"Benarkah kamu akan ke kota untuk mencari pekerjaan?" tanya Bu Marni pada putri semata wayangnya.
"Iya, Bu. Apa kita akan terus hidup seperti ini," kata Aisyah mengemasi pakaiannya dalam tas besar.
"Tapi, kamu hanya lulusan sekolah menengah jurusan kecantikan, apa ijazahmu akan laku di sana?" tanya ibunya ragu.
"Nanti aku akan kerja di salon Bu. Di Jakarta Aisyah akan meminta tolong pada Marini untuk mencarikan pekerjaan," terang Aisyah.
"Ya, sudah. Kamu menginap dulu di kontrakan Marini. Setelah dapat pekerjaan kamu cari kosan, jangan merepotkan orang lain," nasehat Bu Marni.
"Iya, Bu. Aisyah mengerti. Kalau begitu Aisyah pamit, jaga diri ibu baik-baik." Aisyah mencium punggung tangan ibunya. Wanita itu meneteskan air matanya, ia sebenarnya berat melepas kepergian putri semata wayangnya. Tapi, Aisyah bersikeras untuk bekerja di kota. Marni juga kasihan jika Aisyah menjadi bahan gunjingan tetangga karena setelah lulus hanya menjadi pengangguran. Apalagi juragan Marno yang sudah tua mengincar Aisyah untuk menjadi istri keempatnya. Mau tidak mau Marni menyetujui putrinya merantau di kota. Lagi pula Aisyah di kota tidak sendirian ada Marini yang menjaga.
Aisyah menaiki angkot menuju ke stasiun kereta api. Setelah sekian lama hidup di desa ia mengenyam pendidikan sampai lulus SMK. Ia tidak pernah melihat suasana perkotaan.
Untung saja Aisyah mendapatkan tempat duduk yang terletak di pinggir jendela jadi bisa melihat pemandangan di luar. Seorang pria memakai topi yang menutupi sedikit wajahnya tiba-tiba duduk di samping Aisyah. Lelaki itu kelihatan cuek. Aisyah melihatnya sekilas lalu mengabaikannya. Ia lebih tertarik melihat pemandangan di luar jendela. Hamparan sawah dan pegunungan mahakarya ciptaan Tuhan membuatnya takjub.
Lelaki di sampingnya asyik menutup telinganya dengan headset, sepertinya ia lebih asyik menikmati suara musik dari ponselnya. Mata Aisyah tiba-tiba membelalak kaget saat lelaki itu membenarkan letak topinya. Ia sangat familiar dengan lelaki itu tapi dimana.
Akhirnya ia ingat, pria itu tak lain adalah seorang artis yang lagi naik daun sekarang. Namanya Ariel, banyak sekali fans yang menggilainya. Tapi, gosipnya artis itu suka gonta-ganti pacar jadi Aisyah tidak tertarik. Hampir saja ia berteriak karena terkejut tapi ia urungkan.
Di dalam hatinya masih ada sosok Gilang yang selalu menghiasi hatinya. Meskipun Aisyah tidak pernah tahu apakah Gilang mencintainya, tetapi ia sangat mengagumi sosok anak ustadz di desanya itu. Selain tampan juga memiliki perangai yang sopan dan soleh.
Aisyah turun dari kereta, ia melihat banyak sekali taksi yang menawarkan jasanya di sekitar stasiun. Aisyah sudah mengetahui alamat Marini. Ia tidak ingin merepotkan temannya. Sudah cukup ia mendapatkan alamat kontrakannya. Suasana sudah senja, ia harus cepat sebelum malam tiba.
Aisyah naik taksi sebelumnya ia menunjukkan alamatnya pada sopirnya. Dan sopir itu mengangguk mengerti. Sepertinya tidak akan sulit menemukan kontrakan Marini.
Rumah berukuran sedang tidak terlalu besar tidak juga terlalu kecil berpagar besi berwarna putih dan cat tembok rumahnya berwarna kuning gading. Aisyah menyerahkan selembar uang pada sopirnya dengan mengucapkan terima kasih sebelumnya.
Ia mencocokkan nomor rumah itu dengan alamat yang ada di tangannya. Benar, sudah sama persis. Aisyah merasa rumah itu sangat sepi, ia kemudian mencari ponsel dalam tasnya menghubungi Marini.
"Ya, halo," ucap Marini.
"Ini aku, Aisyah. Aku sudah sampai di depan kontrakanmu," kata Aisyah.
