LOGINIring-iringan pengantin wanita akhirnya tiba di depan Istana Kekaisaran. Para pelayan berbaris rapi di sisi kiri dan kanan, sementara para pejabat serta kerabat istana menundukkan kepala penuh khidmat.
Dari dalam tandu, Ming Yue, sang pengantin wanita, akhirnya melangkah turun. Dan di ujung pelataran, pengantin pria sudah menanti. Qiang Jun, duduk tegak di kursi roda, mengenakan pakaian pengantin berwarna merah pekat dengan corak awan keberuntungan.
Meski tubuhnya tampak ringkih, wajahnya memancarkan pesona luar biasa, garis wajah yang tegas, serta tatapan mata yang dalam. Sekilas, pria itu benar-benar tampak seperti sosok Pangeran dalam lukisan.
Ming Yue terdiam sejenak begitu langkahnya menginjak keluar.
‘Terakhir yang kuingat dia seperti orang sakit dan sangat kurus, tapi jika sehat dia memang lebih tampan dari Qiang Yuze,’ pikirnya, dengan jantung berdegup lebih kencang tanpa ia sadari.
Qiang Jun mengulurkan tangan. “Selamat datang, istriku,” ucapnya dengan suara berat namun terdengar lembut.
Ming Yue menarik nafas pelan. ‘Maaf aku harus memanfaatkanmu, Pangeran Jun,’ batinnya, sambil menerima uluran tangannya. Meski begitu, Ming Yue berniat menjadi istri yang baik walau tak ada cinta di antara mereka.
Akhirnya prosesi pernikahan pun dimulai. Suara pembawa acara sakral menggema, menuntun setiap langkah mereka melalui rangkaian ritual panjang. Meski Ming Yue sudah pernah melalui pernikahan sebelumnya, rasa lelah tetap saja menumpuk.
Dan di sepanjang upacara pernikahan itu, Ming Yue tidak melihat sedikit pun bayangan Qiang Yuze. Mungkin karena benar adanya kabar bahwa ia terluka cukup parah sebelumnya sehingga tak bisa menghadiri pernikahan ini. Tapi justru itu bagus, Ming Yue merasa senang dengan ketidakhadirannya.
Waktu berlalu. Senja meredup dan malam pun tiba. Kini, Ming Yue sudah berada di dalam kamar pengantin. Ruangan itu dihias sedemikian indah, meja kecil penuh dengan buah-buahan, camilan manis, serta kendi arak. Tempat tidur besar dengan seprai merah tampak menanti.
Ming Yue duduk di tepi ranjang, sembari menunggu sang suaminya, ia berbaring lebih dulu untuk mengistirahatkan tubuhnya.
‘Astaga hari yang melelahkan,’ batinnya. Meski lelah, ini masih terasa ringan dibandingkan dengan penyiksaan yang ia alami di masa lalu.
Rasa haus membuatnya bangkit, Ming Yue mengambil sebuah cawan arak di meja samping ranjang. Satu tegukan terasa hangat, lalu satu tegukan lagi, hingga ia hampir menghabiskan kendi kecil itu.
“Apa kau tidak tahu itu adalah arak?”
Suara bariton seorang pria membuatnya tersentak, Ming Yue buru-buru menoleh, tanpa ia sadari, ternyata Qiang Jun sudah berada di ruangan itu.
“Y-Yang Mulia,” ujarnya gugup, segera meletakkan cawan, lalu menunduk sambil merapikan veil di kepalanya sambil menjawab. “Iya saya tahu itu arak.”Qiang Jun mendorong kursi rodanya mendekat. “Lalu? Ternyata kau begitu bersemangat menghadapi malam pertama sampai meminum arak sendirian?”
Ming Yue menggeleng cepat. “Bukan begitu, saya hanya haus.”
“Itu arak, bukan air biasa. Jika terlalu banyak minum kau akan sangat mabuk,” ujar Qiang Jun memperingati.
