Kepulangan Rendy Wang ke Paradise Hill setelah menghancurkan Serikat Hantu Malam seharusnya menjadi momen kemenangan. Namun, suasana di rumah mewah mertuanya ini jauh dari kata damai. Vera Huang, seperti biasanya, tidak bisa menahan diri untuk mengungkapkan kemarahannya. “Pergi tanpa kabar, tidak peduli dengan kerjaan rumah tangga, dan kembali dengan membawa masalah lebih banyak lagi!” teriak Vera, tangannya menunjuk tajam ke arah Rendy. Rendy hanya diam, membiarkan kata-kata Vera berlalu seperti angin. Ia sudah terlalu lelah untuk berdebat. Cindy, yang duduk di sudut ruangan dengan secangkir teh, memandang Rendy tanpa banyak bicara. Sikapnya yang diam malah membuat suasana semakin tegang. Setelah beberapa saat, Rendy memotong keheningan. “Bagaimana kabar Huang Corporation?” tanyanya dengan nada datar. Vera mendengus. “Hufh! Kamu tidak pantas menanyakan masalah perusahaan, levelmu belum sampai ke sana!" hina Vera Huang. Cindy hanya menggeleng perlahan, tapi tidak berkata apa
Rendy menegakkan tubuhnya, matanya tajam mengamati pria itu. “Di mana Kristin? Apa yang kau lakukan padanya?”Pria itu hanya tersenyum tipis. “Dia telah membawa sesuatu yang penting dariku—sebuah bagian dari Relik Jiwa Dunia. Tapi tenang saja, kami akan menemukannya kembali. Seperti kau menemukanku.”Sebelum Rendy sempat bertindak, pria itu menjentikkan jarinya, memanggil makhluk-makhluk bayangan yang menyerang tanpa peringatan. Pertarungan sengit pun terjadi. Rendy menggunakan seluruh keterampilannya, jurus-jurus mematikan yang dipelajarinya sebagai pembunuh profesional, untuk melumpuhkan setiap musuh yang menyerangnya.Pria bertopeng itu akhirnya mundur, menyadari bahwa Rendy terlalu kuat untuk ditaklukkan sendirian. Namun, sebelum menghilang ke dalam bayangan, ia memberikan peringatan. “Kau mengejar bayangan, Naga Perang. Relik ini akan menjadi akhir dunia, dan kau tidak bisa menghentikannya.”Dengan napas berat, Rendy berdiri di tengah aula kosong. Dia menemukan secarik kertas yan
Rendy dan timnya tiba di Tundra Beku setelah perjalanan panjang menggunakan pesawat pribadi Klan Naga Sakti. Dari udara, mereka bisa melihat kilatan energi misterius yang berasal dari pusat tundra—tanda bahwa sesuatu yang tidak biasa sedang terjadi di sana.Setibanya di daratan, mereka dihadang oleh badai salju yang nyaris tak tertembus. Jessy menggunakan teknik Ilmu Meringankan Tubuh untuk melintasi medan dengan lebih cepat, sementara Rendy memimpin tim melewati bahaya yang tersembunyi di bawah salju.Namun, semakin jauh mereka masuk ke tundra, semakin nyata ancaman itu. Makhluk-makhluk gelap yang disebutkan Ryu Ten muncul—bayangan besar dengan bentuk tak jelas, seakan-akan tercipta dari kegelapan itu sendiri. Mereka menyerang tanpa henti, memaksa tim untuk bertarung di tengah badai yang membatasi pandangan.“Ini seperti mimpi buruk!” seru salah satu anggota Klan, mengayunkan pedangnya ke arah bayangan yang terus muncul.“Jangan biarkan mereka mengisolasi kita!” balas Jessy, serangan
