Share

Bab 198. Kembali Ke Ibu Kota

Penulis: nanadvelyns
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-12 09:46:38

Pagi itu, matahari baru saja menembus kabut tipis yang masih bergelayut di perbukitan Timur.

Langit berwarna pucat keemasan, dan embun di rerumputan memantulkan cahaya lembut seperti butiran kaca kecil.

Barisan panjang pasukan bergerak perlahan di jalan berbatu menuju gerbang Ibu Kota Kekaisaran.

Bendera merah dengan lambang naga emas berkibar gagah di depan barisan, mengiringi langkah ribuan prajurit yang pulang dari perang besar.

Kemenangan baru sehari berlalu, tetapi sisa-sisa letih dan luka masih menempel di wajah mereka. Namun tidak ada seorang pun yang berjalan dengan kepala tertunduk.

Hari ini mereka kembali bukan sebagai tentara, melainkan sebagai pahlawan.

Di barisan paling depan, kereta kuda berlapis kayu jati dan hiasan emas berjalan perlahan.

Tirai sutra merahnya sedikit terbuka, memperlihatkan sosok Dalia Ishraq yang duduk di dalamnya bersama Dara, sang Ibu Suri, dan Hana, dayangnya yang setia.

Suasana di dalam kereta terasa sunyi, hanya suara roda berdecit dan kicau
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Kehidupan Kedua: Nona Ingin Menuntut Balas!   Bab 204. Janji Di Bawah Langit Senja

    Kereta Dalia bergerak perlahan di sepanjang jalan berbatu yang membelah taman istana. Sore itu, langit berwarna jingga keemasan, awan tipis berarak lembut seperti kapas terbakar mentari. Burung-burung kembali ke sarangnya, dan suara gemerincing lonceng kecil di leher kuda terdengar ritmis, menenangkan.Dalia menyingkap sedikit tirai jendela kereta, membiarkan angin sore menerpa wajahnya. Setelah seharian penuh berbicara dengan Dara mengenai urusan keluarga kekaisaran dan rencana perayaan besar yang akan digelar dua hari lagi, hatinya terasa lebih ringan. Dara, dengan segala ketegasannya sebagai Ibu Suri, tetaplah Dara yang dikenalnya—hangat, penuh canda, namun diam-diam membawa beban besar sebagai penjaga kestabilan kekuasaan Timur.Dalia tersenyum kecil. “Dara... siapa sangka kau akan sejauh ini,” gumamnya pelan.Namun pikirannya tak lama diam. Saat kereta berbelok ke arah jalan utama menuju kediamannya, Hana, pelayan muda yang duduk di hadapannya, mencondongkan tubuh.“Nona, se

  • Kehidupan Kedua: Nona Ingin Menuntut Balas!   Bab 203. Nada Kecapi dan Tatapan Kaisar

    Suara pintu besar berlapis emas itu berderak berat, mengeluarkan gema panjang di seluruh aula megah yang berhiaskan ukiran naga dan phoenix di pilar-pilarnya. Dua penjaga yang mengenakan zirah hitam berukir merah membungkuk dalam saat sosok pria berwajah teduh dan berpenampilan elegan melangkah masuk. Cahya Sudiro. Tuan muda keluarga bangsawan pedagang paling berpengaruh.Langkah kakinya mantap, berirama lembut, namun setiap langkah mengandung rasa percaya diri yang tajam seperti pedang terasah. Mata cokelatnya menatap lurus ke arah singgasana naga emas di ujung ruangan. Di sana, duduk seorang pria dengan aura yang begitu kuat hingga udara di sekitarnya seakan menegang.Gara Abimayu. Kaisar Timur.Pria yang dulu hanya dikenal Cahya sebagai saingan dalam urusan hati, kini duduk di takhta tertinggi kekuasaan.Cahya berhenti di jarak tiga meter dari singgasana, menunduk sopan dengan sedikit senyum basa-basi di bibirnya.“Bawahan kecil ini menyapa Yang Mulia Kaisar,” ujarnya dengan su

  • Kehidupan Kedua: Nona Ingin Menuntut Balas!   Bab 202. Bayangan Yang Kembali Menantang

