Mag-log inMendengar hal itu, sudut bibir Ming Yue terangkat membentuk seringai kecil. “Kau bilang apa? Milikmu?”
Lao Lan tersentak, baru saat itu ia menyadari kebodohannya sendiri, kata-kata yang harusnya tersembunyi justru meluncur begitu saja.
Ming Yue terkekeh, tawanya terdengar meremehkan.
“Kau bilang Putra Mahkota milikmu? Jangan terlalu berkhayal, Lao Lan. Hampir semua orang mengagumi Putra Mahkota, sainganmu itu sangat banyak, jadi tidak perlu sekesal ini,” ucapnya, lalu melirik pada Xiao Lin yang masih merias rambutnya. “Benar kan Xiao Lin?”
“Betul Nona,” jawab pelayan itu mengangguk, dia menahan senyuman menyadari bagaimana Ming Yue mempermainkan sepupunya.
Wajah Lao Lan memerah, bukan karena malu, tapi karena amarah yang memuncak. Tangannya terkepal erat, berusaha menahan diri.
“Kalau begitu,” desis Lao Lan. “Kenapa kau tidak memilih Putra Mahkota? Itu kesempatan emas! Kau bisa menjadi Permaisuri di masa depan!”
Ming Yue menghela napas pelan, lalu menatapnya datar.
“Entahlah, aku tak memiliki ambisi sebesar itu, dan karena menurutku wajah tampan itu nomor satu, jadi kupilih Pangeran kedua. Jadi jika kau mau, ambil saja Putra Mahkota yang ‘biasa’ saja itu," jawabnya santai, sambil menekankan di akhir kalimat seolah meledek selera Lao Lan.
Lao Lan terperangah, seolah tak percaya kata-kata itu keluar dari mulut Ming Yue. “Apa yang-” Namun belum selesai bicara, sepupunya itu langsung menyela.
“Pergi sana. Kau hanya mengganggu. Aku tidak ingin riasanku rusak karena percakapan tak penting,” ucap Ming Yue mengusir, sambil mengibaskan tangannya.
Lao Lan melotot tak percaya, sambil menggigit bawah bibirnya menahan amarah, namun dia tak bisa membalas apa pun. Akhirnya, dengan langkah keras penuh dendam, Lao Lan berbalik meninggalkan kamar itu.
‘Wanita jalang!’ Kutuknya dalam hati, dengan mata berkilat penuh kebencian. ‘Beraninya dia bersikap sombong padaku. Semua ini hanya karena Yang Mulia tidak ingin orang lain tahu tentang hubungan kami. Tunggu saja, Ming Yue. Saat aku menjadi permaisuri, akan kuinjak kau seperti debu di bawah kakiku!’
Sementara itu, Ming Yue hanya tertawa menyaksikan kepergian sepupunya. Ada kepuasan yang tersirat di matanya. Membuat Lao Lan marah baginya ibarat hiburan kecil untuk melampiaskan kebenciannya.
Dari belakang, Xiao Lin mengamati majikannya dengan rasa penasaran yang semakin dalam.
“Nona,” tanyanya hati-hati. “Tadi Anda bilang wajah tampan itu nomor satu. Apa Anda pernah bertemu dengan Pangeran Kedua? Bukankah beliau jarang sekali keluar dari kediamannya?”
Ming Yue menoleh, lalu tersenyum tipis. Tentu saja ia pernah bertemu, walau di kehidupan sebelumnya, tapi Ming Yue menjawab. “Tidak. Aku mengatakan itu hanya untuk meledek Lao Lan yang menjadi kekasih rahasia Putra Mahkota. Aku tidak peduli tentang penampilan seseorang.”
Xiao Lin mengangguk paham dan kembali bertanya tentang hal lain. “Tapi sebenarnya, kenapa Anda terlihat sangat membenci Putra Mahkota sampai enggan menikah dengannya?”
Pertanyaan kali ini membuat Ming Yue terdiam. Senyum di bibirnya lenyap, berganti dengan sorot mata kelam. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu berdiri dari kursinya.
“Riasanku sudah cukup. Ayo, kita bersiap keluar,” ucap Ming Yue, jelas-jelas ingin mengalihkan pembicaraan.
Xiao Lin hanya menunduk, tidak mendesak lebih jauh. Namun dalam hati ia bertanya-tanya. ‘Apa sebelumnya nona pernah memiliki hubungan dengan Putra Mahkota? Tapi anggota Song She yang lain tak pernah menemukan rumor tentang mereka.’
Tak lama kemudian, rombongan penjemput dari pihak Pangeran Kedua tiba di kediaman keluarga Ming. Mereka datang membawa tandu berhias megah, payung sutra, serta barisan pengiring berpakaian resmi.
Namun Qiang Jun sendiri tidak hadir. Karena kondisinya, ia tak mampu menjemput pengantin secara langsung. Semua orang bisa memakluminya, tetapi tetap saja hal itu memicu bisik-bisik sinis dari para tamu undangan.
“Kenapa juga keluarga Ming menikahkan putri mereka dengan Pangeran tak berguna,” ucap seorang salah satu kerabat.
