Share

Bab 3

Author: Pein
last update Huling Na-update: 2024-05-28 16:48:11

Pria sepuh itu berjalan mendekati Vincen yang tengah berdiri termenung di pinggir trotoar dengan memegangi motornya, disertai pengawal setianya.

Melihat kedatangan pria sepuh, Vincen segera berdiri dengan tegap dan hendak mendorong motornya untuk segera pergi.

"Mau sampai kapan kamu melarikan diri seperti ini? Apa kau ingin seperti Ayahmu!" ucap pria sepuh dengan suara lantang, membuat Vincen terhenyak.

Vincen berhenti mendorong motornya, alisnya berkerut dan matanya menatap tajam pria sepuh. Dalam hati, dia bertekad tak akan terpancing emosinya saat orang tua itu mencoba merendahkannya.

"Pulanglah, mau sampai kapan kau hidup dalam belenggu kemiskinan, Vincenzo? Istrimu sudah menceraikan mu, sekarang semua ucapanku benar, bukan?" lanjut pria sepuh, mencoba melumat harga diri Vincen.

Kembali, Vincen merasakan amarah membara dalam hatinya. Tangannya mengepal kuat, ia berusaha menahan emosi.

"Tidak perlu ikut campur urusanku, bukankah kau sendiri yang sudah mengusirku? Aku tidak meminta belas kasihan darimu!" balasnya dengan nada tegas, sebelum kembali mendorong motornya dan segera meninggalkan tempat itu.

"Kau yakin tidak akan pulang? Menjadi gelandangan seperti Ayah mu, menikahi wanita sembarangan dan pada akhirnya hidupnya benar-benar hancur, bahkan Ibu mu sampai meninggal gara-gara dia tidak memiliki uang, apa kau ingin seperti itu!" teriak pria sepuh tersebut dengan urat leher yang terlihat menonjol.

Vincen menghentikan langkahnya sesaat, membuat sang Pria sepuh mengira cucunya itu akan kembali. "Membuang dan memanggilku sesuka hati, apa kau kira aku anjing peliharaan yang bisa kau suruh-suruh sesuka hati?" ujarnya tanpa menoleh. "Sampai kapan pun, aku tidak akan kembali ke keluarga Clark!"

Kemudian, Vincen pun lanjut berjalan sambil menuntun motornya, memendam perasaan sedih dan marah yang menyesakkan dada. Dia tahu semua perkataan pria sepuh itu benar, tapi bukan berarti dia harus menerima begitu saja.

Mendengar balasan cucunya itu, sang Pria sepuh tersebut tiba-tiba memegangi dada, alisnya berkerut, menahan rasa sakit yang datang.

"Tuan, Anda tidak apa-apa?" tanya pengawalnya yang langsung memapah pria sepuh tersebut.

Pria sepuh tersebut mengangkat tangannya, memberikan kode bahwa dia tidak apa-apa pada pengawalnya.

"Tuan, bukankah Anda terlalu keras pada Tuan muda?" ucap pengawalnya bertanya dengan sopan, khawatir melihat kesedihan yang tersirat di wajah Vincen.

Pria sepuh itu menarik napas panjang, matanya melihat punggung Vincen yang semakin menjauh darinya.

"Aku hanya tidak ingin dia bernasib sama dengan putraku. Hanya dia sekarang yang aku punya," ucapnya lirih, seolah tak ingin siapa pun mendengar.

Lalu, dia menoleh ke arah pengawalnya. "Aku ada misi untukmu..." bisiknya dengan suara berat.

Setelah mengucapkan perintah pada pengawalnya, pria sepuh itu kembali menatap punggung Vincen yang kian menghilang di kejauhan.

"Vincenzo Clark Adama, bagaimanapun caranya, akan ku pastikan kau kembali dan menjadi pewaris sah keluargaku!" Usai mengatakan sumpah tersebut, Pria sepuh itu kembali ke mobil bersama pengawalannya.

Keluarga Clark merupakan keluarga terkaya di negara Adalsia. Bisnis mereka yang bergerak dalam bidang Energi, Perbankan dan sektor pertambangan, membuat kekayaan keluarga Clark sudah tidak bisa di ukur dengan logika.

Hampir semua perusahaan besar di Adalsia berasal dari Central Clark Capital yang merupakan induk perusahaan keluarga Clark.

