Share

3. Pernikahan

Hari yang sakral itu akhirnya datang. Pada hari ini, Nadisa Tirta Sanjaya akan secara resmi melepas masa lajangnya. Lantaran dipersunting oleh Jevano Putra Hartono; lelaki tampan yang merupakan putra dari sahabat mamanya.

Sang bungsu keluarga Sanjaya duduk di ruang rias pengantin. Membiarkan seorang wanita paruh baya merampungkan riasan di wajah cantiknya. Pun kini Nadisa sudah mengenakan gaun pernikahannya. Gaun putih panjang yang terlihat sangat cocok di tubuh mungil nan rampingnya.

"Riasannya sudah selesai, Nona Nadisa. Anda terlihat sangat cantik sekarang," puji perias pengantin tersebut. Nadisa hanya tersenyum kecil sebagai balasannya. "Saya akan segera memanggil penata rambut Nona. Tolong tunggu sebentar ya, Nona Nadisa."

Maka wanita cantik itu pergi meninggalkan ruang rias pengantin. Membiarkan Nadisa hanya berdua dengan sang sahabat satu-satunya; Karenia Winata. Nadisa menolehkan kepala menuju Karenia. Memperlihatkan matanya yang sudah berkaca-kaca karena menahan tangisannya.

"Karen, aku harus bagaimana?" Nadisa bertanya dengan suara yang bergetar. Ia benar-benar ingin menangis sekarang. "Aku nggak mau melakukan pernikahan ini. Aku sama sekali nggak cinta sama Jevan. Aku nggak bisa melakukannya. Aku nggak mau mengorbankan hidupku hanya karena Jevan membantu keluargaku. Aku nggak mau."

Karenia berinisiatif memeluk tubuh Nadisa. Menepuk lembut punggung sahabatnya, berusaha menenangkan Nadisa. Baru kemudian Karenia memandang Nadisa dengan tatapan teduhnya.

"Tenang ya, Disa? Kata orang-orang, rasa suka itu bisa muncul jika terbiasa bersama. Kamu juga pasti bisa. Lagi pula, Kak Jevan juga sangat mencintai kamu, 'kan? Dia bahkan selalu mengejarmu sejak kita kuliah dulu. Kak Jevan pasti akan membantumu untuk membalas cintanya. Kamu pasti bisa bahagia bersamanya." Karenia berusaha meyakinkan Nadisa.

Nadisa menggelengkan kepalanya kuat-kuat. "Kamu nggak mengerti! Aku takut, Karen! Aku takut Jevan akan seperti Papaku. Jevan … Jevan bisa saja mengkhianatiku. Aku nggak mau!" Nadisa berujar dengan panik. Pupil gadis itu bahkan bergetar tidak nyaman, menunjukkan kelalutan di benaknya.

"Astaga, Disa, itu tidak akan terjadi--"

"Kabur. Aku harus kabur sekarang. Karen, bantu aku pergi dari sini! Aku nggak mau melakukan ini! Ayo! Bantu aku pergi sebelum mamaku datang ke sini!" Nadisa berkata dengan panik. Tangannya bahkan mencengkram lengan Karenia dengan cukup erat. Seolah menekan sang sahabat untuk membantunya.

Karenia Winata kembali mendekap tubuh mungil Nadisa. "Tenanglah, Disa. Pikiranmu hanya sedang kacau sekarang. Semua akan baik-baik saja. Kamu akan bahagia dengan Kak Jevan, dan keluargamu juga akan kembali stabil seperti sebelumnya. Kamu akan baik-baik saja."

Krieeett! Pintu ruang rias itu terbuka. Menampakkan sosok lelaki bertubuh tinggi dengan wajah kelewat tampan di sana. Itu Jeffrey Tirta Sanjaya; kakak Nadisa. Jeffrey memandang khawatir pada adiknya yang baru saja melepaskan diri dari pelukan Karenia Winata.

"Ada apa, Disa? Apa yang terjadi?" tanya Jeffrey. Wajahnya sarat akan rasa khawatir.