“Mungkin ini perjodohan paksa agar mereka bisa mendapat pengaruh di istana,” tambah wanita paruh baya di sampingnya.
“Kasihan ya Nona Ming, harus hidup dengan suami cacat.” Seorang pelayan ikut berbisik.
Di antara kerumunan itu, Lao Lan ikut menambahkan racun. “Itu pantas untuk gadis bodoh sepertinya.”
Ming Hao, kakak laki-laki Ming Yue, langsung melotot. Darah mudanya mendidih mendengar hinaan demi hinaan itu.
“Tutup mulut kalian! Ini pernikahan adikku. Kalau hanya ingin merusak suasana, enyahlah!” bentaknya lantang, dengan wajah merah penuh amarah.
Ming Lei, sang Ayah, segera menahan lengan Putranya. “Hao, sudahlah. Jangan membuat keributan. Sebentar lagi Yue akan keluar.”
Dengan enggan, Ming Hao menghela napas panjang, mencoba meredam emosinya. Dan benar saja, tak lama kemudian pintu kamar pengantin terbuka.
Ming Yue melangkah keluar dengan gaun pengantin merah menyala, sulaman emas berkilauan mengikuti setiap gerakannya. Wajah cantiknya tertutupi veil merah tipis, namun pesonanya tetap menyilaukan. Para tamu yang semula mencibir, terpaksa terdiam sejenak menyaksikan kecantikan itu.
Perwakilan Pangeran Kedua, seorang ksatria muda bernama Jia Li, segera maju dan menunduk hormat.
“Silakan, Yang Mulia,” ucapnya, sambil menunjuk ke arah tandu megah.
Dengan langkah anggun, Ming Yue masuk ke dalam tandu. Tabuhan genderang dan bunyi lonceng kecil mengiringi dimulainya arak-arakan. Perlahan, tandu pengantin dibawa menuju istana kekaisaran, diikuti iring-iringan panjang yang membuat jalanan penuh oleh para warga yang menonton.
Ming Lei menatap kepergian putrinya dengan senyum haru. Sementara di sampingnya, Ming Hao berdiri kaku. Meski sering berselisih dengan adiknya, hatinya terasa sedih menyadari bahwa mulai hari ini, adik kesayangannya benar-benar akan hidup jauh darinya.
Qiang Jun sedikit mengernyit.“Untuk apa?” tanyanya datar.Yong Bai sedikit gugup, tapi tetap menunduk hormat.“Saya hanya ditugaskan memanggil Anda berdua.”Qiang Jun terdiam sejenak, terlihat enggan. Dalam benaknya, dia sudah menebak apa yang akan dikatakan kaisar nanti.“Baiklah, kami ke sana,” jawabnya.Tapi bukan Qiang Jun, melainkan Ming Yue.“Tunggu, Yue—“Qiang Jun hendak menolak, namun Istrinya sudah memegang lengannya.“Ayo cepat. Tidak sopan menolak perintah Yang Mulia.”Ming Yue langsung menghabiskan tanghulu terakhir di tangannya. Kemudian pergi menarik Qiang Jun pergi.Lagi-lagi pria itu tak bisa menolak ajakan Istrinya.Setelah mengikuti Yong Bai, akhirnya mereka tiba di ruang tamu istana utama. Semua anggota keluarga kekaisaran tengah berkumpul.Qiang Jun menghela nafas pelan.‘Kan. Sudah kuduga,’ pikirnya.Ming Yue segera membungkuk sopan.“Maaf membuat Anda menunggu, Yang Mulia.”Sementara Qiang Jun hanya mengangguk singkat. Sikap sopan minimal yang selalu dilakukan
“Tunggu. Apa?” Qiang Mingze memiringkan kepalanya tak paham. ”Kenapa kau tidak mau?”Qiang Jun hanya mengangkat kedua bahunya santai.“Saya hanya tidak mau melakukannya,” jawabnya asal.Aula sontak makin riuh oleh bisikan, namun Qiang Jun tidak menggubris. Ia justru menoleh pada istrinya.“Tidak apa, kan, Yue?”Ming Yue menatap suaminya sejenak, lalu tersenyum tipis.“Aku hanya mengikutimu saja.”Senyuman lega terbit di bibir pria itu.“Kalau begitu, kita kembali.”Ming Yue mengangguk pelan. Mereka berdua lalu membungkuk sopan.“Kami masih ada pekerjaan lain yang harus dilakukan, Yang Mulia. Jika berkenan, kami permisi lebih dulu,” ujar Ming Yue pamit.“Terima kasih banyak atas penghargaan Anda,” tambah Qiang Jun.Qiang Mingze terpaku sesaat. Dalam hatinya, sempat berharap. Tapi akhirnya ia menghela napas panjang sambil memijat pelipisnya.“Baiklah. Kalian boleh pergi,” balasnya mengizinkan.Pasangan itu pun bangkit. Dan melangkah pergi meninggalkan aula yang masih sedikit ribut karen