Tak heran jika semua pebisnis diseluruh Aldasia begitu menghormati Pak Tua Clark, sosok yang mendirikan perusahaan tersebut dengan kerja kerasnya sendiri.

Namun, sayangnya keluarga Clark tidak sebesar keluarga konglomerat pada umumnya yang memiliki banyak pewaris. Pak Tua Clark hanya memiliki satu anak, dan dia adalah Ayah Vincen yang sudah meninggal belasan tahun silam. Demikian hal itu menjadikan Vincen sebagai satu-satunya keluarga yang Pak Tua Clark miliki sekarang, juga Pewaris tunggal keluarga Clark yang sah!

***

Di perjalanan pulang, pikiran Vincen sedikit mengawang karena pertemuan dengan kakeknya. Dia masih kesulitan untuk menerima pria tua itu sebagai kakeknya tiap kali mengingat bagaimana pria tua tersebut memperlakukan keluarganya dulu.

Dulu, hubungan ayah dan ibu Vincen tidak disetujui lantaran ibu Vincen berasal dari kalangan biasa.

Namun, karena cinta yang begitu kuat, ayah Vincen memutuskan meninggalkan posisinya sebagai penerus keluarga Clark demi menikahi ibu Vincen.

Sayangnya, saat Vincen masih belia, ibu Vincen sakit-sakitan dan berakhir meninggal. Hal itu diikuti rasa patah hati sang ayah yang kemudian menyusul istrinya itu satu tahun kemudian, tepat ketika Vincen masih SMP.

Vincen ingat dahulu sang ayah pernah meminta bantuan kepada kakeknya, tapi tidak ada balasan dan hal itu berujung dengan kematian ibu serta ayahnya.

Beberapa tahun silam setelah kematian ayahnya dan Vincen sedang kuliah, dia sudah berpacaran dengan Lidia dan menjalin hubungan yang sangat baik. Di saat itu, Pak Tua Clark menemukan Vincen dan memintanya kembali ke keluarga Clark, tapi dengan syarat Vincen harus berpisah dengan Lidia!

Sudah terlanjur cinta, juga masih menyimpan dendam kematian orang tuanya, tentu saja Vincen menolak untuk mengikuti Pak Tua Clark! Dan hal itu berlanjut sampai sekarang ….

***

Menghela napas kasar dari mengingat masa lalu itu, Vincen pun fokus mengendarai motornya setelah selesai mengganti Busi yang mati—hingga tiba di rumah kontrakannya. Dia memandang rumah tempat tersebut dengan gamang.

Walau tidak mewah dan cenderung biasa, tapi tempat itu telah menjadi saksi kehidupan bersama dengan Lidia selama tiga tahun terakhir.

Dengan langkah gontai, dia menyetandarkan motornya di depan rumah. Dia mengambil sebuah amplop coklat yang tersembunyi di dalam bagasi motor dan duduk di teras dengan perasaan hampa.

Tangan Vincen gemetar saat memegang amplop coklat tersebut, seolah takut untuk membukanya. Dia menarik napas panjang sebelum akhirnya mengumpulkan keberanian untuk membuka isi amplop itu.

Begitu melihat tanda tangan Lidia yang tertera di surat cerai, air mata Vincen seketika menetes. Hatinya serasa tersayat-sayat membaca keputusan yang tak pernah dia duga sebelumnya.

"Kenapa kamu melakukan ini padaku, Lidia," gumam Vincen dalam isak tangisnya.

Wajahnya tampak semakin merah, seolah menahan beban rasa sakit yang tak terkira. Dia menggenggam erat surat cerai itu, berusaha mencari jawaban atas pertanyaan yang menghantui pikirannya.

Vincen terduduk lemas di teras rumah, tak mampu menahan rasa sedih yang begitu mendalam. Rasa cinta yang selama ini dia jaga dan rawat kini seakan hilang begitu saja, digantikan oleh rasa kehilangan yang menghancurkan.

Setiap detik yang berlalu, kenangan indah bersama Lidia terus menghujam hatinya, seolah menertawakannya atas kegagalannya dalam menjaga kebahagiaan yang pernah mereka miliki bersama.

Vincen mendongak, menatap langit. "Kenapa semua ini terjadi padaku?! Apakah aku tidak berhak mendapatkan kebahagiaan?!" raungnya seperti orang gila, merasakan sakit dihianati oleh sang istri yang tiba-tiba menceraikannya tanpa alasan yang jelas.

