Share

Kebohongan Suamiku Menjadi Kenyataan
Kebohongan Suamiku Menjadi Kenyataan
Author: Arabita

Bab 1

Author: Arabita
"Dia benar-benar pindah ke kamar tamu di sebelah dengan begitu menyedihkan? Apa dia nggak akan kena serangan jantung kalau dengar suara mereka di tengah malam?"

"Kenapa? Kamu mau bantu? Memangnya kamu nggak lihat betapa Tuan memanjakan Nona Arina? Sekarang, dia itu bukan siapa-siapa. Kamu masih nggak tahu siapa yang harus kamu hormati?"

"Tuan dan Nona Arina memang lebih cocok sih."

Aku menggendong anakku sambil mendorong keluar kardus-kardus dari kamar, lalu berjalan bolak-balik untuk memindahkan barang ke kamar sebelah. Aku melirik ke sekeliling untuk mencari bantuan, tetapi tidak ada yang menanggapi.

Pada hari kelima setelah aku didiagnosis menderita penyakit terminal, suamiku dan cinta pertamanya ingin tidur bersama di dalam kamar kami.

Para pembantu menyimpan semua fotoku dan dia, seprai kami, serta barang lainnya di dalam kamar. Kemudian, mereka mengganti seprainya dengan yang berwarna merah, juga meletakkan barang-barang pribadi Arina dan foto-foto pernikahan mereka di atas meja.

Owen mengamati semuanya dengan dingin. Tanpa melirikku sedikit pun, dia berjongkok di samping sofa, lalu menyuapi Arina makan stroberi dengan hati-hati dan penuh perhatian.

Dia berkata dengan penuh kasih sayang, "Aku pernah berjanji padamu bahwa kamu akan punya segala sesuatu yang seharusnya dimiliki seorang pengantin baru. Aku nggak akan biarkan kamu dirugikan. Ayo, buka mulutmu ...."

Putri yang berada dalam pelukanku merasa ada yang tidak beres dan merengek, tetapi Owen mengabaikannya. Hati dan matanya hanya dipenuhi cinta yang mendalam untuk cinta pertamanya. Namun, dia malah membuatku dan putrinya sendiri menjadi bahan tertawaan orang-orang.

Aku menggendong putriku sambil menenangkannya. Gelombang kepahitan membuncah dalam hatiku. Apa boleh buat, aku akan segera mati.

Aku lanjut memindahkan kotak. Setelah menyelesaikan semuanya, aku tidak ingin berbicara dan berencana untuk kembali ke kamar. Namun, saat aku melewati ruang tamu, Arina malah tidak bersedia membiarkanku pergi.

Owen membujuknya cukup lama sebelum Arina berbicara dengan ragu dan sedih, "Hidupku tinggal beberapa hari dan aku nggak bisa punya anak. Aku mau jaga anak kalian selama beberapa hari untuk merasakan perasaan menjadi seorang ibu, tapi aku takut menyinggung Kak Kayla ...."

Dalam seketika, beberapa pasang mata langsung tertuju padaku, sedangkan aku menatap Owen lekat-lekat.

Dia telah membiarkan selingkuhannya tinggal di rumah kami dan membuatku menjadi bahan tertawaan para pembantu. Apa dia tega merenggut anak kami dan memisahkanku dengan anak kami sebelum ajal menjemputku?

Begitu melihat wajah penuh kemurungan wanita cantik di hadapannya, Owen pun merasa tidak tega. Dia menatapku dan berkata dengan sungguh-sungguh, "Kayla, kamu bahkan bersedia membiarkannya tinggal rumah kita. Kamu nggak akan keberatan untuk biarkan Rina jaga anak kita, 'kan?"

Aku hampir lupa bahwa Arina adalah wanita yang ingin dinikahi Owen ketika masih muda. Jika bukan karena Owen begitu mencintai Arina hingga lebih rela putus daripada membatasi masa depannya, mereka seharusnya sudah menikah sejak lama dan aku tidak mungkin memiliki kesempatan untuk menjadi istri Owen.

Aku menjadi istri Owen hanya karena kami cocok. Selain tanggung jawab, dia tidak menaruh perasaan lain terhadapku.

Aku melawan rasa sakit di kepalaku dan bertanya, "Gimana kalau aku keberatan? Ini putri kita, dia baru berusia sebulan."

Gerakan Owen yang sedang menusuk buah terhenti. Dia berbalik dan menatapku dengan dingin. "Sudah kubilang, aku cuma mau pinjam anak kita selama tiga hari. Rina sudah sekarat dan belum pernah jadi seorang ibu. Apa salahnya kamu mengalah? Hidupmu masih panjang. Kamu akan punya banyak waktu untuk rawat anak kita."

"Dia ini putriku! Nggak ada seorang pun boleh merebutnya dariku tanpa persetujuanku," ucapku dengan tegas.