    Suara tawa Dara tiba-tiba pecah memenuhi ruangan. Suara itu bergema ringan, tetapi cukup membuat Cahya tersadar dari keterkejutannya yang belum reda sejak tadi. Ia masih menatap Dara dari ujung kepala hingga ujung kaki dengan ekspresi tidak percaya, seolah otaknya belum benar-benar bisa menerima kenyataan bahwa gadis yang dulu sering meminjam uang darinya untuk membeli permen kini duduk di atas kursi emas berukir phoenix sebagai seorang Ibu Suri Kekaisaran Timur.“Dara Maneer…” gumam Cahya pelan, nada suaranya seperti seseorang yang baru saja disadarkan dari mimpi panjang. “Jangan bilang… ini semua sungguhan?”Dara mengangkat dagunya anggun, senyum kecil masih bermain di bibirnya. “Apa aku terlihat sedang bercanda sekarang?”“Ya, sebenarnya iya,” sahut Cahya cepat, nada suaranya masih dipenuhi nada tidak percaya. “Karena tidak mungkin aku baru pulang sebentar dan dunia tiba-tiba jungkir balik seperti ini.”Dara menautkan kedua

  • Kehidupan Kedua: Nona Ingin Menuntut Balas!   Bab 201. Bayangan Masa Lalu Di Istana

    Dalia menyingkap sepenuhnya tirai jendela keretanya. Udara ibu kota sore itu lembut dan sejuk, langit biru memantulkan warna keemasan yang lembut dari matahari yang mulai turun ke barat. Di antara lalu lintas kuda dan pedagang yang bersliweran, mata Dalia tertuju pada sosok yang berdiri tegak di samping kereta yang menabraknya. Senyumnya merekah—senyum yang jarang muncul belakangan ini.“Cahya,” ucapnya pelan, seperti mengulang sebuah nama dari masa silam.Pria itu menundukkan kepala sedikit, membalas senyum lembut Dalia dengan keteduhan yang selalu ia miliki sejak dulu. “Lama tidak bertemu, Dalia. Kau masih sama seperti dulu. Anggun, tapi tetap menatap orang dengan tatapan yang membuat jantung berhenti sepersekian detik.”Dalia terkekeh kecil, “Kau tidak berubah. Masih suka berbicara dengan kata-kata yang terlalu manis untuk seorang pedagang.”Cahya menaikkan bahunya sambil menahan senyum, “Aku belajar berbicara sepe

  • Kehidupan Kedua: Nona Ingin Menuntut Balas!   Bab 200. Cahya Kembali

    Langit Ibu Kota pagi itu berwarna keperakan, burung-burung beterbangan rendah di atas atap-atap istana, dan udara yang lembap membawa aroma dupa bercampur dedaunan yang baru tersiram embun. Satu minggu telah berlalu sejak Dalia kembali dari medan perang bersama pasukan Timur. Namun suasana Ibu Kota belum sepenuhnya tenang—bukan karena peperangan lagi, melainkan karena kesibukan yang luar biasa.Di sepanjang jalan utama, para pejabat tinggi berlalu-lalang dengan tergesa, menghadap ke istana Kaisar untuk membahas penyatuan Timur dan Barat yang kini resmi menjadi satu kekaisaran besar. Bendera berwarna biru tua dan putih, lambang perdamaian baru, berkibar megah di setiap tiang gerbang.Dan yang paling menarik perhatian rakyat adalah pemandangan baru yang belum pernah terjadi sebelumnya—orang-orang berambut hitam khas Timur kini berjalan berdampingan dengan mereka yang berambut putih pucat, para Albino dari Barat. Dua warna yang dulu menjadi alasan perpecahan, kini berdiri bersama dal

  • Kehidupan Kedua: Nona Ingin Menuntut Balas!   Bab 199. Restu Sempurna Di Gerbang Kota

    Keramaian di depan gerbang ibu kota mendadak terdiam, seolah angin pun berhenti berembus saat suara lantang kasim terdengar menggema.“Yang Mulia Ibu Suri Agung datang!”Semua kepala serentak menunduk, lutut-lutut membentur tanah, hanya dua orang yang tetap berdiri tegak — Gara dan Dara. Sorot mata mereka sama-sama terarah pada sosok yang perlahan muncul di bawah bayang bendera kekaisaran. Dari balik tandu megah berhias ukiran naga emas, seorang wanita berusia lanjut turun dengan langkah perlahan tapi tegas. Di sekitarnya, para pelayan berbaris rapat, wajah mereka menunduk khidmat.Ibu Suri Endah — sekarang bergelar Ibu Suri Agung, ibu kandung Gara — muncul dengan kebesaran yang membuat seluruh ibu kota terdiam. Hanfunya berwarna merah marun tua berlapis benang emas, disulam dengan motif burung hong yang melambangkan keagungan dan perlindungan kerajaan. Namun di balik sorot mata yang tegas dan langkah berwibawa itu, terselip sesuatu yang lebih lembut — kelegaan dan cinta seorang

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status