Alya terdiam.Bagus. Yah, setidaknya dia sudah menyiapkan mental.Lagi pula, sebelumnya Angga sudah memintanya untuk mencari investasi dari Perusahaan Saputra.Angga juga bertindak atas kepentingan perusahaan. Manajemennya yang seperti ini merupakan hal bagus untuk perusahaan.Dia tidak marah dan hanya mengangguk, lalu berbalik dan turun ke lantai bawah.Irfan hampir sepenuhnya terabaikan olehnya.Setibanya di bawah, Alya hendak memanggil taksi ketika Irfan menghentikannya."Aku akan menemanimu pergi."Mendengar ini, langkah Alya terhenti. Ketika melihat Irfan yang terus mengikutinya sambil membawa kunci mobil, barulah dia menyadari sesuatu."Maaf, barusan aku terburu-buru untuk menyelesaikan masalah ini. Aku nggak sengaja ...."Dia hanya ingin bilang bahwa dia bukannya sengaja mengabaikan Irfan, tetapi begitu kata-katanya mencapai bibir, dia merasa bahwa perkataannya itu hanya akan menyakiti Irfan."Kamu ingin menemuinya, 'kan? Aku akan menemanimu."Alya refleks menghentikannya."Aku
Tidak tahu?Alya hampir menertawakan jawabannya.Kemarin pria ini jelas-jelas bilang, bahwa tanpa persetujuannya, tidak akan ada perusahaan yang berani menyinggungnya demi berinvestasi di perusahaan Alya.Sekarang, dia tiba-tiba datang dan berinvestasi, lalu bilang tidak tahu?Alya terkekeh, lalu langsung berkata dengan suara dingin, "Kalau kamu nggak tahu, jangan lakukan hal yang nggak perlu."Mendegar perkataannya, Rizki mengerutkan kening. "Memangnya kenapa kalau aku melakukannya?""Kalau aku ingin berinvestasi di perusahaanmu, memangnya kamu bisa apa?"Alya menatap bibir pucat dan dahi basah pria itu, lalu perlahan berkata, "Aku nggak apa-apa, aku juga nggak peduli asalkan kamu nggak takut merugi."Setelah mengatakan itu, Alya berbalik untuk pergi.Sementara itu, Rizki menyaksikanya pergi. Bibirnya tertutup rapat, tampak tidak berniat untuk terus bercakap dengan Alya.Alya baru berjalan beberapa langkah ketika teringat sesuatu, dia pun menoleh dan menatap Rizki."Bagaimana dengan N
Satu jam kemudian.Sang dokter memberikan laporan pemeriksaannya kepada Alya."Penyakit lambungnya cukup parah. Dia pingsan karena penyakit lambungnya kambuh, tapi dia juga mengalami kekurangan gizi dan kecemasan berlebih."Alya mengambil laporan pemeriksaan tersebut dari tangan sang dokter.Sulit untuk membayangkan hal seperti kekurangan gizi dan kecemasan berlebih muncul pada Rizki.Lagi pula, dalam ingatannya, tidak ada hal yang tidak bisa Rizki lakukan.Selain itu, pria itu tampak tidak pernah sakit ataupun tidak enak badan.Alya melirik ke arah kamar rawat, lalu bertanya pada dokter itu, "Selanjutnya bagaimana? Apakah dia akan dirawat inap atau ...?""Mengingat kondisi Pasien, sebaiknya Pasien dirawat inap untuk pemulihan. Kalau nggak, kalau kondisinya terus seperti ini, penyakitnya akan makin parah.""Bagaimana lambungnya bisa jadi seperti ini?""Makan yang nggak teratur dan konsumsi alkohol bisa melukai lambung. Jadi, apa pacarmu sering minum?"Istilah pacar ini membuat Alya men
Akan tetapi, kenapa Rizki membuat dirinya menderita seperti ini?Sekarang, Alya akhirnya mengerti kenapa Rizki sangat tidak sabar ketika berbicara dengannya di hotel tadi.Saat itu, RIzki mungkin sudah mencapai batasnya, 'kan?Memikirkan hal ini, Alya pun menghela napas. Kemudian dia mengeluarkan ponselnya untuk menelepon Angga.Ketika menerima teleponnya, Angga bertanya dengan hati-hati, "Bos, kenapa kamu belum juga kembali? Kalian ... nggak ribut, 'kan?""Nggak, tapi sekarang aku ada di rumah sakit ....""Apa?" Angga seketika terkejut. "Kenapa tiba-tiba ke rumah sakit? Bos, meskipun kamu dan Pak Rizki memiliki masa lalu, seharusnya masalah kalian nggak sampai sebesar ini. Bos, apa kamu nggak apa-apa?""...."Setelah Angga selesai bicara, Alya tanpa daya berkata, "Apakah kamu bisa membiarkanku selesai bicara dulu?""Bisa, bisa, cepatlah Bos."Ketika mendengar bosnya ada di rumah sakit, Angga sangat khawatir. Dia takut bila masalahnya menjadi besar, investasinya akan ditarik kembali da