"Oh, kamu sudah sampai. Tapi, aku masih di tempat kerja. Kamu masuk saja, kuncinya ada di bawah keset yang ada di depan pintu utama. Kamu masuk saja ke dalam kontrakan sambil menungguku pulang," kata Marini.
"Oke, tidak apa-apa kan kalau aku masuk?" tanya Aisyah.
"Ya, elah. Masuk aja lagi, kayak orang lain saja," kata Marini di telepon.
Aisyah mengakhiri teleponnya ia membuka pintu pagar yang tidak terkunci, lalu mengambil kunci rumah yang di simpan di bawah keset.
Matanya mengamati setiap sudut ruangan, salah satu hal pertama yang di inginkannya adalah mandi dan beristirahat di kamar. Aisyah tidak tahu kamar mana yang akan di tinggalinya, jadi dia memilih secara acak. Ada dua kamar, ia masuk ke salah satu kamar.
"Wah, ada kamar mandi di dalamnya kebetulan sekali," kata Aisyah berbicara sendiri.
Ia mandi dan keramas supaya terlihat segar. Selesai mandi ia mengganti pakaiannya dengan baju tidur kesayangannya. Perjalanan dari desa ke kota membuat badannya kelelahan. Tanpa menunggu lama ia tidur terlelap.
Di tempat yang lain Ariel kelihatan bersenang-senang di sebuah bar. Seperti biasa ia minum sampai mabuk bersama teman-temannya.
"Di mana Marini? Kenapa kau sendirian?" tanya salah seorang temannya.
"Dia kerja, aku libur. Jadi, tidak masalah kan jika aku bersenang-senang di sini," jawab Ariel sekenanya. Beberapa gadis cantik bergelayut mesra di punggung Ariel.
"Ku dengar kau akan membintangi film terbaru yang mau rilis bulan September," kata temannya.
"Ya, begitulah." Ariel menghabiskan minuman terakhirnya. Ia bangkit dari tempat duduknya.
"Hei, mau kemana?" tanya temannya.
"Biasalah, kalau sudah mabuk begini. Aku lebih senang tidur bersama Marini," kata Ariel.
"Ya, sudah sana," kata temannya hanya geleng-geleng kepala.
Endro tahu bagaimana karakter Ariel, ia tidak pernah berhubungan badan dengan wanita penghibur. Tapi, ia mencari wanita bersih yang di jadikan pemuas hasratnya. Setelah bosan, maka ia memutuskan hubungan itu dan mencari wanita muda lainnya.
Ariel menyetir mobilnya ke rumah Marini. Ia tahu, wanita itu pasti sudah tidak sabar untuk menunggunya. Ariel juga sama, ia sudah tidak sabar untuk melakukan pelepasan. Juniornya sudah menegang akibat para wanita penghibur yang menggerayanginya di bar tadi.
Ceklek
Pintu tidak ada yang mengunci. Ariel langsung masuk ke dalam kamar Marini. Tidak biasanya Marini mematikan lampu kamarnya. Tapi peduli amat, Ariel langsung menyerbu tubuh ramping yang sedan tertidur lelap sambil memeluk guling.
"Hemm, baumu harum sekali. Tumben kau keramas sebelum tidur, tapi aku menyukainya," ucap Ariel mengendus rambut Aisyah yang di kira Marini.
Ariel menggulingkan tubuh Aisyah menghadap padanya. Tak sabar ia langsung melorotkan celana dalam Aisyah. Seperti biasa ia mencium bibir wanita yang di kira Marini itu.
"Ah," desis Aisyah. Saat ada sesuatu yang dingin menyentuh bibirnya. Ia merasa ada benda berat yang menindih tubuhnya.
Aisyah kaget ternyata yang di atas tubuhnya adalah seorang pria. Ia langsung berusaha memberontak mendorong tubuh lelaki itu. Sedangkan Ariel yang sedang mabuk mengira pemberontakan Aisyah adalah bentuk permainan Marini. Ia malahan bertambah semangat.
Aisyah menangis, ia merasakan perih di daerah sensitifnya karena lelaki itu berhasil menembus keperawanannya. Ariel baru sadar, jika wanita yang di tidurinya bukan Marini. Ia merasakan miliknya sesak masuk ke dalam. Dan wanita itu menangis meraung-raung?