Pagi di Paradise Hill terasa lebih dingin dari biasanya, seolah-olah efek energi Relik terakhir masih merambat di udara. Rendy Wang berdiri di balkon utama vila, menatap ke arah cakrawala. Di tangannya, simbol aneh dari Relik terakhir terus bersinar redup, memancarkan energi yang membuatnya merasa tidak nyaman.Cindy Huang dan Vera Huang telah diungsikan oleh Rendy ke tempat yang aman. Walaupun pergi dengan caci maki terhadap Rendy, namun Vera tetap pergi dari rumahnya karena tidak ingin ambil resiko dengan peringatan Rendy."Awas Kau, Rendy! Setelah semua ini selesai, aku ingin kau keluar dari rumah ini dan ceraikan Cindy! Kamu hanya membawa sial saja di Keluarga Huang ini!"Rendy tidak menanggapi ancaman Vera, malahan ia tersenyum kepada Cindy yang anehnya tidak banyak bertanya padanya mengenai alasan mereka diungsikan. Tentu saja sikap Cindy yang seperti itu membuat cemas Rendy. Apa yang telah terjadi dengan istrinya? Apa Cindy sudah dikuasai oleh Serikat Hantu malam, atau lebih pa
Di markas sementara, Rendy dan Jessy mulai merencanakan langkah selanjutnya. Mereka harus menemukan cara untuk menghancurkan Zhao Kien dan makhluk-makhluknya, serta memisahkan simbol di tangan Rendy dari energi Relik.“Ada satu orang yang mungkin bisa membantu kita,” kata Jessy sambil menunjukkan peta. “Seorang pertapa di Pulau Kahyangan. Dia dikenal sebagai Master Semesta. Jika ada yang tahu cara menghadapi Zhao Kien, dia orangnya.”Rendy mengangguk. “Kalau begitu, kita temui dia. Aku tidak akan membiarkan Zhao Kien mengambil apa yang bukan miliknya.”Namun, perjalanan ke Pulau Kahyangan tidak akan mudah. Zhao Kien pasti tidak akan tinggal diam, dan waktu terus berjalan. Pertarungan ini baru saja dimulai, dan Rendy tahu bahwa taruhannya adalah lebih dari sekadar Paradise Hill. Dunia ada di ambang kehancuran.***Pagi berikutnya, Rendy Wang, Jessy Liu, dan beberapa anggota Klan Naga Sakti yang tersisa bersiap untuk perjalanan menuju Pulau Kahyangan. Mereka meninggalkan Paradise Hill y
Di luar kuil, Jessy dan timnya bertarung mati-matian melawan pasukan Zhao Kien. Makhluk-makhluk itu tampaknya tidak ada habisnya, dan setiap kali satu berhasil dikalahkan, dua lagi muncul menggantikannya.Jessy menggunakan teknik bela diri tingkat tinggi untuk mengatasi lawannya, sementara anggota Klan lainnya mencoba melindungi pintu masuk kuil. Namun, mereka tahu bahwa pertahanan mereka tidak akan bertahan lama.Di dalam kolam, Rendy berjuang melawan rasa sakit dan suara-suara yang berbisik di kepalanya. Suara-suara itu mencoba meyakinkannya untuk menyerah, menawarkan kekuatan yang tak terbatas jika ia menerima energi Relik sepenuhnya.“Aku bukan budakmu,” gumam Rendy dengan gigi terkatup, memfokuskan seluruh energinya untuk melawan.Simbol di tangannya akhirnya mulai memudar, dan rasa sakit itu perlahan mereda. Namun, sebelum proses selesai, Zhao Kien muncul di pintu masuk kuil, berhasil menembus pertahanan Jessy dan timnya.“Berhenti!” teriak Zhao Kien, melangkah ke arah kolam.Re
Waktu berlalu cepat di Paradise Hill, Buitenzorg tetapi luka akibat pertempuran dengan Serikat Hantu Malam masih terasa. Setiap sudut kota Buitenzorg menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Terlihat puing-puing bangunan yang hancur kini mulai digantikan dengan struktur baru yang lebih kokoh. Namun, suasana hati para penduduk masih diliputi kewaspadaan.sayangnya, Kristin masih belum berhasil dilacak keberadaannya. Renata yang telah kembali juga dikabarkan kembali menghilang. Rendy sangat menyesali keputusannya menyerahkan keamanan Renata kepada Loksa, yang juga turut menghilang.Di tengah hiruk-pikuk pembangunan, Rendy Wang kembali ke kantor pusat Wang Industries. Bersama Jessy Liu dan Katrin Chow, ia mengadakan rapat dengan para eksekutif terdekatnya untuk membahas langkah ke depan. Mereka sepakat bahwa meski Serikat Hantu Malam telah dihancurkan, organisasi besar seperti itu tidak mungkin lenyap tanpa meninggalkan sisa.“Serikat Hantu Malam mungkin telah tumbang, tetapi cabang-cabang mer