Aku mengalami pendarahan hebat seharian sebelum melahirkan putriku dan aku hanya punya tiga hari lagi. Jika aku tidak lebih sering menemani putriku, aku tidak akan pernah bisa melihatnya lagi.

"Kayla, aku nggak nyangka kamu begitu egois. Kamu bahkan nggak bisa menunggu tiga hari?" Owen mengerutkan kening. Nadanya terdengar muram.

"Aku memang ...." (nggak bisa nunggu lagi.)

Namun, sebelum aku sempat menyelesaikan kata-kataku, Owen sudah memerintahkan pembantu untuk menahanku. Dia langsung merebut putriku dan menyerahkannya kepada Arina.

Aku menggertakkan gigi dan menatapnya dengan mata memerah. Hatiku bagaikan sedang menetes darah karena disayat oleh pisau yang tajam. Namun, Arina malah tersenyum berseri-seri. Dia menatapku dengan penuh kemenangan.

Pada saat ini, rasa sakit di tubuhku sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan rasa sakit di hatiku. Aku berjuang melepaskan diri dari pembantu, lalu menerjang ke depan dan hendak merebut kembali putriku.

Saat berhasil menggenggam ujung kain bedong, aku merasa gembira. Namun, aku tiba-tiba menyadari senyum licik yang tersungging di bibir Arina. Tepat ketika aku merasa bingung, tubuh Arina tiba-tiba jatuh ke belakang dan kain bedong dalam genggamannya tiba-tiba terlepas.

Melihat putriku hampir jatuh, aku segera mengulurkan tangan dan meraihnya, lalu mendekapnya erat-erat. Momentum itu membuatku terempas ke lantai. Sikuku terasa sangat sakit.

Terdengar teriakan kaget dari sekeliling.

Sementara itu, Owen berhasil menangkap Arina. Arina meringkuk dalam pelukan Owen, lalu berujar dengan panik dan sedih, "Kak Kayla, kalau kamu nggak bersedia pinjamkan anakmu padaku, ngomong saja. Kamu nggak perlu jadikan anakmu sebagai tameng untuk menindasku ...."

Pembantu di samping juga melangkah maju dan membela Arina. "Nyonya, kamu terlalu berlebihan! Nona masih begitu kecil. Kalau dia jatuh dan kepalanya terluka, dia nggak mungkin bisa diselamatkan!"

Setelah mendengar ucapan itu, Owen yang awalnya melihatku rela jatuh demi melindungi anak seketika merasa kecewa dan marah.

"Kayla, kenapa kamu sekejam itu! Bisa-bisanya kamu pakai anak sebagai alat untuk menindas Rina! Kamu nggak pantas jadi seorang ibu!"

Seusai berbicara, dia merebut putriku, lalu berujar, "Kamu tinggal saja di kamar pembantu selama beberapa hari ke depan dan layanilah Rina dengan baik."

Seusai berbicara, Owen melihat aku yang mengalirkan air mata sambil meringkuk di lantai. Dia pun tertegun dan tiba-tiba merasa khawatir. "Kamu nggak enak badan?"

Sementara itu, Arina mengangkat bahu dan berkata, "Kak Kayla, kepalamu nggak terbentur kok. Kenapa kamu bertingkah seperti sudah gegar otak? Apa kamu mau buat Kak Owen merasa sakit hati? Anakmu saja nggak nangis, tapi kamu yang sebagai orang dewasa malah menangis kesakitan. Kayaknya itu kurang baik deh?"

Kekhawatiran di mata Owen seketika memudar dan berubah menjadi rasa kesal. "Jangan bertingkah layaknya orang mati. Di atas kepalamu, jelas-jelas tertulis masa hidupmu masih ada 60 tahun. Kamu nggak bisa membodohiku."

Hatiku terasa sangat sakit. Jelas-jelas, dia yang berbohong padaku selama ini.

Mengenang kembali momen-momen indah yang kami lalui setelah aku menikah kilat dengan Owen, semuanya tiba-tiba terasa seperti mimpi.

Di masa akhir kehamilanku, Owen menolak banyak pekerjaan. Setiap hari, dia memasakkan sup bergizi untukku, juga membantuku mengoleskan minyak karena khawatir kehamilanku akan meninggalkan stretch mark. Bahkan ketika aku sedang berada dalam kondisi paling bengkak dan jelek gara-gara hamil, dia juga tidak merasa risih untuk mencium dan memelukku ....

Namun, Arina baru muncul selama lima hari dan semuanya telah berubah. Owen begitu melindungi Arina hingga bahkan pembantu di rumah juga berpihak padanya. Sementara itu, aku ditinggal sendirian dan terisolasi.

Setelah rasa sakitku mereda, aku duduk di lantai. Semua orang di ruang tamu telah pergi.