---Bersambung---
Aisyah merasa dirinya sangat kotor, ia membungkus tubuhnya yang polos dengan selimut. Sementara Ariel keluar dari kamar Marini karena ketakutan. Baru kali ini ia merasa takut menodai anak orang. Karena semua wanita yang di gaulinya memang sudah tidak virgin. Dan ini pertama kalinya ia mengambil keperawanan seorang gadis. Kepalanya sangat pusing, saat ia berjalan keluar tiba-tiba ia bertabrakan dengan Marini."Sayang, mau kemana?" tanya Marini."Tidak, aku ... aku, aku pergi dulu," kata Ariel terburu-buru. Ia bingung harus berkata apa. Ia hanya ingin menenangkan dirinya untuk sementara waktu. Marini bingung dengan tingkah kekasihnya. Ia baru ingat jika Aisyah hari ini datang, langsung Marini bergegas mencari Aisyah di dalam rumah.Marini mendapati Aisyah menangis terisak-isak di kamarnya. Kamar masih gelap Marini segera menyalakan lampunya. Matanya membelalak kaget melihat Aisyah duduk berbalut selimut dalam keadaan mengenaskan. Dan bercak darah merah yang
Marini berjalan mendekat ke arah Ariel. Tiba-tiba tangannya melayang ke arah pipi Ariel.“PLAAK!”Ariel meringis kesakitan meraba pipinya sendiri. Matanya membulat marah melihat ke arah Marini."Kamu tahu, wajahku ini adalah aset. Berani sekali kau menamparku!" balas Ariel."Itu pantas buatmu karena telah menodai temanku!" jawab Marini ketus."Bukan aku yang salah, dia sendiri yang tidur di kamarmu! Aku pikir dia adalah dirimu, dan kondisiku sedang mabuk jadi aku tidak bisa membedakan itu kamu atau bukan. Jadi, kau tidak bisa seenaknya menyalahkanku!" bantah Ariel. Ia membela diri jika itu bukan semata-mata kesalahannya."Tapi, jangan Aisyah. Dia gadis polos yang datang dari desa. Kau boleh berulang kali tidur denganku, tidak Aisyah. Dia berbeda!" sentak Marini.Wanita itu terduduk di sofa, ia menangis dadanya terasa sesak menghadapi kenyataan jika Ariel yang telah merenggut kehormatan sahabatnya."Lalu, apa yang ha
Aisyah bangun dari tidurnya, mentari pagi ramah menyapanya melewati ventilasi jendela. Ia beringsut turun dari ranjangnya memakai sandal rumahan. Kamar yang di tidurinya terlalu bagus buatnya. Tidak seperti tempat tidur waktu di kampung. Tapi, kasih sayang Mirna membuatnya selalu nyaman di rumah. Jika mengingat ibunya, hati Aisyah kembali sedih.Ia menatap wajahnya di cermin, kejadian kemarin masih serasa mimpi baginya. Ia menampar pipinya sendiri, wajahnya terlihat meringis kesakitan. Benar, sekarang dia di rumah Tante Gabby. Seorang wanita yang baru di kenalnya tadi malam. Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya. Ia membukakan pintu, rupanya Tante Gabby yang datang."Tante hanya ingin bilang, kalau sudah selesai mandi turunlah ke bawah untuk sarapan," kata Tante Gabby."Baik, Tante," sahut Aisyah."Ya sudah Tante turun dulu," pamit Tante Gabby.Aisyah menganggukkan kepalanya. Ia bergegas ke kamar mandi untuk membe
Aisyah sedikit ragu berada di dalam ruangan bersama pria asing. Lelaki itu memutar tubuhnya melihat ke arah Aisyah. Gadis cantik berpakaian seksi dengan jaket yang membalut tubuhnya. Rok ketatnya yang berukuran di atas betis menunjukkan kemulusan pahanya. Aisyah menjadi salah tingkah saat Ariel memandanginya dari atas hingga ke bawah. Tatapan Ariel seakan menelanjanginya bulat-bulat.Aisyah langsung menjadi salah tingkah, ia buru-buru menutupi pahanya dengan tas yang di bawanya. Ariel tahu jika gadis yang berdiri di depannya bukanlah gadis yang berpengalaman dalam hal itu. Ia benar-benar tidak mengenali Aisyah. Perubahan penampilan Aisyah membuatnya terpana."Maaf, kata Tante Gabby Anda membutuhkan karyawan untuk bekerja di perusahaan Anda," ucap Aisyah mencoba memberanikan diri. Ia menggigit bibir bawahnya.Ariel tertawa, lelucon apa yang di buat Tante Gabby agar gadis lugu seperti Aisyah mengira dirinya akan memberinya pekerjaan."Kena
