita cerai, dan bawa ketiga anak perempuanmu yang tidak berguna itu!" Suara Damian bergema di ruangan, dingin dan tanpa belas kasihan.

Elena berdiri tegak, menatap Damian tanpa setetes air mata di wajahnya. Lalu dia mengangguk perlahan dan berbalik tanpa berkata apa-apa. Tidak ada gunanya memperpanjang percakapan dengan pria yang bahkan tidak menghargai darah dagingnya sendiri.

Langkahnya cepat menaiki tangga, langsung menuju kamar anak-anaknya. Olivia, putri sulungnya yang berusia delapan tahun, sedang membaca buku di tempat tidur. Katty, yang berusia enam tahun, sedang bermain dengan boneka, sementara Delya, yang termuda berusia tiga tahun, tertidur pulas, jarinya masih menggenggam tepi selimutnya.

"Ibu?" Olivia menatap ibunya dengan bingung. "Kenapa Mama terlihat marah?"

Elena menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan emosinya sebelum berbicara. "Sayang, kita harus pergi dari sini sekarang juga."

Katty memutar kepalanya, matanya melebar. "Pergi? Kemana, Mama?"

"Ke tempat yang lebih baik." Elena tersenyum lembut, meskipun hatinya terasa seperti tercabik-cabik.

Olivia mengernyit, tapi dia tidak bertanya lebih lanjut. Dia cukup dewasa untuk memahami bahwa sesuatu yang buruk telah terjadi.

Dengan cepat, Elena mulai mengemas barang-barang mereka. Dia mengambil koper dari lemari, memasukkan pakaian anak-anaknya secepat mungkin. Tangannya gemetar, tapi dia tidak boleh ragu.

Katty membantu memasukkan boneka kesayangannya ke dalam tas kecilnya. "Ayah juga ikut, kan?" tanyanya dengan polos.

Elena tersenyum, meskipun hatinya terasa seperti dihantam palu. "Ayah akan menyusul nanti, sayang."

Dia tidak bisa memberitahu mereka kebenarannya. Tidak sekarang.

Saat Elena memeluk Delya yang masih mengantuk, gadis kecil itu menggosok matanya dan menatap ke arah pintu. "Ayah..." bisiknya lemah.

Tanpa menunggu lebih lama, Elena membawa ketiga putrinya ke ruang tamu di lantai bawah.

Damian masih berdiri di sana, menyesap anggurnya dengan santai, seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Margaret dan Charles duduk dengan angkuh, sementara Isabella berdiri di samping Damian, tersenyum puas.

Tiba-tiba, Delya, yang baru saja bangun, mengulurkan tangannya ke arah Damian. "Ayah!" serunya dengan gembira, berlari dengan kaki kecilnya.

Elena merasa napasnya terhenti. "Delya, sayang, jangan-"

Tapi sudah terlambat.

Delya sudah sampai di dekat Damian, mengangkat tangannya untuk diangkat. Namun, apa yang terjadi selanjutnya membuat jantung Elena berhenti berdetak.

Damian mundur selangkah, menepis tangan kecil Delya dengan kasar. "Jangan sentuh aku," katanya dengan dingin. "Aku bukan ayahmu lagi."

Suasana tiba-tiba hening.

Delya terpaku di tempatnya, matanya bulat penuh kebingungan. Olivia dan Katty segera berlari menghampiri, memeluk adik mereka.

"Delya!" Olivia membangunkan adiknya yang terbaring, menatap Damian dengan wajah marah. "Kenapa Daddy mengatakan itu?"

Katty menangis, menatap Damian dengan wajah bingung. "Tapi Ayah adalah Ayah kita..."

Elena tidak bisa menahan amarahnya lagi. Dia memegang koper dengan erat, menahan diri untuk tidak berteriak di depan anak-anaknya. "Kamu benar-benar brengsek, Damian."

Damian hanya mendengus. "Bawa mereka pergi sebelum aku berubah pikiran dan mengusirmu dengan cara yang lebih buruk."

Elena mengepalkan tangannya, lalu menarik napas dalam-dalam. Dia harus tetap kuat, bukan untuk dirinya sendiri, tapi untuk anak-anaknya.

Dengan tangan gemetar, dia menggenggam tangan ketiga putrinya dan berjalan menuju pintu. Delya masih menangis, sementara Olivia berusaha menahan air matanya.

Saat tangannya menyentuh pegangan pintu, Elena berhenti sejenak, lalu menoleh. "Damian, suatu hari nanti, kau akan menyesali ini."

