Beranda / Zaman Kuno / Kehidupan Kedua: Nona Ingin Menuntut Balas! / Bab 196. Di Ujung Takhta, Aku Menemukan Akhirmu

Share

Bab 196. Di Ujung Takhta, Aku Menemukan Akhirmu

Penulis: nanadvelyns
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-11 08:03:38

Suara napas berat Rangga terdengar satu-satu, seperti hembusan angin yang kehilangan arah.

Dalia masih berdiri kaku di depannya, jemarinya gemetar hebat, sementara pedang di tangannya kini sudah berlumuran darah segar yang menetes pelan ke tanah.

Uap hangatnya bercampur dengan dingin udara malam, membentuk kabut tipis di antara mereka berdua.

Rangga masih menatapnya. Di matanya, masih ada api—lemah, tapi belum padam.

Dalia menggenggam gagang pedangnya lebih erat, lalu dengan satu gerakan tajam, menarik bilah itu keluar dari dada Rangga. Suara daging yang sobek membuat tubuhnya merinding.

Rangga terhuyung ke depan, darah menyembur dari luka di dadanya, memercik ke wajah Dalia yang pucat.

Ia berusaha tetap tegak, tapi lututnya goyah. Tubuhnya akhirnya berlutut di tanah dengan napas berat yang semakin tidak beraturan.

Darah menetes deras dari sudut bibirnya, tapi entah mengapa, Rangga justru tersenyum. Senyum yang penuh pahit, tapi juga... entah, ada ketenangan aneh di sana.

“Apa... a
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Kehidupan Kedua: Nona Ingin Menuntut Balas!   Bab 208. Pembelajaran Pagi Sang Calon Permaisuri

    Dalia bangun lebih awal pagi itu, jauh lebih awal dari hari-hari biasanya. Matahari bahkan belum naik sepenuhnya ketika cahaya keemasannya mulai menembus kisi-kisi jendela kamarnya, menyapu lantai kayu dan menyentuh ujung selimut Dalia. Di luar, suara langkah mungil Hana mondar-mandir seperti ayam kehilangan induk sudah terdengar sejak lama. Gadis itu terus menatap pintu kamar Dalia dengan cemas, menggigit bibir dan sesekali menghela napas panjang.“Hhh… nona… tolonglah bangun…” gumam Hana dengan wajah memelas sambil menekankan tubuhnya ke pintu kamar. “Para pelayan senior Istana sudah datang. Aku tidak enak kalau mereka menunggu terlalu lama…”Baru ketika Hana menggigiti kukunya untuk kesekian kali, daun pintu kamar bergerak pelan, memperlihatkan wajah mengantuk Dalia yang masih memijit matanya.“Aku sudah bangun,” ujarnya setengah bernapas sambil berjalan masuk ke ruang rias.Hana terlihat seperti baru saja diselamatkan dari hukuman seumur hidup.“Syukurlah!” serunya lega sambil

  • Kehidupan Kedua: Nona Ingin Menuntut Balas!   Bab 207. Cemburu, Doa, dan Harapan

    Pesta besar Kekaisaran akhirnya berakhir saat bulan telah menggantung tinggi di langit, menyibak awan-awan tipis yang berarak pelan. Lentera-lentera yang sebelumnya bersinar terang mulai meredup, satu persatu dipadamkan oleh para pelayan istana yang kelelahan namun tetap tersenyum bangga atas keberhasilan perayaan terbesar dalam satu dekade terakhir. Para tamu undangan dari penjuru Timur dan Barat meninggalkan Istana dengan langkah terhormat, sebagian masih menoleh ke belakang untuk mengagumi megahnya bangunan yang menjadi pusat kekuasaan seluruh bangsa.Aula megah yang sebelumnya riuh kini sunyi. Hanya suara langkah pelayan yang membersihkan sisa pesta, senandung lirih penyanyi istana yang mengemasi alat musiknya, dan suara angin malam yang menyusup lewat jendela besar menjadi satu-satunya pengisi ruang.Sementara itu, jauh dari keramaian yang baru saja padam, Kaisar Gara Abimayu berjalan menuju kamar pribadinya. Sikapnya tetap tegap, meskipun bahunya tampak sedikit berat setelah