Ariel merasa seperti orang bodoh, seharusnya di hotel itu dia langsung meniduri Aisyah. Bukankah ia sudah membelinya dari Tante Gabby. Kenapa ia malahan berbasa-basi menyuruhnya bekerja sebagai make up artisnya."Terima kasih, Tuan. Hari ini di belikan banyak sekali baju-baju yang bagus buat saya," kata Aisyah membuyarkan lamunan Ariel."Hemm," jawab Ariel singkat.Mendengar jawaban Ariel yang begitu singkat membuat Aisyah menutup mulutnya lagi. Ia takut jika salah bicara dan menyinggung hati bos barunya."Ini mau kemana lagi?" tanya Aisyah."Bisa tidak kamu diam dan tidak banyak bicara," jawab Ariel dingin."Oh, maaf," kata Aisyah. Gadis itu merasa dirinya terlalu berani bertanya terus pada bosnya. Tangannya mencengkeram kuat rok yang di pakainya.Lalu lintas kota hari ini sangat macet sekali. Banyak mobil dan kendaraan besar memenuhi jalanan kota. Aisyah teringat pada Marini sahabatnya. Ia takut Marini mengkhawatirkannya. Aisyah men
"Aah, sudah ku katakan kalau urusan itu tidak bisa ya tidak bisa!" Ariel langsung mematikan ponselnya.Di tempat lain Marini kesal dengan sikap Ariel. Dari dulu ia sudah tahu jika Ariel pria brengsek, tapi ia tidak tahu jika Ariel memang pria super brengsek yang ia temui. Harus kemana ia mencari Aisyah di kota seluas Jakarta. Ia takut jika terjadi apa-apa pada Aisyah.Bunyi ponsel Marini berdering lagi, ia mengangkat telepon itu dengan malas."Ya, ada apa lagi?" tanya Marini ketus."Nak, Marini. Ini Budhe Mirna," kata penelepon di sana."Eh, iya. Maaf, Budhe saya kira temanku," kata Marini tergagap setelah mengetahui ternyata yang menelepon adalah Bu Mirna."Tidak apa-apa, sepertinya lagi kesal ya?" tanya Bu Mirna."He ... he ... he, sedikit Budhe," jawab Marini yang terlanjur malu akan sikap ketusnya."Cuma ingin menanyakan kabar Aisyah. Budhe sudah telepon tapi tidak di angkat, jadi Budhe ingin menanyakannya sama
"Aaah!" Keduanya berada pada titik klimaks hingga milik Ariel terasa terjepit di dalam. Ia lalu menarik miliknya. Dan pada saat berdiri milik Ariel juga masih menegang. Marini bangkit dari berbaringnya, ia langsung menabrakkan milik Ariel agar masuk ke dalam intinya. "Aah, kau sangat serakah Marini," desah Ariel. "Tentu saja, aku tidak suka melewatkan kesempatan emas ini," kata Marini tersenyum puas. ** Aisyah bersiap untuk ke lokasi syuting, seperti yang di katakan oleh Ariel syuting nya kali ini berada di puncak pegunungan. Aisyah sudah membawa beberapa baju tebal untuk mengatasi rasa dinginnya. Meskipun Aisyah berasal dari desa namun ia cukup cekatan mengerjakan pekerjaannya. "Hei, cantik. Kamu siapa?" sapa seorang laki-laki yang tengah duduk tak jauh dari dirinya. Aisyah merasa tidak asing melihat pria yang menyapanya, tapi ia lupa pernah melihatnya dimana. "Perkenalkan, namaku Zidan aku adalah pemeran antagonis lawan main Ariel," kata pria itu sopan. Waktu Aisyah hampir m
Acara syuting telah selesai, seperti biasa Aisyah bersiap-siap untuk pulang. Sebelum itu ia merapikan rambut lurusnya dengan sisir lalu mengikatnya agak tinggi. Kemudian ia memoleskan lipstik yang berwarna senada dengan bibirnya agar kelihatan lebih segar.“Cantik,” puji pria yang kebetulan lewat di depan Aisyah. Dia adalah lawan main Ariel.Zidan tidak bosan-bosannya mengamati wajah Aisyah.“Kok gak di jawab, kamu tidak suka aku puji?” tanya Zidan.Aisyah melirik ke arah Zidan kemudian ia menunduk lagi mengambil tasnya yang tergeletak di kursi.“Maaf, permisi saya mau lewat,” kata Aisyah. Karena jalan pintu keluar terhadang oleh Zidan.“Oh, maaf. Bagaimana kalau ku antar pulang?” tawar Zidan.Aisyah menggeleng, ia menunjuk ke arah sebuah mobil yang sudah menunggunya di tepi jalan.“Baiklah, lain kali saja kalau begitu,” kata Devan kemudian.Ia merasa sial, Ariel se