Tiba-tiba, sebuah suara lembut terdengar di depannya. "Wanita bukan hanya dia saja, masih banyak wanita yang lebih baik di dunia ini," tegur seorang wanita cantik berambut panjang yang mengenakan gaun biru muda.

Dia tersenyum lembut sambil menyodorkan sapu tangan berwarna putih kepada Vincen, membuat pria yang sedang sakit hati itu sedikit terkejut.

Vincen menoleh, melihat wanita tersebut yang berdiri di depannya dengan anggun.

"Siapa kamu?" tanyanya dengan suara parau, masih tercekat oleh rasa sakit yang melanda hatinya.

Bukannya menjawab, wanita itu duduk di samping Vincen dan menghapus air mata yang membasahi pipinya sambil tersenyum. Sontak hal itu membuat Vincen sedikit terusik dan mencekal lengan wanita itu.

Tatapan mereka saling bertemu satu sama lain, tampak wanita itu sangat santai, bahkan tangan satunya membenarkan rambut Vincen yang menutupi alisnya dengan lembut.

"Sepertinya, kamu benar-benar lupa denganku, Vincen?" tanya wanita itu dengan senyum menawan yang terukir di wajah cantiknya.

Vincen memutar otaknya, lalu alisnya pun bertaut. "Kamu...."

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Kebangkitan Pewaris Tertindas    Bab 170

    Vincen berdiri di depan jendela besar rumahnya, pandangannya kosong melintasi langit malam yang penuh bintang. Tangan kanannya yang menggenggam telepon genggam sedikit gemetar. Wajahnya yang tadinya tegang dan pucat perlahan mulai menunjukkan raut lega saat mendengar berita tersebut dari ujung telepon. "Apa benar-benar semua telah dikalahkan, Master?" suaranya terdengar serak, mencari kepastian."Iya, Tuan Clark. Semua sudah beres. Tidak perlu khawatir lagi," jawab suara di seberang sana, tegas dan menenangkan.Seketika, otot-otot yang tegang di leher Vincen melunak. Dia menutup matanya, menghela napas panjang dan mengusap muka dengan kedua tangannya. Pria itu kemudian berjalan pelan menuju sofa, duduk dengan letih. Rasa cemas yang selama ini menderanya perlahan menguap, digantikan oleh rasa syukur yang dalam.Vincen menatap ke atas, mengucap syukur dalam hati. Kepalanya yang tadinya dipenuhi oleh ketakutan dan kecemasan tentang apa yang mungkin terjadi pada orang-orang di sekitarnya

  • Kebangkitan Pewaris Tertindas    Bab 169

    Dentuman keras menggema, membuat tanah di bawah mereka bergetar dan debu mengepul tinggi ke udara. Saat kekuatan mereka berdua saling beradu satu sama lainTubuh Harley bergetar karena kekuatan yang baru saja dia lepaskan. Matanya menyala tajam, energi spiritualnya mengalir seperti sungai yang deras. Di depannya, Lizzy dengan cekatan menahan serangannya dengan pedang yang ia oegang, menciptakan gelombang energi yang bertabrakan dengan pukulan Harley.Asap perlahan mulai menghilang, Lizzy berdiri tegak, pedangnya masih terjulur ke depan, tapi nafasnya terengah-engah menandakan usaha yang ia keluarkan.Harley, di sisi lain, masih terpaku di posisinya, matanya terpaku pada sosok Lizzy yang ternyata mampu menahan serangannya. Ada rasa kagum yang bercampur dengan kegigihan dalam dirinya, mengetahui bahwa pertarungan ini akan lebih sulit dari yang dia bayangkan.Dengan gerakan yang begitu cepat, Harley dan Lizzy saling menyerang dengan serangan dahsyat yang bertenaga. Benturan energi spirit

  • Kebangkitan Pewaris Tertindas    Bab 168

    Harley melihat ke sekitar arena pertarungan. Setelah mengalahkan lawannya, matanya mencari sosok Solomon yang terlihat berada dalam kesulitan. Dengan langkah cepat dan pasti, Harley melompat melewati pohon dan bebatuan yang ada dibawahnya, bergegas menuju Solomon yang tampak kewalahan.Solomon, dengan tubuhnya yang sudah renta, berusaha menangkis serangan dengan teknik pernapasan Alam. Wajahnya terlihat pucat dan keringat membanjiri dahi, menunjukkan betapa dia berjuang untuk bertahan. Harley, dengan mata yang tajam dan gerakan cepat, langsung menghampiri, mengayunkan pukulan kuat ke arah sosok lawan Solomon. membuatnya sosok tersebut terhempas jauh ke belakang."Anda tidak apa-apa?!" teriak Harley bertanya sambil berdiri didepan pria tua itu. Solomon, dengan napas yang tersengal, hanya bisa mengangguk pelan dan mencoba untuk tetap berdiri.Sosok yang terhempas barusan, terlihat terbang kembali ke arah Harley, melakukan serangan cepat.Namun, Harley dengan gerakan lincah, melindungi