Damian hanya tertawa kecil. "Kita lihat saja."

"Tak apa, sayang. Dia akan kembali besok untuk memohon," kata Isabella.

"Benar apa yang Isabella katakan. Elena tidak punya apa-apa! Bagaimana dia bisa bertahan tanpa uangmu, Damian!" lanjut ibunya.

"Tidak masalah! Dia dan ketiga anaknya bisa tinggal di sini, tapi sebagai pelayan!" kata Damian tanpa peduli perasaan Elena dan ketiga putrinya.

Elena tidak berkata apa-apa lagi. Dia membuka pintu dan keluar, meninggalkan rumah yang pernah dia sebut sebagai rumahnya - dan pria yang tidak layak lagi disebut suaminya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nova Ugara
cerita ny memang menguras emosi
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Kebangkitan Mantan Istri Miliarder yang Dikhianati    Bab 100

    106-107“Sekali lagi, Damian…” Nathan berdiri di depan pria yang bersandar di dinding, wajahnya penuh lebam. “Di mana Elena?”Damian mengusap darah di sudut bibirnya, lalu menatap kosong ke arah Nathan. “Aku sudah bilang… aku tidak tahu.”Nathan meraih kursi kayu dan melemparkannya ke sudut ruangan. “Jangan bohong!”Damian tetap diam. Napasnya berat, dadanya naik-turun, tapi matanya tetap menantang.Rendi berdiri di sudut ruangan, cemas. “Tuan Nathan, sebaiknya kita jangan—”“Minggir, Rendi!” Nathan berbalik, wajahnya merah. “Kalau dia tidak mau bicara, aku akan cari buktinya sendiri.”Nathan mengeluarkan ponselnya dan menekan nomor. “Iwan? Aktifkan tim IT sekarang juga. Aku ingin semua lokasi yang dikunjungi Damian Lancaster dalam dua hari terakhir. Termasuk mobil ibunya, Margaret.”Suara cepat terdengar di seberang. “Siap, Tuan Nathan. Kami mulai pelacakan sekarang.”Nathan menutup telepon, lalu kembali menatap Damian. “Kalau kau pikir aku akan menyerah begitu saja, kau salah besar.

  • Kebangkitan Mantan Istri Miliarder yang Dikhianati    Bab 99

    104-105“Aku akan bertanya sekali lagi, Damian…” Nathan menatap tajam sambil menunjuk layar iPad yang masih menyala. “Kenapa mobil ibumu ada di lokasi terakhir kali Elena terlihat?”Damian berdiri tegak, tapi tubuhnya mulai menegang. “Aku tidak tahu. Mungkin mobil itu hanya kebetulan lewat. Jangan terburu-buru menuduh aku atau ibuku, Nathan.”“Jangan mengelak, Damian!” bentak Nathan. “Itu mobil ibumu! Plat nomornya cocok. CCTV jelas terlihat!”Damian mengangkat tangannya. “Aku mengerti kamu panik, Nathan, tapi jangan membuat tuduhan. Aku sama sekali tidak tahu tentang hilangnya Elena.”Nathan mendekat, wajahnya sudah memerah karena emosi. “Aku sudah menggeledah seluruh tempat. Satu-satunya petunjuk yang kutemukan—itu mobil ibumu! Dan kamu masih bisa bilang tidak tahu apa-apa?”“Lalu kamu mau aku bilang apa? Aku benar-benar tidak tahu!” Damian tetap bersikeras. Bagaimanapun juga, pria itu tidak akan pernah mengaku.Nathan menarik napas dalam, tapi amarahnya tak lagi bisa ditahan. Tiba-

  • Kebangkitan Mantan Istri Miliarder yang Dikhianati    Bab 98

    102-103Langkah kaki bergema di sepanjang lorong gelap menuju ruang bawah tanah. Margareth, yang duduk dekat pintu, menoleh.“Lama sekali,” gumamnya kepada pria yang muncul dari balik bayangan.Damian Lancaster melangkah masuk tanpa suara. Setelan hitamnya tampak kontras dengan dinding batu yang dingin dan kotor. Matanya langsung tertuju pada Elena, yang masih terikat di kursi. Wajahnya lebam, tetapi tatapannya menyala penuh amarah.“Tinggalkan kami,” ucap Damian dingin kepada ibunya.Margareth mengangkat alis. “Kau mengusirku, Damian?”“Aku bilang, keluar,” ulangnya tanpa sedikit pun menoleh.Dengan dengusan pelan, Margareth berdiri dan berjalan keluar. “Baiklah. Hanya saja jangan terlalu kasar, Nak. Kita masih membutuhkannya.”Pintu berderit menutup di belakangnya, menyisakan Damian dan Elena berdua.Keheningan kembali turun.Damian perlahan melangkah mendekat, berhenti tepat di depannya. Ia berjongkok, memiringkan kepalanya, lalu mencengkeram dagu Elena dengan kasar.“Masih secant

