Se connecterBallroom mansion Ester sudah terlihat cukup ramai malam ini, ruangan luas yang telah dihias sedemikian rupa dengan berbagai ornamen mewah itu telah dipenuhi oleh para bangsawan yang menantikan sosok putri satu satunya milik Ester.
Mereka semua tentu tak ingin melewatkan kesempatan emas ini. Selain sebagai perkenalan anak perempuan yang sudah memasuki usia dewasa, Debutante juga menjadi tempat bagi para bangsawan untuk memperkuat koneksi dengan bangsawan lain. Apalagi keluarga Ester memiliki kekuasaan hampir setara dengan kerajaan, yang mana tentu saja tamu tamu undangan mereka bukan hanya bangsawan biasa. “Aku kehilangan kata-kata. Nona, kau terlihat sangat cantik. Jika saja aku laki laki pasti akan jatuh cinta!” puji Marie. Irene menatap pantulan wajahnya dalam kaca besar. Ia tak menyangkal, wajahnya memang cantik. Perpaduan antara kecantikan Bella dan ketegasan William menyatu sempurna dalam dirinya. Wajah yang memang sudah cantik itu kini sudah dipoles tipis, rambut hitamnya tersanggul indah dengan hiasan yang terbuat dari safir biru serta emas putih, senada dengan warna gaun serta perhiasan yang dikenakannya. “Setelah ini pasti banyak sekali bangsawan yang mengirimkan lamaran ke keluarga Ester untuk Nona. Apa Nona punya kriteria khusus? Atau ingin menunggu lamaran dari Pangeran Erald?” Marie menaik turunkan alisnya untuk menggoda sang majikan. Kedekatan antara keduanya memang telah menjadi rahasia umum bagi pekerja di kediaman Luther. Erald yang merupakan teman Arthur memang sering mengunjungi mansion Ester dan bertemu dengan anggota keluarga Luther. Bulu kuduk Irene seketika berdiri mendengar godaan Marie, jika pada kehidupan sebelumnya, ia akan tersenyum malu malu menanggapi hal itu. Maka sekarang ia merasa mual mendengarnya. “Aku tidak akan menunggu lamaran siapapun Marie. Tekadku bulat, untuk tidak menikahi siapapun.” “Bagaimana bisa Nona. Anda tidak akan pernah bisa melakukan hal itu di zaman ini.” Irene mengangguk, perempuan yang tidak menikah memang menjadi aib terbesar bagi keluarga mereka. Namun, tekadnya sudah bulat. Ia akan membesarkan nama Ester hingga menjadi lebih kuat, hingga tak akan ada seorangpun yang bisa menjatuhkan harga diri mereka. “Kau lihat saja nanti.” Ucapnya santai, sebelum melangkahkan kaki ke arah pintu kamar saat terdengar suara ketukan. Pintu terbuka, menampilkan sosok gagah nan tampan Arthur dalam balutan formalnya. Sulung Ester itu ditugaskan untuk menjemput sang adik menuju tempat acara dilangsungkan. “Kau siap?” “Tentu saja.” Arthur mengangguk, kemudian menyerahkan satu tangannya untuk digandeng sang adik. Mereka berjalan, diikuti beberapa pengawal yang bertugas. Jarak ballroom mansion tidak terlalu jauh membuat perjalanan keduanya terasa singkat. Langkah mereka terhenti sebelum menuruni tangga, di sana Duke William dan Sion telah menunggu, dengan setelan formal seperti Arthur. Ketiga lelaki Ester itu terlihat sangat tampan malam ini, mengimbangi kecantikan Irene. “Wah, Kak Irene terlihat sangat cantik.” Celetuk Sion yang disetujui oleh mereka. “Apa kau gugup?” Tanya sang ayah sembari mengambil tangan Irene untuk digandeng. “Tidak sama sekali ayah.” Duke William mengangguk, kemudian