“Saya tidak bisa mabuk,” jawab Ming Yue refleks.
Alis Qiang Jun terangkat. Senyum miring terlukis di bibirnya. “Oh ya? Ternyata istriku sangat kuat minum.”
Ming Yue terdiam sejenak. ‘Astaga kenapa aku mengatakan itu,’ pikirnya merutuki kebodohannya sendiri.
Akhirnya berdehem pelan, memalingkan wajah. Tidak mungkin Ming Yue menjelaskan alasannya, tentang keunikan darah di tubuhnya yang dapat menyembuhkan segala penyakit, termasuk ketika minum alkohol, sebanyak apa pun itu, ia akan baik-baik saja karena tubuhnya mendeteksi hal itu bagai racun dan langsung menetralkannya.
Tapi lebih baik Ming Yue diam saja dari pada berbicara sembarangan, hingga tiba-tiba ia melihat di balik veil transparan, Qiang Jun berpindah dari kursi roda ke tepi ranjang hanya dengan kekuatan kedua lengannya. Ternyata begitu cara pria itu berpindah tempat.
“Bisa kubuka penutup wajahmu?” tanya Qiang Jun.
Ming Yue pun mengangguk memberi izin.
Duduk berdampingan, Qiang Jun perlahan mengulurkan tangan dan membuka veil yang menutupi wajah istrinya, dia terdiam sejenak menatap kecantikan itu masih dengan wajah datar seperti biasanya. Kemudian pria itu mengambil dua cawan arak dari meja kecil, dan memberikan satu pada istrinya.
Ming Yue menerima cawan itu dengan sedikit ragu.
'Apa aku benar-benar akan menghabiskan malam pertama dengannya? Ugh, aku belum siap,’ batinnya sambil meremas pelan gelas arak di tangan.
“Ming Yue,” panggil Qiang Jun tiba-tiba. “Tidak perlu gugup,” ucapnya seolah menyadari gerak-gerik Ming Yue.
“Saya tidak gugup,” sangkal Ming Yue.
“Lalu?”
“Hanya saja…” ucapannya tergantung, gadis itu menarik nafas. “Kita menikah karena perjodohan. Anda yakin mau menghabiskan malam dengan saya? Orang yang bahkan tidak Anda cintai?”
Qiang Jun memiringkan kepala, meletakan gelasnya lalu menyilangkan kedua lengan sambil menatap gadis itu dengan lekat. “Lalu bagaimana denganmu? Kau mau melakukannya?” Dia balik bertanya.
“Rasanya canggung melakukan ‘itu’ dengan seseorang yang tidak kita cintai, apalagi kita belum benar-benar saling mengenal,” jawab Ming Yue.
Selama prosesi pernikahan sebelumnya, mereka pun tak banyak bicara, baru sekarang Ming Yue bisa mengungkapkan apa yang ia pikirkan sejak tadi.
Qiang Jun mengangguk kecil. “Ya kau benar, tapi ini hanya salah satu prosedur yang harus kita lewati.” Kemudian ia mengambil kembali gelas arak dan meminumnya. “Kau juga cepat minum.”
Ming Yue sedikit ragu dan mulai tak tenang, namun akhirnya tetap meminumnya.
Qiang Jun menoleh sekilas ke arah jendela, dan segera mengambil cawan di tangan istrinya, meletakkannya di meja. Dengan gerakan cepat, tiba-tiba ia menarik tubuh Ming Yue hingga jatuh menindih dirinya.
Qiang Jun berbaring di kasur, sementara Ming Yue terkejur karena kini ia berada di atas tubuh suaminya. ‘Apa dia mau melakukannya sekarang?’ batinnya.
“Yang Mulia-“
“Sstt…” sela Qiang Jun berbisik, satu lengannya memeluk erat pinggang Ming Yue. “Sekarang mendesahlah.”
Mendengar hal itu Ming Yue membelalakkan mata. “A-apa?!”