  • Kebangkitan Mantan Istri Miliarder yang Dikhianati    Bab 97

    100-101Tidak terasa waktu telah berlalu. Setelah sekian lama, akhirnya Elena memutuskan untuk menikah lagi—kali ini dengan pria yang setia mendampinginya, Nathan Drake Sebastian.Hanya tersisa tiga hari lagi sebelum pesta resepsi besar itu digelar. Semua anggota keluarga, teman, dan rekan bisnis sudah mulai menerima undangan yang dikirim langsung oleh Elena dan Nathan. Desain undangan sederhana namun elegan, berwarna putih dan emas, dihiasi dengan pita satin kecil yang memberikan kesan mewah.Pagi itu, di ruang rias rumah besar mereka, Elena berdiri di depan cermin besar mengenakan gaun pengantin putih gading yang anggun. Gaun itu jatuh sempurna di tubuhnya—tanpa terlalu banyak payet, hanya aksen renda halus pada lengan dan dada. Rambutnya ditata setengah sanggul, sisanya dibiarkan terurai lembut. Wajahnya tampak tenang, tetapi senyum kecilnya menyiratkan kegugupan.“Oh Tuhan... kamu sangat cantik,” suara lembut Nyonya Sonia terdengar dari belakang. Wanita paruh baya itu menutup mulu

  • Kebangkitan Mantan Istri Miliarder yang Dikhianati    Bab 96

    99Langit sore mulai memerah ketika mobil hitam Damian melambat dan berhenti di depan kediaman keluarga Lancaster. Pintu depan sudah terbuka sebelum ia sempat mengetuk, seolah ibunya memang sudah menunggunya sejak tadi.“Kau juga pulang,” ujar Margareth dengan ekspresi sulit terbaca. Wajahnya tetap cantik dan terawat meski usia telah bertambah. Ia mengenakan gaun satin gelap dan kalung mutiara yang menambah aura aristokratiknya.Damian masuk tanpa banyak bicara, langsung melepas jasnya dan meletakkannya di sandaran sofa. “Hari yang panjang,” gumamnya sambil menuangkan segelas wine dari botol di atas meja.Margareth menatap tajam anak semata wayangnya, lalu duduk anggun di kursi berhadapan dengannya. “Jadi? Ada perkembangan? Sudah mulai mendekati Elena?”Damian memutar gelasnya perlahan. “Aku sudah mulai mendekatinya, sedikit demi sedikit. Tapi Elena bukan tipe wanita yang mudah dibujuk dengan kata-kata manis atau hadiah mahal.”“Lalu kau pikir dia tipe wanita yang bisa ditaklukkan ha

  • Kebangkitan Mantan Istri Miliarder yang Dikhianati    Bab 95

    98Langkah Elena cepat, suara hak tingginya terdengar tegas di sepanjang lorong marmer menuju lantai paling atas gedung milik Nathan, kantor pusat yang menjulang di tengah kota. Matanya tidak menoleh ke kiri maupun ke kanan. Resepsionis berusaha menghentikannya, tapi Elena sudah terlalu yakin dengan tujuannya.“Permisi, Nona Elena, Tuan Nathan sedang—”“Aku istrinya,” potong Elena tegas. “Dan aku tidak butuh janji untuk bicara dengan suamiku.”Pintu lift terbuka. Elena masuk tanpa ragu. Tangannya mengepal, napasnya terengah oleh emosi. Bukan marah, tapi takut. Takut kalau Nathan benar-benar percaya pada foto itu. Takut kalau Damian berhasil menanamkan keraguan dalam pernikahan mereka.Sesampainya di lantai atas, dia tidak menunggu asisten membukakan pintu. Elena mendorongnya sendiri. Dengan napas tercekik, ia langsung menerobos masuk ke ruang CEO.Nathan berdiri membelakangi jendela, kedua tangannya masuk ke dalam saku celana. Tegap. Diam. Tidak jelas apa yang ada di pikirannya. Namu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status