Tanpa peringatan, Mao Zheng meluncur ke arah mereka dengan kecepatan yang tidak terduga. Tangannya memancarkan energi hitam pekat yang membentuk bilah bayangan tajam. Jessy bergerak cepat, menggunakan Ilmu Meringankan Tubuh untuk menghindari serangan itu, sementara Katrin membentuk perisai energi cahaya untuk melindungi mereka.Rendy mengerahkan Teknik Naga Surgawi, tangannya memancarkan aura biru yang membentuk naga raksasa dari energi murni. Naga itu berputar di udara, menabrak Mao Zheng dengan kekuatan besar, tetapi Mao Zheng hanya mundur beberapa langkah sebelum kembali menyerang."Jangan remehkan kekuatan kegelapan ini!" teriak Mao Zheng, bilah bayangannya menyapu udara, menciptakan gelombang energi yang memotong dinding gua menjadi serpihan.Jessy melompat ke belakang Mao Zheng, menggunakan kecepatan supernya untuk menyerang titik lemah di punggungnya. Namun, Mao Zheng seolah-olah telah membaca gerakannya. Dia berbalik cepat, menangkap tangan Jessy dan melemparkannya ke dinding
Bara Sena menarik napas panjang, lalu melemparkannya dalam pekikan perang yang menggetarkan langit-langit balairung.“AARRRGHHH!!!”Kedua tangannya bersatu di depan dada, dan seketika api melonjak liar, melingkar membentuk mandala raksasa berwarna merah keemasan yang menyelubungi tubuhnya. Api itu berkilau dengan pola-pola kuno yang menari seperti cap naga, masing-masing garisnya seperti ditulis dengan darah para leluhur.“Api Leluhur Andalas!” raungnya.Langit-langit Balairung Matahari berdetak dengan gema mantra yang terpatri di ukiran-ukiran dinding. Pilar-pilar tua yang menopang bangunan itu tiba-tiba bersinar terang, garis-garis sihir purba menyala, mengalirkan kekuatan suci dari akar sejarah Andalas. Aura mereka menyalakan seluruh balairung, menyulut langit dalam ruangan itu menjadi nyala abadi yang mendesis pelan.Api itu bukan hanya panas—ia menyengat jiwa, menusuk kesadaran, membawa kilasan ribuan tahun sejarah dan darah yang telah tertumpah demi kerajaan ini. Bara Sena kini
Benturan pertama mengguncang dunia seakan langit dan bumi menolak keberadaan pertarungan itu. Lantai kayu Balairung Matahari retak dalam pola menjalar seperti akar pohon purba, suara kayu pecah menggemuruh dari bawah kaki mereka. Getarannya menjalar hingga ke pilar-pilar penyangga yang mulai bergoyang pelan, menebarkan debu yang turun seperti hujan abu dari langit-langit.Bara Sena, dengan tubuh kekarnya yang dipenuhi tato suci, menghantam pusaran kabut merah yang membungkus tubuh Rendy. Tinju apinya menyala menyilaukan, semburan panasnya membuat udara di sekeliling bergetar seperti fatamorgana di tengah gurun.Namun, dari balik kabut merah itu, seekor naga merah transparan meraung—raungan panjang dan purba yang menggema ke seluruh penjuru ruangan. Nafasnya menguarkan hawa panas bercampur aroma darah dan belerang. Pusaran kabut berubah menjadi pusaran angin liar yang meliuk, membelokkan hantaman Bara Sena seolah waktu itu sendiri membelanya.Bara Sena menyeringai, giginya menyeringai