  • Kebangkitan Pewaris Tertindas    Bab 167

    Lotar segera waspada saat menatap sosok yang membangkitkan energi spiritual Iblis. Dia tahu betul bahwa pengguna energi spiritual kegelapan memiliki kekuatan yang sangat luar biasa.Menarik napas dalam-dalam, Lotar memutuskan untuk tidak menahan kekuatan lagi. Dia melepaskan seluruh energi spiritualnya yang mendalam dan kuat."Hahaha... bagus, gunakan semua kekuatanmu, pak tua!" seru pengguna energi spiritual kegelapan dengan nada mengejek, sambil melayang di udara bak sosok yang menguasai langit.Swuz!Tak ada yang menduga, Lotar tiba-tiba menghilang dari tempatnya. Hanya terdengar ledakan dahsyat saat dia melompat ke atas dengan kecepatan luar biasa.Sosok pengguna energi spiritual kegelapan tersenyum mengejek, seolah sudah tahu akan serangan Lotar. Dia dengan mudah menahan serangan pukulan dahsyat dari Lotar, tanpa perlu mengeluarkan banyak tenaga.Duak!Gelombang angin menerjang sekitar mereka akibat benturan pukulan Lotar yang ditahan oleh sosok pengguna energi kegelapan dengan s

  • Kebangkitan Pewaris Tertindas    Bab 166

    Harley berdiri dengan tegap, tatapan matanya terkunci pada sosok yang dengan tenang menahan serangannya.Tanah di bawah kaki mereka terbelah, membentuk jurang kecil, dan debu berterbangan mengelilingi area pertarungan mereka. Sosok tersebut, dengan ekspresi yang tidak terbaca, membetulkan posisi kakinya, menyiapkan diri untuk serangan berikutnya.Harley, dengan kecepatan kilat, melancarkan pukulan lain, namun Sosok itu hanya mengangkat tangan kanannya dan dengan mudahnya mengalihkan serangan tersebut. Gerakan Sosok itu begitu tenang dan terkendali, seolah-olah dia sedang berada dalam latihan rutin bukan dalam pertarungan sengit.Harley merasakan emosi yang mulai membuncah di dalam dadanya, dia tidak pernah bertemu lawan yang seakan meremehkannya seperti itu. Setiap serangan yang dia lancarkannya hanya seperti angin lalu bagi Sosoj tersebut.Kemarahan dan kekaguman bercampur dalam pandangannya, namun dia tidak akan menyerah. Dengan rahang yang mengeras, Harley mengumpulkan seluruh kek

  • Kebangkitan Pewaris Tertindas    Bab 165

    Langit malam yang gelap berpadu dengan gemerisik dedaunan yang tertiup angin kencang, menciptakan suasana yang mencekam di tengah pepohonan yang rimbun. Di kejauhan, cahaya obor dari para pemuja Iblis menerangi area sekeliling mereka, membentuk lingkaran yang terang benderang. Sementara itu, dari balik kegelapan, Lotar, Harley, Face, Solomon dan bawahannya bersembunyi di balik pepohonan besar, mata mereka fokus memantau setiap gerakan pemuja Iblis. Wajah mereka tegang, penuh konsentrasi, tangan mereka memegang senjata yang siap digunakan.Lotar, memberi isyarat untuk mendekat. Dia berbisik, "Sekarang atau tidak sama sekali." Mereka mengangguk, mengerti akan tugas yang harus dilakukan. Perlahan, mereka bergerak keluar dari persembunyian, mengatur langkah agar tidak mengundang perhatian.Solomon, dengan pisau panjang di tangannya, memimpin langkah. Harley dan Face mengikuti di belakang, sementara Lotar bergerak melingkar, mencari sudut yang lebih baik untuk menyerang. Mereka mendekat,

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status