Owen melarangku bertemu putri kami selama beberapa hari berikutnya. Bahkan koper yang baru saja kupindahkan ke kamar tamu juga telah dipindahkannya ke kamar pembantu.

Aku merasa tidak enak badan dan hendak kembali ke kamar. Alhasil, Arina malah menghentikanku.

"Kak Kayla, aku mau bawa Bichon-ku tinggal di sini. Gimana kalau kamu tidur di ruang bawah tanah dulu untuk beberapa hari?"

Aku menggertakkan gigi dan melirik Owen yang berada di belakangnya dengan marah.

Owen mengerutkan bibirnya dan menghentikan Arina, yang mana merupakan hal yang sangat jarang terjadi. "Sudahlah, biarkan saja anjingmu tinggal di kamar tamu sebelah. Kamar pembantu lebih cocok untuknya."

Begitu mendengar ucapan Owen, Arina langsung berlari ke atas sambil tersenyum gembira untuk menyiapkan rumah anjing.

Setelahnya, Owen baru menghiburku, "Kayla, aku cuma mau tebus penyesalannya sebelum dia meninggal. Aku janji, aku cuma akan tinggal bareng Rina selama tiga hari lagi. Setelah tiga hari ini, kita masih bisa lanjut bersama selama 60 tahun. Dia itu cuma tamu dan kamu masih adalah istri sahku. Nggak akan ada yang berubah."

Owen mengelus kepalaku dan melanjutkan, "Yang patuh, ya. Kamu harus lebih murah hati. Setelahnya, aku nggak akan biarkan kamu menderita lagi."

Seusai berbicara, dia menurunkan tangannya dan pergi. Namun, dia tidak tahu bahwa aku tidak punya waktu untuk bersikap murah hati. Kami tidak lagi memiliki masa depan.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kebohongan Suamiku Menjadi Kenyataan   Bab 9

    Owen mengkremasi mayatku, lalu membawa pulang guci berisi abuku. Tak disangka, sebelum Owen mencari Arina, Arina sudah terlebih dahulu muncul di hadapannya. Dia menatap Arina dengan tatapan yang sangat mengerikan.Arina mengenakan pakaian bergaya Chanel dan merias wajahnya sehingga dia terlihat makin cantik. Begitu melihat tatapan dingin Owen, dia langsung bergidik. Namun, dia tiba-tiba teringat sesuatu dan berlari menghampiri Owen dengan gembira.Arina meraih tangan Owen, lalu menyanjungnya, "Kak Owen, aku nggak akan nikah lagi. Aku sudah putuskan untuk nggak memisahkanmu dan Kak Kayla lagi. Mulai sekarang, aku akan melajang seumur hidup. Aku akan tunggu kamu sampai kamu berubah pikiran dan putuskan untuk menikah denganku. Ke depannya, aku akan lakukan apa pun yang kamu minta.""Apa pun yang aku minta?" Owen mengamati Arina dengan tatapan seolah-olah ingin melahapnya hidup-hidup.Namun, Arina tidak menyadarinya dan masih tersenyum berseri-seri. "Tentu saja! Aku paling patuh sama ucap

  • Kebohongan Suamiku Menjadi Kenyataan   Bab 8

    Namun, di hari pertama aku menerima diagnosisku, aku sudah langsung memberi tahu Owen. Dia yang langsung membawa Arina pulang, juga mengatakan ingin menikah dan memberi tebusan kepada Arina.Ketika aku tahu dia berselingkuh, aku pun kehilangan akal dan tidak berhenti mengatakan bahwa akulah yang akan segera mati, bukan Arina. Namun, dia malah membuatku bungkam dengan alasan dia memiliki kemampuan untuk melihat rentang hidup orang lain.Dia menuduhku berbohong dan hanya sedang meniru orang lain, juga ingin menindas Arina yang akan segera meninggal. Jelas-jelas, dia sendiri yang tidak percaya.Ketika tiba di rumah sakit dan tidak dapat menemukan aku, Owen hanya bisa berkeliling mencari dokter untuk menanyakan keberadaanku. Dia kebetulan bertemu dengan dokterku. Mendengar bahwa dokter itu mengenalku, Owen merasa sangat gembira. "Istriku ada di ruangan mana? Aku datang untuk menjenguknya."Namun, Ariel hanya menatapnya dengan bingung."Kenapa kamu baru datang sekarang?" tanya dokter itu d