Seruni duduk tegak, tubuhnya bersandar pada kursi kayu yang tebal. Wajahnya terpelintir sedikit, matanya menyipit tajam menatap Rendy yang berdiri di hadapannya. Di udara, terasa ketegangan yang mencekam, seperti listrik yang siap meledak. Perlahan, ia menggumamkan kata-kata yang terdengar seperti peringatan, namun dibalut dengan rasa penasaran.“Elemental Naga Baru?” Suaranya serak, nyaris tak terdengar, seolah kata-kata itu berat dan penuh beban. “Kau tahu, Rendy, gelar itu bukan sekadar sebutan. Itu berarti mengguncang seluruh Andalas—menyentuh setiap sudut dunia ini.”Rendy menatapnya tanpa berkedip, setiap helaan napasnya semakin dalam, menyusup ke dalam dadanya yang berdenyut. “Aku tahu,” jawabnya dengan suara penuh tekad yang menggetarkan udara. “Dan aku tahu, aku tidak akan mendapatkan persetujuan itu hanya dengan kata-kata.”Dengan langkah perlahan namun penuh keyakinan, ia berdiri tegak. Ketegangan yang terbangun begitu kental, terasa seolah waktu berhenti sejenak. Tangan ka
Perempuan itu menghentikan kudanya beberapa meter di depan Rendy. Udara di antara mereka seolah menjadi lebih berat. Kenangan akan masa lalu—pertarungan sengit di Horizon City, perdebatan tentang kehormatan dan tujuan, dan kekaguman diam-diam yang tak pernah sempat diutarakan—kembali mengapung di udara."Kau datang sendiri, Rendy?" Seruni akhirnya berbicara, suaranya rendah namun penuh tekanan. "Apa kau pikir aku akan lupa bahwa kau pernah hampir mengalahkanku di Horizon City?"Rendy tersenyum tipis. "Aku tidak lupa... dan aku juga tidak datang untuk mengulang masa itu. Aku datang membawa kabar yang bisa menyelamatkan Andalas—atau membinasakannya jika diabaikan."Seruni turun dari kudanya, lalu berjalan mendekat dengan langkah penuh percaya diri. Srikandi Andalas tetap berjaga di belakang, tangan mereka sudah menyentuh gagang senjata, bersiap untuk segala kemungkinan."Jika kau datang dengan niat baik," ucap Seruni sambil menatap lurus ke dalam mata Rendy, "mengapa tidak mengirim utus
Angin pagi membelai rambut panjang Sheila Tanoto saat ia berdiri di tepi landasan bandara jet pribadi di pinggiran Dark City. Suasana masih gelap karena waktu baru menunjukkan pukul 02.00 pagi. Matahari buatan masih mati digantikann oleh bulan buattan yang memiliki energi gravitasi bulan seperti di Khatulistiwa. Di belakangnya, lampu-lampu kota berkelip seperti bintang jatuh, sementara deru mesin pesawat pribadi Rendy menggeram pelan, siap untuk lepas landas. Bau logam dan bahan bakar memenuhi udara, menambah ketegangan yang terasa seperti benang halus yang siap putus kapan saja.Wajah Sheila disinari remang lampu bandara, menunjukkan keraguan yang dalam di matanya."Aku akan segera menyusulmu ke Khatulistiwa," ucapnya, suaranya tenang namun mengandung kekhawatiran. "Dan aku akan memerintahkan Empat Penjuru Angin untuk menemanimu ke Negeri Andalas. Setidaknya, mereka bisa menjadi pelindungmu dari pengkhianatan yang tak terduga."Rendy menoleh, siluetnya tegap dalam bayang pesawat. Mat
Udara di apartemen terasa berat, hampir pekat, seolah setiap molekul udara merapat, menahan napas mereka dalam pusaran hasrat yang menggetarkan. Di antara gemuruh jantung yang berdetak terlalu keras, tubuh Rendy dan Sheila melebur dalam tarikan naluriah—sebuah pencarian yang tak membutuhkan kata, hanya desakan naluri yang tak terbantahkan.Sheila, dengan mata berkilat dalam cahaya remang, meraih tangan Rendy. Genggamannya kecil, namun panasnya menembus kulit hingga ke nadi. Tanpa sepatah kata pun, ia menariknya melewati ruang tamu menuju kamar tidur.Pintu kamar terbuka, memperlihatkan sebuah ruangan luas dengan jendela kaca setinggi langit-langit, menghadap langsung ke hamparan Dark City yang bermandikan cahaya malam. Lampu-lampu kota berkedip seperti bintang patah yang jatuh ke bumi, menciptakan lukisan malam yang sendu sekaligus memabukkan.Langkah-langkah mereka terhenti di tepi ranjang. Sheila berbalik perlahan. Rambut hitamnya berkilau di bawah lampu gantung, mengalir seperti ti