Ketika Cahya tiba di rumah sakit, dari kejauhan, dia melihat Alya yang sedang menunggunya di pintu kamar.Begitu melihat Alya, Cahya teringat dengan sentuhan jari mereka yang tidak disengaja itu. Melihat kecantikan Alya yang luar biasa, dia pun lagi-lagi tersipu malu.Jadi setelah dia mendekat, yang Alya lihat adalah Cahya yang berwajah dan bertelinga merah.Alya tidak begitu memikirkannya, hanya mengira Cahya memerah karena udara dingin di luar. Dia pun mendekat sambil memberikan ponsel, dompet, kartu kunci dan barang-barang lainnya pada Cahya."Ini semua barang milik Pak Rizki."Cahya tidak tahu apa yang telah terjadi, dia hanya bisa menerima apa yang diberikan Alya padanya.Akhirnya saat melihat tangan kosong Alya, dia tiba-tiba menyadari sesuatu."Nona Alya, apa kamu mau pergi?"Alya mengangguk."Ya, karena kamu sudah di sini, aku harus pergi.""Ah?" Cahya seketika menyesal, kenapa dirinya harus datang secepat ini? Jika Rizki bangun dan tahu bahwa Alya pergi karenanya, Rizki pasti
Mendengar kata "dirawat", Rizki mengerutkan keningnya."Nggak perlu dirawat.""Pak Rizki, tolong dengarkan aku. Sebaiknya kamu dirawat. Kalau kamu nggak suka dengan kamar ini, aku akan segera memindahkanmu ke kamar yang lebih bagus."Setelah mengatakan itu, dia menemukan bahwa Rizki sedang menatapnya dengan dingin.Tanpa sadar Cahya pun terdiam.Setelah beberapa saat, dia berbisik, "Aku tahu kamu selalu merasa penyakitmu bukan masalah besar, tapi hari ini kamu pingsan di depan Nona Alya, apa kamu nggak merasa malu?"Rizki yang tadinya tidak berekspresi, segera mengubah ekspresinya setelah mendengar kalimat yang terakhir."Apa katamu?"Tatapannya seketika menjadi tajam. "Pingsan di depan siapa?"Cahya takut dengan aura yang memancar dari tubuh Rizki, lalu dengan terbata-bata menjawab, "No ... Nona Alya."Rizki refleks bertanya, "Dia nggak pergi?"Bukankah sebelumnya dia sudah menyuruh Alya pergi?Dia juga jelas-jelas telah melihatnya pergi, kapan Alya kembali?Cahya tidak ada di sana, j
Alya peduli padanya.RIzki telah mendapatkan sebuah kepastian.Wanita itu tampak sangat kejam dan mengucapkan kata-kata kasar.Akan tetapi ... setelah pergi, wanita itu kembali lagi.Bahkan membawanya ke rumah sakit dan terus menunggu sampai Cahya datang.Apa artinya ini?Artinya, Alya peduli padanya dan khawatir sesuatu akan terjadi padanya.Karena Alya peduli padanya, artinya dia masih belum menemui jalan buntu dan masih memiliki kesempatan.Awalnya, dia tidak ingin Alya tahu mengenai penyakitnya.Namun, sekarang, penyakitnya malah mengungkapkan beberapa hal padanya. Kalau begitu kenapa dia tidak manfaatkan saja situasi ini?Cahya sedang menelepon di luar.Sebenarnya dia tidak memiliki nomor telepon Alya, tetapi sebagai seorang asisten yang luar biasa, dia langsung menelepon Angga dan meminta nomor telepon Alya.Angga pun tanpa ragu memberikannya."Terima kasih, lain kali aku akan mentraktirmu."Setelah mendapatkan nomornya, Cahya segera menelepon Alya.Alya baru saja memanggil taksi
Cahya tercengang untuk beberapa detik sebelum bergegas menghampirinya."Pak Rizki!"...Lima menit kemudian.Rizki kembali duduk di tempat tidur dengan wajah masam, di sampingnya terdapat seorang suster yang tampak tak bisa berkata-kata."Benar-benar, kamu sudah sakit tapi kamu masih saja bandel. Kamu diinfus dan kamu malah menarik jarumnya. Bagaimana bisa kamu nggak kesakitan saat kamu berdarah sebanyak ini?""Maaf, maaf." Cahya hanya bisa menggantikan Rizki meminta maaf, "Kami benar-benar minta maaf telah merepotkanmu."Sang suster melirik Rizki yang tampak tak bernyawa itu, lalu berkata, "Kamu nggak boleh menarik jarumnya lagi. Belakangan ini rumah sakit sudah sangat sibuk, kalian jangan membuat masalah lagi."Kemudian, sang suster berbalik dan pergi.Setelah sang suster pergi, kamar menjadi lebih sepi.Karena keributan ini, paman dan anak kecil di dalam kamar itu pun melihat ke arah mereka."Mama, kakak itu barusan berdarah banyak sekali."Anak itu merapat ke dalam pelukan ibunya s