Kepanikan Nadisa kontan menghilang. Pun gadis itu membuang pandangannya. Kembali menghadap cermin rias, enggan bertatapan dengan kakaknya. Ia tidak ingin dilihat lemah oleh sang Kakak yang dibencinya.

"Nggak ada apa-apa," jawab Nadisa singkat.

Jeffrey perlahan mendekati Nadisa. Menyentuh bahu mungil adiknya. "Kamu bisa bilang ke Kakak, Disa. Kakak akan coba bantu kamu. Kakak akan–"

"Telat." Nadisa berkata singkat. Ekor matanya melirik ke arah Jeffrey yang terdiam memandanginya. "Kakak memangnya bisa apa? Nggak bisa apa-apa 'kan? Jadi nggak usah sok baik ke Disa. Disa muak lihatnya."

Kriiiett! Di saat yang sama, pintu ruang rias itu kembali terbuka. Kini, terlihatlah sosok Ayu Tirta Sanjaya dan seorang wanita yang terlihat muda. Orang yang ditugaskan untuk menata rambut Nadisa.

Pupuslah sudah kesempatan Nadisa untuk kabur dari ini semua.

"Waah, putri Mama cantik sekali," puji Mama Ayu. Membuat Nadisa memaksakan senyum tipisnya. "Pantas saja, ya, Jevan sampai jatuh hati."

Tangan Nadisa di bawah sana meremas gaun putih panjangnya. Menahan rasa kalut yang kembali muncul di benaknya. Ia benci mendengar ucapan sang Mama. Ia benci sampai rasanya ingin berlari untuk pergi. Tapi Nadisa tahu ia tidak bisa melakukannya. Mamanya akan menghentikannya apa pun yang terjadi.

Karena Mama Ayu membutuhkan Nadisa, agar Jevan bersedia membantu perusahaan Sanjaya.

"Terima kasih ya, Disa. Berkat kamu, perusahaan kita bisa selamat dari masa krisis. Mama bersyukur memiliki anak seperti kamu."

Lihat, 'kan? Nadisa tidak ubahnya sebuah alat. Nadisa hanya dimanfaatkan untuk kepentingan keluarganya. Nadisa tidak menginginkan pernikahannya, tetapi ia diharuskan menerimanya.

"Iya, Mama." Hanya itu yang bisa Nadisa katakan. Ia berusaha menahan air matanya. Ia tidak ingin sang Mama tahu betapa kacau keadaan hatinya.

"Tenang saja ya, Sayang. Mama yakin Jevan adalah orang yang tepat untuk Disa. Jevan tidak akan mengkhianati kita seperti almarhum Papa. Jevan pasti bisa menjaga Disa. Percaya sama Mama, ya?"

Layaknya mengetahui rasa gelisah di hati putrinya, Mama Ayu tiba-tiba mengatakan hal tersebut. Membuat Nadisa menoleh dengan kaget, karena tidak menyangka mamanya sadar akan apa yang ditakutkannya. "M-mama?"

"Mama tetap mama kamu, Disa. Mama tahu apa yang dipikirkan Disa. Satu hal yang harus kamu tahu. Mama hanya ingin yang terbaik untuk kamu. Itu saja." Usai mengatakannya, Mama Ayu membawa Nadisa ke dalam dekapan hangatnya. Membuat Nadisa merasa tenang, meski hanya sejenak.

Mungkin, mamanya benar. Mungkin, Jevano memang orang yang tepat untuknya. Mungkin, Nadisa harus mencoba menerima takdirnya.

Karenia menepuk lengan Jeffrey pelan. "Kak, Karen ke toilet dulu sebentar, ya? Nanti Karen kembali lagi untuk menemani Disa. Nggak akan lama, kok. Karen tahu Disa cuma punya Karen sebagai temannya."

Jeffrey mengerutkan dahinya. Agaknya kesal mendengar ucapan Karenia yang seakan mencemooh adiknya. Akan tetapi, akhirnya Jeffrey mengangguk untuk mengizinkan sahabat adiknya itu untuk pergi dari sana.

Jeffrey kemudian memandangi Nadisa dan sang Mama yang masih berpelukan. Dalam hatinya, Jeffrey merasa sangat menyesal karena gagal menyelamatkan perusahaan Sanjaya, hingga adik semata wayangnya harus menerima ini semua.