Hari-hari berlalu, bulan berganti. Sudah cukup lama setelah hari eksekusi Qiang Yuze, beserta pengikutnya yang ikut dihukum.Rasanya terlewat begitu saja dengan damai.Organisasi milik Pangeran kedua telah resmi berubah menjadi Qin Ai Yue. Dan bisnisnya berkembang lebih pesat.Qiang Jun berjalan menuju kamar istrinya. Namun ketika pintu terbuka, ia hanya menemukan Xiao Lin yang sedang merapikan tempat tidur.“Di mana Yue?”Xiao Lin menoleh dan menjawab.“Nona berada di kuil, Tuan.”Qiang Jun menghela nafas panjang.Ming Yue jadi lebih sering berada di kuil. Terus berusaha memecahkan kode dari gulungan kertas pemberian Ayahnya.Qiang Jun segera bergegas pergi ke kuil.Kuil yang berada di puncak gunung itu kini sudah direnovasi oleh orang-orang Qin Ai Yue.Selain bangunan kuil utama, di bagian belakang ternyata terdapat pula rumah para pelayan dewa. Taman yang rindang, juga perpustakaan penyimpanan manuskrip lama.Tempat itu kini jauh lebih hidup. Bahkan beberapa anggota Qin Ai Yue memut
Ming Yue merapatkan bibirnya, mencoba menahan senyuman.‘Sudahlah. Dari pada dia terus merajuk,’ pikirnya pasrah.Perlahan, kedua tangan terulur merangkul lengan Qiang Jun yang ada di atasnya.“Baiklah,” bisiknya lembut. “Akan kutemani kau semalaman.”Seketika mata Qiang Jun berkilat penuh semangat, bahkan sedikit liar. Ia tidak menunggu sedetik pun.Dengan cepat pria itu menunduk dan meraup bibir Istrinya. Mencium dengan rakus. Melumat habis setiap helaan napas Ming Yue.Lidahnya membelit, menuntut, seolah ingin menandai bahwa wanita itu adalah miliknya seorang.Tangan Qiang Jun turun. Menarik satu kaki Ming Yue ke atas tubuhnya dan mencengkeram dengan posesif.‘Di kehidupan kali ini, kau hanya perlu melihatku. Hanya aku,’ gumamnya dalam hatiMembuat ciumannya semakin dalam, sedikit brutal namun dipenuhi cinta yang membara.Hari-hari berlalu. Sudah satu minggu sejak kaisar menunda hukuman Qiang Yuze.Akhirnya, para bangsawan kekaisaran berkumpul di aula pengadilan. Beberapa warga pun
Ming Yue berhasil keluar dari istana secara diam-diam. Langkahnya ringan seperti bayangan.Ming Yue teringat memiliki janji dengan seseorang. Dan sesuatu yang harus ia pastikan sendiri.Hingga akhirnya tiba di dekat gerbang penjara kerajaan.Seperti yang pernah Ming Yue lakukan sebelumnya, dia menyebarkan asap untuk membuat mereka tertidur sementara.Setelah beberapa saat, Ming Yue melesat masuk dengan cepat. Dia pergi ke sel penjara Qiang Yuze berada.Dan saat berdiri di depan jeruji, langkahnya berhenti. Sesaat, Ming Yue terdiam.‘Cih. Apa dia secepat ini mati?’ pikirnya. Berdecak kesal.Namun masih ingin dia pastikan.Kondisi Qiang Yuze sangat menyedihkan.Dengan wajah pucat, dan tubuhnya terkulai terlihat sekarat. Darah masih menetes perlahan dari luka di lengannya.Ming Yue berjongkok dan memeriksa nadinya. Masih ada, walau tipis. Bagai nyala lilin yang sebentar lagi padam.Ming Yue mengembuskan napas, kemudian menggigit ujung jarinya. Setetes darah muncul, dan ia memberikannya p
“Kenapa dia?” tanya Ming Yue. Masih terlihat tenang.An Rong menarik nafas.“Pangeran kedua bertengkar dengan Kakakku, sampai mengeluarkan pedang.”Mendengar hal itu, Ming Yue mengernyit. Tanpa berkata lagi, ia bergegas menuju halaman belakang. An Rong mengikuti dari belakang.Begitu tiba di area tanah luas dekat gazebo, mereka mendengar denting besi tajam. Dua orang tengah bertarung cukup serius. Dengan ekspresi sama-sama kesal.Ming Yue berhenti di dekat kakaknya, Ming Hao. Serta dua pria kembar yang berdiri santai seolah menonton pertunjukan.“Kenapa kalian hanya diam? Bukannya menghentikan mereka?” tegur Ming Yue.Ming Hao menaikkan kedua bahunya santai.“Biarkan saja. Ini menyenangkan,” katanya. Sambil mengunyah camilan.“Awalnya kita sedang main kartu. Tapi Kakak kedua selalu kalah,” ujar Qiang Shen.“Dan dia memergoki An Beiye ternyata curang. Akhirnya marah dan langsung menghajarnya, sampai jadilah seperti sekarang,” sambung Qiang Rui menjelaskan.Ming Yue memejamkan mata sing







