Share

Bab 2. Cincin Milik Siapa?

Gendis terkejut mendengar ucapan sang mertua.

‘Apa ini yang selalu Mama katakan mengenaiku kepada setiap orang di belakangku?’

Sudut hatinya perih, bertahun-tahun menjadi menantu, ia sama sekali belum diterima oleh mertuanya. Padahal, Gendis merasa sudah menjadi menantu yang penurut bagi ibu mertuanya itu. Bu Nani tersadar melihat Gendis sudah ada di pintu gerbang. Ia langsung terdiam sambil memberikan kode kepada Bu Retno.

Betapa terkejutnya wanita paruh baya itu melihat menantunya yang telah kembali ke rumah. Pikirannya terus berkecamuk dan bertanya-tanya dalam hati. Apa mungkin Gendis mendengar segala yang dia ucapkan barusan?

Wajahnya berubah pucat pasi, dengan perasaan yang takut mulai menguasai hatinya. Bukan kesalah pahaman dari Gendis yang Bu Retno khawatirkan. Akan tetapi, pandangan Damar terhadapnya. Wanita itu takut menantunya akan mengadu. Apalagi, segala yang dia ucapkan mengenai Gendis rata-rata sebuah kebohongan belaka. Itu hanya karangannya agar semua orang membenci menantunya serta menganggap ia yang paling menderita.

“Ngapain kamu di situ? Kenapa enggak ngucap salam dulu?” ujar Bu Retno dengan suara bergetar. Kali ini, jantungnya terasa berpompa lebih cepat.

Sebelum Gendis menjawab, Bu Nani berdiri dari kursi teras lalu pamit untuk pulang. Wajah wanita bertubuh gempal tersebut sama piasnya dengan Bu Retno. Ia merasa tidak enak dan bersalah karena sempat bergosip tentang Gendis.

‘Pasti Gendis dengar apa yang kuucapkan,' pikirnya. Dengan wajah yang terlihat tidak baik-baik saja. Bu Nani berjalan melewati Gendis yang masih mematung di tempatnya berdiri sejak tadi, dengan dada yang berdebar.

Sedangkan, Bu Retno telah menampilkan wajah judes seperti biasa. Ia pintar sekali menyembunyikan kegugupannya.

“Oh iya. Kamu belum jawab pertanyaanku. Kenapa pulang enggak ngasih salam? Main nyelonong saja. Enggak sopan, bikin orang jantungan. Terus, kenapa kamu lama sekali ke rumah sakitnya? Sebentar lagi, Damar pulang dari kantor. Suamimu itu pasti kelaparan. Kamu masak dulu sekarang, sekalian cuci mangkuk bekas bakso teman-teman arisan ibu tadi,” perintahnya

Meski kekecewaan masih menjejali hati, tetapi Gendis tidak melawan. Ia enggan terjadi keributan, apalagi dengan ibu mertuanya. Wanita itu pikir, ia harus kuat. Bagaimana pun, menikah dengan Damar sudah menjadi pilihannya. Sedangkan, dalam pernikahan bukan hanya satu orang yang terikat. Namun, seluruh anggota keluarga suaminya otomatis akan menjadi keluarganya juga. Jadi, ia harus menerima kekurangan dan kelebihan sang mertua meski dengan begitu ia harus lebih berusaha lagi untuk mengambil hatinya.

Gendis mengangguk tanpa membantah, ia hendak masuk ke dalam rumah. Akan tetapi, teringat dengan sesuatu yang ada di tangannya.Buah-buahan segar kesukaan ibu mertuanya yang tadi sempat ia beli di dalam perjalanan.

“Oh iya, Bu. Ini ada buah-buahan kesukaan ibu. Aku tadi mampir dan beli khusus buat ibu,” ujar Gendis sambil menyerahkan kantong keresek di tangannya.

Dengan sungkan, Bu Retno menerima pemberian Gendis. Wanita itu tidak sadar, hatinya yang mulai terenyuh dengan kebaikan Gendis. Meski ia gengsi untuk mengakuinya. Bu Retno hanya menjawab ucapan menantunya itu hanya dengan gumaman, tanpa menoleh sedikit pun.