mengambil langkah menuruni tangga bersama sang putri, diikuti Arthur dan Sion dibelakang keduanya. Kedatangan tokoh utama dalam acara malam ini membuat atensi seluruh tamu undangan terfokuskan. Seperti biasa, Irene berjalan dengan penuh wibawa dan tegas, namun tetap anggun. Auranya terasa sangat pekat, membuat orang seperti ingin tunduk kepadanya. Tentu saja semua itu ia peroleh dari pengalamannya sebagai Ratu selama bertahun tahun. Bisikan bisikan mulai terdengar saat keempatnya berjalan menuju tempat utama, kebanyakan berisi pujian terhadap kesempurnaan keluarga Ester, terutama sosok Irene, sang tokoh utama acara yang digadang gadang akan menjadi pasangan Pangeran mahkota. “Selamat malam bagi semua tamu undangan yang telah hadir. Saya mengucapkan banyak terimakasih atas kehadirannya pada acara hari ini…” Duke William memberikan beberapa sambutan dengan gagah, tutur katanya tegas dan berwibawa, dengan ekspresi minim khas keluarga Ester. Setelah beberapa patah kata, acara pun dimulai. Para bangsawan muda bergantian untuk memberikan selamat dan sebagian memperkenalkan diri kepada Irene. Sedangkan pemimpin keluarga saling bertukar sapa, dan membahas beberapa hal. Tentunya dengan ditemani sampanye mahal nan langka yang menjadi ciri khas para bangsawan kelas atas. “Senang bertemu denganmu kembali Lady Ester. Anda mungkin lupa, tapi kita pernah bertemu di festival musim gugur tahun lalu.” Seorang gadis berambut pirang dengan gaun merah menyapa, membuat Irene tersenyum sopan. “Saya tentu ingat Lady Odyn, kipas pilihan anda saat itu bahkan masih saya simpan.” “Ah, saya merasa terhormat.” Irene terus mempertahankan senyuman sopannya hingga tidak ada lagi orang yang menghampirinya. Setelah itu ia bergabung dengan Arthur dan Sion di meja yang telah disediakan. “Apa Kak Irene nanti akan berdansa bersama pangeran?” Tanya Sion sembari terus menyuap sebuah puding susu. Pertanyaan Sion sukses membuat Arthur menatap tak suka, “Tidak akan, Irene akan melakukan dansa pertamanya denganku. Lagipula pangeran sepertinya tidak akan datang.” “Mungkin saja Pangeran terlambat, lagipula kakak kan tidak bisa berdansa.” “Kau jangan meremehkan kakakmu ini.” Irene hanya bisa diam. Perkataan Sion benar, rombongan kerajaan memang sedikit terlambat dan mungkin akan sampai kurang dari lima menit. Bahu Sion merosot lemas, “Aku padahal sangat ingin melihat Kak Irene berdansa.” “Kau bisa melihatnya lain kali, tidur terlalu malam bisa membuatmu demam besok.” Ucap Irene membuat sang adik semakin mencebik. “Nikmatilah hidangannya, sebentar lagi Ethan akan membawamu ke kamar.” Arthur berdiri, kemudian pergi menghampiri seorang pria muda di pojok ruangan. “Makanlah, Kakak akan menemanimu di sini.” Sion menggeleng, “Kakak pergi saja, Aku bersama dengan Kak Ethan. Katanya di acara seperti ini, Kak Irene harus berjalan-jalan untuk menemukan calon suami. Kakak tolong cari yang tampan ya, yang lebih tampan dari Pangeran Erald.” “Siapa yang memberitahukanmu hal itu?” “Kakak pelayan, hehe.” Cengir bungsu Ester, membuat sang kakak menggelengkan kepalanya. Meski begitu, Irene tetap bangkit dari duduknya. Ada seseorang yang harus ia temui, “Baiklah kalau begitu kakak pergi dulu.” Bersamaan