Mata Sheila menyipit, bibirnya membentuk senyum penuh misteri. "Oh begitu? Jadi... kamu sudah tahu semua tentang tubuhku, ya?" Nadanya melengking manis, tapi ada sesuatu yang membuat udara di antara mereka mendadak terasa lebih panas. "Apa kita pernah... bercinta di sana?"Uhuk!Rendy tersedak kopi, buru-buru menahan batuknya dengan tisu. Wajahnya memerah, entah karena panas kopi atau pertanyaan lugas yang sama sekali tidak ia duga."Hihihi..." Sheila terkikik geli, menatapnya dengan tatapan jahil. Ia menyender santai di sofa, memperlihatkan leher jenjangnya dengan sangat disengaja. "Kenapa? Kaget mendengar pertanyaanku? Bukankah aku... kekasihmu?" godanya dengan suara manja, hampir berbisik."A-aku..." Rendy berusaha menguasai diri, tapi lidahnya terasa kelu. Matanya berusaha fokus ke cangkir di tangan, tidak berani menatap langsung ke mata Sheila yang berbinar penuh rasa ingin tahu.Melihat Rendy gugup justru membuat Sheila semakin bersemangat. Ia mendekat sedikit, memperkecil jarak
Gemuruh sorak-sorai membahana di seluruh penjuru Dark City. Malam itu, langit Negeri Malam seolah terbakar oleh kembang api yang menghujam ke udara, meledak dalam semburat warna merah darah dan biru keunguan. Udara dipenuhi aroma manis dari bunga-bunga yang dihiasi sepanjang jalan, bercampur dengan bau hangat makanan yang dibakar di setiap sudut festival.Kemenangan atas Azerith — Sang Pewaris Malam yang selama ini menjadi duri dalam upaya Sheila untuk membangun negeri ini — terasa seperti beban besar yang akhirnya terangkat dari dada semua orang. Negeri Malam, untuk pertama kalinya dalam puluhan tahun, merasakan apa itu kebebasan.Renata dan Jessy berdiri di tengah kerumunan, senyum mereka merekah di bawah cahaya lentera. Kilatan kebahagiaan di mata mereka membuat keduanya tampak lebih muda dari biasanya. Rencana untuk kembali ke Negeri Khatulistiwa pun mereka tangguhkan tanpa ragu, terpikat oleh atmosfer penuh sukacita ini.“Aku rasa... kita memang harus tinggal lebih lama,” ujar Je
The Killer berdiri di tengah medan, darah hitam menetes dari lengannya, menodai tanah Negeri Malam yang retak. Untuk pertama kalinya dalam berabad-abad, ia merasakan tekanan—bukan dari satu musuh, tapi dari kekuatan bersatu.Jessy menggenggam erat pedang lebarnya yang bergetar karena energi spiritual. Napasnya berat, tapi matanya penuh keyakinan. Di sisi lain, Renata mengaktifkan mode serangan penuh dari Nova-Core, tubuhnya dilapisi armor spiritual tipis berkilau biru muda. Kupu-kupu logam di belakangnya mulai berubah, mengepakkan sayap berbentuk bilah tajam, siap menghujani The Killer kapan saja.Sementara itu, Rendy, walau masih berlutut dan tubuhnya gemetar, membuka matanya perlahan. Cahaya keemasan samar mulai berkedip di dalam irisnya — tanda bahwa sebagian kecil energi Naga Perang mulai bangkit kembali.The Killer menggeram rendah, suaranya seperti dua dimensi bertabrakan.“Aku... tidak akan berakhir di sini...”Dengan satu gerakan memutar, tubuhnya membelah menjadi sepuluh baya