“Oh iya. Sekalian kalau mau ke dalam bawa masuk gelas itu,” tunjuk Bu Retno dengan dagunya ke arah meja teras lalu meninggalkan Gendis ke dalam rumah.

Gendis menghela napas berat. Ia harus sabar dengan kata-kata tajam mertuanya. Toh, baginya itu hal biasa. Bertahun-tahun ia telah mengenal sifat ibu kandung suaminya tersebut.

**

Pukul lima sore, suaminya pulang ke rumah dengan wajah yang terlihat lelah. Gendis menyambut kedatangan Damar dengan wajah cerah. Ia mencium tangannya, sedangkan suaminya itu melabuhkan kecupan di dahi Gendis.

“Mas capek, ya? Aku buatkan teh buat Mas. Tapi, Mas mandi dulu biar seger. Entar kalau sudah, turun dan kita makan bareng di bawah. Aku udah buatkan masakan kesukaan Mas Damar dan Ibu,” papar Gendis dengan wajah berbinar. Seulas senyum tidak pernah luntur merekah dari paras wanita itu.

Gendis pikir, suaminya harus bahagia dan ia manjakan di rumah. Jika, ada masalah pun, selalu wanita itu tutupi agar sang suami tidak merasa terbebani. Kecuali, memang hal yang sangat penting. Baru gendis akan bicara. Sudah cukup Damar bekerja keras di perusahaan. Ia berprinsip jangan menambah beban apa pun ketika sudah pulang.

“Iya, sayang. Mas mandi dulu.”

“Iya, Mas,” jawab Gendis.

Lantas, ia kembali ke dapur dan menyelesaikan acara memasaknya. Kali ini, ayam taliwang serta sayur lodeh kesukaan Damar dan Bu Retno menjadi menu makan malam mereka.

Damar turun dan menikmati teh buatan Gendis di depan televisi, ruang keluarga mereka bersama Bu Retno, sambil menunggu hidangan tersaji.

Saat makan malam, ibu dan anak tersebut sangat lahap memakan masakan buatan Gendis. Membuat wanita itu puas karena hidangan yang ia buat tidak terbuang sia-sia.

“Damar. Ibu minta uang buat belanja besok,” ucapan Bu Retno membuat Damar yang baru saja beres makan menoleh, pun Gendis yang heran kepada ibu mertuanya tersebut. Baru saja seminggu sang suami memberikannya uang bulanan. Namun, sekarang ia sudah minta lagi.

Padahal, uang yang diberikan putra sulungnya itu lumayan besar. Lantas, di pakai apa sampai sudah habis lagi?

“Lho, bukannya baru Minggu lalu aku kasih uang sepuluh juta untuk ibu? Kenapa sudah habis lagi?” tanya Damar dengan mimik yang penuh pertanyaan.

“Lho, kan kamu tahu ibu itu ikutan arisan. Jadi, wajar dong kalau sudah habis. Lagian, uang kamu itu masih banyak!” ujar Bu Retno dengan nada meninggi. Ia tidak suka putranya meragukan apa yang dia ucapkan.

“Ya sudah. Aku kasih uang lima juta lagi buat ibu. Tapi, ibu jangan hambur-hamburkan. Ibu kan tahu, saat ini banyak sekali pengeluaran perusahaan yang mendadak,” terang Damar.

Selanjutnya, setelah mereka selesai makan malam, pria itu menyuruh Gendis untuk mengambil ponselnya di saku jas. Ia lupa untuk membawa benda tersebut ke bawah.

Gendis mengangguk, kemudian masuk ke kamar mereka dan merogoh saku jas suaminya. Namun, alangkah terkejutnya wanita itu kala mendapatkan sesuatu di sana. Gendis menemukan sebuah kotak berisi berlian yang diperkirakan cukup mahal harganya. Hatinya bertanya-tanya milik siapa benda tersebut? Dan kenapa sampai ada di jas suaminya?

Bersambung.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status