  • Kehidupan Kedua: Nona Ingin Menuntut Balas!   Bab 206. Hanya Teman

    Perayaan besar kekaisaran masih berlangsung meriah, seolah seluruh daratan Timur dan Barat bersatu dalam satu harmoni kemenangan. Dari aula utama yang dipenuhi lampu kristal hingga halaman luar yang dipadati rakyat biasa, setiap sudut Istana dipenuhi gelak tawa, musik, tepuk tangan, dan doa-doa hangat yang dipersembahkan untuk Kaisar baru Timur—Gara Abimayu. Nama itu bergema di mana-mana, diagungkan tidak hanya karena kejeniusannya sebagai pemimpin, tetapi karena keberaniannya menyatukan dua daratan besar yang sebelumnya hidup saling curiga.Namun bagi Dalia, hiruk pikuk itu justru terasa semakin menjauh dan samar. Lagu-lagu ceria yang dimainkan musisi kerajaan terdengar bagai gema yang tak mampu menyentuh pikirannya. Sejak Cahya meninggalkan aula dengan langkah tergesa yang berusaha disamarkan, hati Dalia terasa seperti ditarik-tarik oleh sesuatu yang tidak ia pahami.Ia masih duduk di samping kakaknya, Giandra, dengan punggung tegap dan senyum sopan yang diajarkan sejak kecil.

  • Kehidupan Kedua: Nona Ingin Menuntut Balas!   Bab 205. Nada Terakhir Di Hari Kemenangan

    Hari perayaan besar itu akhirnya tiba.Seluruh daratan, dari ujung Timur hingga batas paling jauh di Barat, bersinar dengan warna yang sama—warna kejayaan Kekaisaran Timur. Tidak peduli mereka bangsa asli atau pendatang, rakyat biasa atau bangsawan, semuanya larut dalam arus kebanggaan. Spanduk berwarna merah marun dan emas berkibar di setiap sudut kota, menandakan hari kemenangan besar setelah perang panjang yang mengubah sejarah dua daratan.Kaisar Gara Abimayu menjadi nama yang dielu-elukan, disebut dengan doa, dikagumi dengan nyanyian, bahkan dipuja dengan air mata syukur oleh rakyat yang menganggapnya pahlawan penutup zaman kelam. Ia bukan hanya Kaisar muda dengan kekuatan luar biasa di medan perang, tetapi juga simbol harapan baru—sebuah lambang perdamaian yang lahir dari luka yang mendalam.Di dalam Aula Utama Istana, cahaya ribuan lentera berpantulan di dinding-dinding batu putih mengilap. Lantai marmer yang terhampar sejauh mata memandang berkilau seperti permukaan air ya

  • Kehidupan Kedua: Nona Ingin Menuntut Balas!   Bab 204. Janji Di Bawah Langit Senja

    Kereta Dalia bergerak perlahan di sepanjang jalan berbatu yang membelah taman istana. Sore itu, langit berwarna jingga keemasan, awan tipis berarak lembut seperti kapas terbakar mentari. Burung-burung kembali ke sarangnya, dan suara gemerincing lonceng kecil di leher kuda terdengar ritmis, menenangkan.Dalia menyingkap sedikit tirai jendela kereta, membiarkan angin sore menerpa wajahnya. Setelah seharian penuh berbicara dengan Dara mengenai urusan keluarga kekaisaran dan rencana perayaan besar yang akan digelar dua hari lagi, hatinya terasa lebih ringan. Dara, dengan segala ketegasannya sebagai Ibu Suri, tetaplah Dara yang dikenalnya—hangat, penuh canda, namun diam-diam membawa beban besar sebagai penjaga kestabilan kekuasaan Timur.Dalia tersenyum kecil. “Dara... siapa sangka kau akan sejauh ini,” gumamnya pelan.Namun pikirannya tak lama diam. Saat kereta berbelok ke arah jalan utama menuju kediamannya, Hana, pelayan muda yang duduk di hadapannya, mencondongkan tubuh.“Nona, se

  • Kehidupan Kedua: Nona Ingin Menuntut Balas!   Bab 203. Nada Kecapi dan Tatapan Kaisar

    Suara pintu besar berlapis emas itu berderak berat, mengeluarkan gema panjang di seluruh aula megah yang berhiaskan ukiran naga dan phoenix di pilar-pilarnya. Dua penjaga yang mengenakan zirah hitam berukir merah membungkuk dalam saat sosok pria berwajah teduh dan berpenampilan elegan melangkah masuk. Cahya Sudiro. Tuan muda keluarga bangsawan pedagang paling berpengaruh.Langkah kakinya mantap, berirama lembut, namun setiap langkah mengandung rasa percaya diri yang tajam seperti pedang terasah. Mata cokelatnya menatap lurus ke arah singgasana naga emas di ujung ruangan. Di sana, duduk seorang pria dengan aura yang begitu kuat hingga udara di sekitarnya seakan menegang.Gara Abimayu. Kaisar Timur.Pria yang dulu hanya dikenal Cahya sebagai saingan dalam urusan hati, kini duduk di takhta tertinggi kekuasaan.Cahya berhenti di jarak tiga meter dari singgasana, menunduk sopan dengan sedikit senyum basa-basi di bibirnya.“Bawahan kecil ini menyapa Yang Mulia Kaisar,” ujarnya dengan su

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status