Qiang Jun sedikit mengernyit.“Untuk apa?” tanyanya datar.Yong Bai sedikit gugup, tapi tetap menunduk hormat.“Saya hanya ditugaskan memanggil Anda berdua.”Qiang Jun terdiam sejenak, terlihat enggan. Dalam benaknya, dia sudah menebak apa yang akan dikatakan kaisar nanti.“Baiklah, kami ke sana,” jawabnya.Tapi bukan Qiang Jun, melainkan Ming Yue.“Tunggu, Yue—“Qiang Jun hendak menolak, namun Istrinya sudah memegang lengannya.“Ayo cepat. Tidak sopan menolak perintah Yang Mulia.”Ming Yue langsung menghabiskan tanghulu terakhir di tangannya. Kemudian pergi menarik Qiang Jun pergi.Lagi-lagi pria itu tak bisa menolak ajakan Istrinya.Setelah mengikuti Yong Bai, akhirnya mereka tiba di ruang tamu istana utama. Semua anggota keluarga kekaisaran tengah berkumpul.Qiang Jun menghela nafas pelan.‘Kan. Sudah kuduga,’ pikirnya.Ming Yue segera membungkuk sopan.“Maaf membuat Anda menunggu, Yang Mulia.”Sementara Qiang Jun hanya mengangguk singkat. Sikap sopan minimal yang selalu dilakukan
“Tunggu. Apa?” Qiang Mingze memiringkan kepalanya tak paham. ”Kenapa kau tidak mau?”Qiang Jun hanya mengangkat kedua bahunya santai.“Saya hanya tidak mau melakukannya,” jawabnya asal.Aula sontak makin riuh oleh bisikan, namun Qiang Jun tidak menggubris. Ia justru menoleh pada istrinya.“Tidak apa, kan, Yue?”Ming Yue menatap suaminya sejenak, lalu tersenyum tipis.“Aku hanya mengikutimu saja.”Senyuman lega terbit di bibir pria itu.“Kalau begitu, kita kembali.”Ming Yue mengangguk pelan. Mereka berdua lalu membungkuk sopan.“Kami masih ada pekerjaan lain yang harus dilakukan, Yang Mulia. Jika berkenan, kami permisi lebih dulu,” ujar Ming Yue pamit.“Terima kasih banyak atas penghargaan Anda,” tambah Qiang Jun.Qiang Mingze terpaku sesaat. Dalam hatinya, sempat berharap. Tapi akhirnya ia menghela napas panjang sambil memijat pelipisnya.“Baiklah. Kalian boleh pergi,” balasnya mengizinkan.Pasangan itu pun bangkit. Dan melangkah pergi meninggalkan aula yang masih sedikit ribut karen
Hari-hari berlalu, bulan berganti. Sudah cukup lama setelah hari eksekusi Qiang Yuze, beserta pengikutnya yang ikut dihukum.Rasanya terlewat begitu saja dengan damai.Organisasi milik Pangeran kedua telah resmi berubah menjadi Qin Ai Yue. Dan bisnisnya berkembang lebih pesat.Qiang Jun berjalan menuju kamar istrinya. Namun ketika pintu terbuka, ia hanya menemukan Xiao Lin yang sedang merapikan tempat tidur.“Di mana Yue?”Xiao Lin menoleh dan menjawab.“Nona berada di kuil, Tuan.”Qiang Jun menghela nafas panjang.Ming Yue jadi lebih sering berada di kuil. Terus berusaha memecahkan kode dari gulungan kertas pemberian Ayahnya.Qiang Jun segera bergegas pergi ke kuil.Kuil yang berada di puncak gunung itu kini sudah direnovasi oleh orang-orang Qin Ai Yue.Selain bangunan kuil utama, di bagian belakang ternyata terdapat pula rumah para pelayan dewa. Taman yang rindang, juga perpustakaan penyimpanan manuskrip lama.Tempat itu kini jauh lebih hidup. Bahkan beberapa anggota Qin Ai Yue memut