"Maafkan Kakak, Disa…" lirih Jeffrey.

Sementara itu, di toilet hotel yang tidak jauh dari ruang rias pengantin wanita, Karenia sedang membasuh wajah cantiknya. Lalu menatap pantulan wajahnya di cermin.

"Sialan. Hidup kamu terlalu sempurna, Disa." Karenia bergumam kesal seraya melihat ke cermin. Menghantamkan kepalan tangannya pada permukaan cermin, untungnya tidak sampai membuat objek tersebut pecah. "Setidaknya, kamu harus berbagi sedikit bahagiamu denganku."

***

Salah satu hotel bintang lima di Jakarta itu sudah disulap menjadi tempat resepsi yang megah. Resepsi tersebut tampak ramai dihadiri oleh para undangan. Tentunya, sebagian besar tamu undangan yang datang adalah kolega dari keluarga Sanjaya dan Hartono.

Nadisa, sebagai mempelai wanita, tidak mengundang siapa pun kecuali sahabatnya, Karenia Winata. Karena memang Nadisa tidak memiliki teman di sepanjang hidupnya kecuali Karenia.

Ah, Nadisa hampir lupa. Ada satu orang lagi yang secara resmi diundang olehnya.

Narendra Bagaskara.

Lelaki yang merupakan teman satu angkatan Nadisa sewaktu kuliah. Yang beberapa tahun ini selalu berusaha mendapatkan hati Nadisa.

Sejujurnya, Nadisa tidak ingin mengundang Narendra pada awalnya, tetapi Jevano terus saja memaksa Nadisa. Hingga akhirnya Nadisa menyerah dan menuruti permintaan calon suaminya.

Entahlah, mungkin saja, Jevano ingin menegaskan bahwa Nadisa Tirta Sanjaya sudah resmi menjadi miliknya, dan tidak dapat lagi diganggu oleh Narendra Bagaskara.

"Waah, cantik sekali."

Pujian itu berhasil sampai di telinga Nadisa. Banyak sekali pasang mata yang kini memperhatikannya. Seolah memuja bagaimana sang bungsu Sanjaya terlihat cantik dan memesona di hari pernikahannya.

Dengan perlahan, Nadisa berjalan ditemani oleh Mama Ayu dan Jeffrey di sisi kiri dan kanannya. Mereka bertiga berjalan menuju tempat ijab kabul di tengah pesta, di mana Jevano sedang berdiri dengan senyuman manisnya. Menyambut keluarga calon istrinya.

Nadisa merasa dunianya mendadak sunyi. Sorakan orang-orang yang bersemangat melihat dirinya berjalan menuju Jevano bahkan tidak lagi terdengar olehnya. Semuanya ... seolah tidak bermakna bagi Nadisa.

Di perjalanan, Nadisa melihat eksistensi Narendra di sudut pesta. Sedang memandangnya dengan senyuman tipis khasnya. Senyuman yang manis, tapi sarat akan kesedihan.

"Saya terima nikah dan kawinnya Nadisa Tirta Sanjaya binti Fadli Tirta Sanjaya dengan mas kawin tersebut, tunai." Jevano Putra Hartono mengucap ikrarnya dengan sangat mantap. Disusul oleh ujaran para saksi yang berkata, "Sah!"

Lalu Nadisa hanya bisa pasrah tatkala Jevano menyentuh tangan Nadisa, mengarahkan sang bungsu Sanjaya untuk mencium tangannya. Lalu Jevano mengecup singkat dahi Nadisa. Lelaki itu tampak bahagia, karena dapat mempersunting Nadisa Tirta Sanjaya.

Nadisa tanpa sengaja kembali melihat ke arah Narendra. Tepat saat itu juga, Nadisa dapat melihat air mata yang mengalir di pipi tirus Narendra. Narendra tidak dapat menahan tangisannya, saat gadis yang ia cinta kini telah resmi dimiliki oleh lelaki lain, yang bukan dirinya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Necko Alexandra
Baru begitu nangis, memalukan jak sebagai lelaki
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status