  • Kebohongan Suamiku Menjadi Kenyataan   Bab 7

    Owen tiba-tiba murka dan berseru, "Begini cara kalian melayaninya? Apa kalian lupa dia itu barulah nyonya rumah asli tempat ini!"Para pembantu menunduk dan tidak berani menyahut. Hanya Bi Nina yang paling tua berbicara dengan tergagap, "Tuan, kamu yang mau Nyonya introspeksi diri. Makanya, kamu ambil semua barang-barangnya dan menyuruhnya hidup dengan standar yang paling sederhana. Kami juga cuma ikuti perintahmu."Ekspresi Owen langsung membeku dan seluruh tubuhnya gemetar. Dia menunjuk ke noda darah di dinding dan bertanya, "Kenapa ada bercak darah di dinding?"Bi Nina menghela napas dan menjawab, "Tuan, aku pernah beri tahu kamu bahwa Nyonya membenturkan kepalanya ke dinding, tapi kamu suruh kami untuk mengabaikannya."Tangan Owen yang mencengkeram kusen pintu mulai gemetar. Dia tidak berhenti menggeleng dan matanya dipenuhi kepanikan.Aku berdiri di luar kerumunan dan memperhatikan Owen yang berlagak khawatir dengan acuh tak acuh.Suasananya tiba-tiba menjadi hening. Untuk sesaat,

  • Kebohongan Suamiku Menjadi Kenyataan   Bab 6

    Ketika aku tidak sengaja mengetahui alasan Owen membohongiku, aku benar-benar mengira hatinya sudah berubah karena Arina.Waktu itu, aku merasa menyesal karena pria yang dulunya begitu lembut, perhatian, dan mencintaiku itu ternyata hanya sedang bersandiwara. Dia berpura-pura menunjukkan semua kasih sayangnya kepadaku, tetapi kenyataannya dia adalah orang yang hina dan busuk sampai ke akar-akarnya.Namun, apa yang kudengar sekarang? Ternyata, dia juga memiliki nilai moral yang normal? Ternyata, dia juga memiliki rasa malu? Ternyata, dia dengan beraninya berselingkuh di depanku karena tahu aku tidak akan meninggalkannya?Namun, dia yang jelas-jelas mengetahui perbuatannya salah, tetapi masih melakukannya justru membuatku merasa lebih jijik daripada hanya sekadar jahat. Owen mengira dia sudah menjelaskan maksudnya dengan sangat jelas, tetapi Arina tetap bersikap keras kepala."Tapi, apa kamu benar-benar mau melihatku menikahi orang lain tanpa melakukan apa-apa? Kita jelas-jelas saling m

  • Kebohongan Suamiku Menjadi Kenyataan   Bab 5

    Namun, itu hanyalah mimpi yang timbul dari obsesiku sebelum aku meninggal. Owen sama sekali tidak tahu aku telah meninggal.Setelah mati, rohku melayang keluar dari tubuhku. Aku melayang sangat lama tanpa tahu harus pergi ke mana. Saat aku berjalan tanpa tujuan, pemandangan di sekitarku tiba-tiba berubah.Aku melihat Owen yang sedang duduk di samping ranjang Arina di rumah sakit. Dia memperhatikan Arina yang perlahan-lahan siuman. Air mata menggenang di matanya dan dia tidak berhenti mengungkapkan rasa syukurnya kepada Tuhan. Owen yang terlihat berantakan dan berlinang air mata memeluk Arina. Dia terlihat seolah-olah baru saja diselamatkan dari bencana. "Syukurlah, kamu baik-baik saja. Untung saja aku nggak perlu menanggung rasa sakit karena kehilanganmu lagi, Rina."Melihat mata Owen yang berkaca-kaca, Arina membalas pelukannya dan menjawab, "Kak Owen, aku baik-baik saja. Aku masih ada di sini. Kamu nggak akan pernah kehilangan aku. Kita akan selalu bersama."TV di dalam ruangan mas

  • Kebohongan Suamiku Menjadi Kenyataan   Bab 4

    Setelah itu, Arina mengeluarkan pisau yang selalu dibawanya ke mana-mana dan menusukkannya ke bahunya. Dalam sekejap, darahnya mengucur deras. Kemudian, dia melempar pisau itu ke samping kakiku dan bergegas maju untuk mencoba merebut putriku. Kami pun saling mendorong hingga ke samping jendela.Arina berteriak, "Kak, kembalikan anak itu! Meski kamu mau bunuh diri, kamu juga nggak boleh bawa anak itu pergi bersamamu!""Apa-apaan kamu!" Aku berusaha mati-matian untuk melepaskan diri darinya.Suara pergulatan kami makin nyaring dan putriku menangis ketakutan. Melihat Arina hendak merebut putriku, aku pun mengangkat kakiku untuk menendang Arina.Namun, Owen tiba-tiba muncul dan menendangku hingga aku jatuh ke lantai sebelum merebut putriku dariku."Kayla! Beraninya kamu menyentuh Rina!"Kepalaku membentur sudut dinding dan terasa sangat sakit seperti ditekan oleh sebuah gunung. Sepertinya, ada sesuatu yang pecah. Mungkin itu adalah tumornya. Kata dokter, jika tumor itu pecah, aku akan mati

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status