Ming Yue merapatkan bibirnya, mencoba menahan senyuman.‘Sudahlah. Dari pada dia terus merajuk,’ pikirnya pasrah.Perlahan, kedua tangan terulur merangkul lengan Qiang Jun yang ada di atasnya.“Baiklah,” bisiknya lembut. “Akan kutemani kau semalaman.”Seketika mata Qiang Jun berkilat penuh semangat, bahkan sedikit liar. Ia tidak menunggu sedetik pun.Dengan cepat pria itu menunduk dan meraup bibir Istrinya. Mencium dengan rakus. Melumat habis setiap helaan napas Ming Yue.Lidahnya membelit, menuntut, seolah ingin menandai bahwa wanita itu adalah miliknya seorang.Tangan Qiang Jun turun. Menarik satu kaki Ming Yue ke atas tubuhnya dan mencengkeram dengan posesif.‘Di kehidupan kali ini, kau hanya perlu melihatku. Hanya aku,’ gumamnya dalam hatiMembuat ciumannya semakin dalam, sedikit brutal namun dipenuhi cinta yang membara.Hari-hari berlalu. Sudah satu minggu sejak kaisar menunda hukuman Qiang Yuze.Akhirnya, para bangsawan kekaisaran berkumpul di aula pengadilan. Beberapa warga pun
Ming Yue berhasil keluar dari istana secara diam-diam. Langkahnya ringan seperti bayangan.Ming Yue teringat memiliki janji dengan seseorang. Dan sesuatu yang harus ia pastikan sendiri.Hingga akhirnya tiba di dekat gerbang penjara kerajaan.Seperti yang pernah Ming Yue lakukan sebelumnya, dia menyebarkan asap untuk membuat mereka tertidur sementara.Setelah beberapa saat, Ming Yue melesat masuk dengan cepat. Dia pergi ke sel penjara Qiang Yuze berada.Dan saat berdiri di depan jeruji, langkahnya berhenti. Sesaat, Ming Yue terdiam.‘Cih. Apa dia secepat ini mati?’ pikirnya. Berdecak kesal.Namun masih ingin dia pastikan.Kondisi Qiang Yuze sangat menyedihkan.Dengan wajah pucat, dan tubuhnya terkulai terlihat sekarat. Darah masih menetes perlahan dari luka di lengannya.Ming Yue berjongkok dan memeriksa nadinya. Masih ada, walau tipis. Bagai nyala lilin yang sebentar lagi padam.Ming Yue mengembuskan napas, kemudian menggigit ujung jarinya. Setetes darah muncul, dan ia memberikannya p
“Kenapa dia?” tanya Ming Yue. Masih terlihat tenang.An Rong menarik nafas.“Pangeran kedua bertengkar dengan Kakakku, sampai mengeluarkan pedang.”Mendengar hal itu, Ming Yue mengernyit. Tanpa berkata lagi, ia bergegas menuju halaman belakang. An Rong mengikuti dari belakang.Begitu tiba di area tanah luas dekat gazebo, mereka mendengar denting besi tajam. Dua orang tengah bertarung cukup serius. Dengan ekspresi sama-sama kesal.Ming Yue berhenti di dekat kakaknya, Ming Hao. Serta dua pria kembar yang berdiri santai seolah menonton pertunjukan.“Kenapa kalian hanya diam? Bukannya menghentikan mereka?” tegur Ming Yue.Ming Hao menaikkan kedua bahunya santai.“Biarkan saja. Ini menyenangkan,” katanya. Sambil mengunyah camilan.“Awalnya kita sedang main kartu. Tapi Kakak kedua selalu kalah,” ujar Qiang Shen.“Dan dia memergoki An Beiye ternyata curang. Akhirnya marah dan langsung menghajarnya, sampai jadilah seperti sekarang,” sambung Qiang Rui menjelaskan.Ming Yue memejamkan mata sing