dengan itu, rombongan kerajaan telah tiba. Ratu Charlotte telah datang bersama dengan putra sulungnya, Erald. Kedua orang itu sedang disambut oleh para bangsawan, juga Duke William. Tangan Irene terkepal erat melihatnya, jika saja ia tidak memikirkan matang-matang rencananya, mungkin dia sudah mengambil pedang dan menebas leher pria itu. “Selamat datang Yang Mulia, saya merasa terhormat anda bisa datang di acara sederhana ini.”Alicia tersenyum kaku dan tergesa-gesa mengalihkan topik.“Lupakan saja, Lady Irene. Aku penasaran… bagaimana perasaanmu setelah berdansa dengan Pangeran? Pasti hatimu berbunga-bunga.”Irene tersenyum tipis. Cara Alicia mengalihkan pembicaraan masih sama seperti dulu.“Susunan acaranya berubah, Lady. Acara dansa dimulai setelah Pangeran kembali ke istana untuk perawatan.”Alicia terperanjat, memasang wajah sedih.“Sangat disayangkan. Padahal Nona Irene dan Pangeran Erald cocok sekali.”“Tidak juga. Saya rasa Pangeran lebih cocok dengan Anda.”Pipi Adele langsung memerah.“Apa maksudmu, Lady? Aku tidak pantas.”Tentu saja, perempuan ular itu sangat tidak cocok menjadi seorang putri mahkota. Namun jika pasangannya adalah orang sebrengsek Elard maka akan sangat sempurna.“Jangan begitu Nona Alicia. Dengan kecantikan dan kerendahan hati seperti ini, anda menjadi kandidat paling sempurna untuk menjadi Ratu Eldoria di masa depan.” Ucap Irene membuat Alicia semakin salah tingkah. Senyuman ga
Irene sedikit melunakkan raut wajahnya, setelah mengingat sosok Duke Inggrid. “Seharusnya aku bisa mengenali mu sejak awal,” ucapnya pelan. “Aku tidak meminta untuk dikenal,” balas Duke Inggrid tenang. Langkah mereka terus bergerak mengikuti irama waltz. “Tapi kau cukup membuat keributan hari ini.” Irene mengerutkan kening. “Keributan? Aku hanya melakukan apa yang harus kulakukan.” Duke Inggrid menatapnya singkat, seolah menilai kebenaran ucapannya. “Tetap saja, tindakanmu terlalu berani untuk ukuran seorang gadis.” “Aku bukan seukuran gadis biasa” balas datar Irene dengan menetralkan raut wajahnya. Mereka berputar perlahan, melewati pasangan-pasangan lain yang sedang berdansa. “Malam ini, kau menarik perhatian lebih dari yang kau sadari.” Irene menatap datar sekilas, “Aku tidak berniat menarik perhatian siapa pun,” “Ya, aku tahu.” Inggrid mengangguk kecil. Musik memasuki bagian akhir. Keduanya mulai memperlambat langkah, tanpa ada lagi obrolan diantara mereka. Saat musik
“Sial!” Irene segera lari dan bersembunyi saat teriakan Erald terdengar nyaring. Langkahnya tergesa-gesa, memastikan tidak ada yang melihatnya. Anak panahnya memang mengenai kaki pria itu, namun lagi lagi ia merasa tidak puas karena targetnya sedikit meleset. Ia berdecak kesal. Kaki Irene terus berlari kencang, menaiki tangga gudang usang mansion dan memasuki sebuah ruangan kotor tidak terpakai. “Nona!” “Ssst, diamlah Marie. Ada seorang yang akan melewati tempat ini.” Bisik Irene membungkam Marie yang terlihat ketakutan. Tak lama, suara langkah kaki terdengar melewati ruangan mereka, membuat keduanya merasa lega. “Berikan gaunku, akan mencurigakan jika kita tidak segera kembali!” Marie segera memberikan gaun sang majikan dengan tangan masih bergetar, ketakutan benar benar menguasai dirinya. “A-apa yang Nona lakukan s-sebenarnya…?” Irene tersenyum, “Ceritanya sangat panjang jika diceritakan sekarang. Tapi percayalah, aku tidak akan melakukan sesuatu berbahaya tanpa alasan yan
Beruntung, Irene memiliki pengendalian diri yang luar biasa. Dia bisa tersenyum santai, walaupun keinginannya untuk membunuh anggota keluarga kerajaan saat ini tengah berkobar. “Berterima kasihlah kepada Elard, dia memintaku langsung untuk ikut hadir malam ini.” Nama yang disebut tersenyum kecil, Irene pun tak punya pilihan lain selain sedikit menundukkan kepalanya kepada Elard. “Terakhir kali aku melihatmu tiga tahun yang lalu, dan sekarang kau terlihat semakin cantik juga anggun. Pantas saja Erald sering menceritakanmu.” puji Ratu Charlotte. “Terimakasih atas pujiannya Yang Mulia.” Irene tersenyum, namun hatinya terus memaki kedua orang didepannya. Perkataan Ratu Charlotte mungkin sangatlah manis saat ini, tapi jangan salah, dongeng kekejaman ibu mertua ini telah dirasakannya selama bertahun-tahun dulu. “Maafkan kedatangannya kami yang cukup terlambat ya, ada sedikit masalah dengan kereta sebelum kami berangkat.” Suara berat Erald yang terdengar lembut, sukses membuat Irene me
Ballroom mansion Ester sudah terlihat cukup ramai malam ini, ruangan luas yang telah dihias sedemikian rupa dengan berbagai ornamen mewah itu telah dipenuhi oleh para bangsawan yang menantikan sosok putri satu satunya milik Ester. Mereka semua tentu tak ingin melewatkan kesempatan emas ini. Selain sebagai perkenalan anak perempuan yang sudah memasuki usia dewasa, Debutante juga menjadi tempat bagi para bangsawan untuk memperkuat koneksi dengan bangsawan lain. Apalagi keluarga Ester memiliki kekuasaan hampir setara dengan kerajaan, yang mana tentu saja tamu tamu undangan mereka bukan hanya bangsawan biasa. “Aku kehilangan kata-kata. Nona, kau terlihat sangat cantik. Jika saja aku laki laki pasti akan jatuh cinta!” puji Marie. Irene menatap pantulan wajahnya dalam kaca besar. Ia tak menyangkal, wajahnya memang cantik. Perpaduan antara kecantikan Bella dan ketegasan William menyatu sempurna dalam dirinya. Wajah yang memang sudah cantik itu kini sudah dipoles tipis, rambut hitamnya t
"Apa Nona jatuh cinta dengan pria bernama Dion itu?” “Tidak ada hal yang seperti itu Marie. Aku memilihnya karena potensinya sangat besar.” Jawab Irene santai. Saat ini keduanya sedang dalam perjalanan menuju ruang makan. Selama berjalan, tak henti hentinya Marie menebak alasan Irene memilih seorang asing bernama Dion sebagai pengawal pribadi. “Tapi masih banyak sekali prajurit berpengalaman yang memiliki potensi sangat besar.” Satu sudut bibir Irene terangkat, memang banyak sekali prajurit yang lebih hebat dan berpengalaman untuk dijadikan pengawal pribadinya. Namun di masa depan, Dion Willton adalah anjing setia Erald yang menjadi pemimpin pasukan kerajaan. Dan tidak ada yang lebih baik selain menjadikan orang penting Erald sebagai orang orangnya. “Kau akan memahaminya suatu saat.” Balas Irene bertepatan dengan kedatangannya di ruang makan. Kedua saudaranya sudah berada di sana, bersama seseorang paling ia rindukan selama ini. Sang Ayah, William Veshane Ester. Duke Ester itu







