Share

Kenapa Harus Temanku

Aisyah merasa dirinya sangat kotor, ia membungkus tubuhnya yang polos dengan selimut. Sementara Ariel keluar dari kamar Marini karena ketakutan. Baru kali ini ia merasa takut menodai anak orang. Karena semua wanita yang di gaulinya memang sudah tidak virgin. Dan ini pertama kalinya ia mengambil keperawanan seorang gadis. Kepalanya sangat pusing, saat ia berjalan keluar tiba-tiba ia bertabrakan dengan Marini.

"Sayang, mau kemana?" tanya Marini. 

"Tidak, aku ... aku, aku pergi dulu," kata Ariel terburu-buru. Ia bingung harus berkata apa. Ia hanya ingin menenangkan dirinya untuk sementara waktu. Marini bingung dengan tingkah kekasihnya. Ia baru ingat jika Aisyah hari ini datang, langsung Marini bergegas mencari Aisyah di dalam rumah.

Marini mendapati Aisyah menangis terisak-isak di kamarnya. Kamar masih gelap Marini segera menyalakan lampunya. Matanya membelalak kaget melihat Aisyah duduk berbalut selimut dalam keadaan mengenaskan. Dan bercak darah merah yang masih segar tertinggal di seprei yang tadinya berwarna putih bersih.

"Oh, tidak. Apa yang terjadi?" tanya Marini merengkuh tubuh sahabatnya yang gemetaran.

"Aku ... aku tidak tahu, seorang pencuri masuk ke dalam kamar ini lalu ... lalu ... dia memperkosaku." Aisyah tidak mampu membendung tangisnya. Kepala Marini seakan berputar ia kini tahu kenapa Ariel keluar terburu-buru. Itu berarti Ariel  yang memperkosa Aisyah dalam keadaan mabuk. Marini terdiam, ia mendengarkan semua cerita Aisyah. Hatinya teriris, kenapa sahabatnya yang masih polos harus mengalami ini. Dan yang melakukannya adalah kekasihnya sendiri.

"Aku biasanya kalau tidur, lampu kumatikan. Tidak tahu ada pria masuk ke dalam kamar. Aku tidur lelap, tidak tahunya dia sudah menggerayangiku dan ... dan ... rasanya perih sekali. Marini ... apa yang harus aku bilang pada ibu, tidak mungkin aku cerita jika di kota aku di perkosa oleh orang asing tak dikenal." Aisyah memeluk erat Marini. Berderai air matanya jatuh menetesi bahu Marini. 

Marini tidak tahu harus berkata apa, tidak mungkin ia mengatakan jika pelakunya adalah Ariel, sosok pria yang amat di cintainya. Memang, biasanya Ariel selalu mengajaknya berhubungan intim selepas syuting atau kalau dia sedang penat. Meskipun tidak dapat di pungkiri, jika Marini juga istri simpanan bosnya dimana tempatnya bekerja. Intinya, mereka melakukan hubungan itu suka sama suka. Marini juga tahu, ia tidak mungkin mengikat Ariel dalam ikatan pernikahan seperti orang pada umumnya. Karena ia sendiri sudah tahu siapa Ariel sebenarnya. Seorang pria yang tidak mungkin bisa setia dengan satu wanita.

"Sabar, ini musibah. Maafkan aku karena tidak datang tepat waktu. Tinggallah di sini sampai kau sembuh dan mendapatkan pekerjaan, aku juga  tinggal sendirian di sini." Marini mengelus rambut panjang Aisyah yang sudah terlihat berantakan. 

"Aku ... aku tidak tahu bagaimana menghadapi orang lain. Aku juga sudah malu jika bertemu dengan Kak Gilang. Cintaku hanya untuknya, tapi sekarang aku tidak lebih dari sampah!" Aisyah menghina dirinya sendiri. Ia merasa jijik dengan tubuhnya.

"Jangan berkata begitu, bagiku kau tetap Aisyah seperti dulu. Ini musibah dan bukan kehendakmu," hibur Marini.

"Tapi, siapa yang akan mau dengan gadis yang sudah ternoda seperti aku," isak Aisyah.

Marini terdiam, ia tahu memang berat bagi Aisyah seorang gadis yang berasal dari kampung yang masih polos. Sementara dirinya yang sudah lama hidup di kota entah sudah berapa kali tidur dengan pria. Ia sendiri sampai bingung menghitungnya.

"Suatu saat, kau pasti akan menemukan pria yang benar-benar mencintaimu apa adanya," lanjut Marini. Ia hanya bisa menyemangati sahabatnya. Marini tahu, tidaklah mudah membangun kepercayaan diri di saat mengalami nasib naas seperti Aisyah.

"Sekarang, aku akan membantumu ke kamar mandi," ajak Marini.

Aisyah merasa tubuhnya remuk redam, lelaki itu sangat kuat. Sayangnya ia tidak dapat mengenali wajah lelaki yang memperkosanya. Tapi, ia tidak masih ingat aromanya. Bau alkohol dan bercampur parfum maskulinnya. 

"Terima kasih, tolong tinggalkan aku sendiri. Aku butuh waktu menenangkan diri," ucap Aisyah lirih.

"Baiklah, jika butuh apa-apa jangan sungkan memanggilku," kata Marini. Ia merasa bersalah atas peristiwa yang menimpa sahabatnya. Tidak seharusnya sahabatnya mendapatkan perlakuan seperti itu. Cukup dirinya saja yang sudah bobrok jangan Aisyah.

Sepeninggal Marini, Aisyah terus saja menangis di kamar mandi sambil menggosok kulitnya yang merah-merah karena ulah Ariel. Lelaki itu meninggalkan kismark di mana-mana. Bukannya hilang, malah kulitnya menjadi perih. Ia tidak tahu jika tanda merah itu akan hilang dengan sendirinya beberapa hari. 

Rambut Aisyah tergerai basah ia mengguyurnya berulang kali karena merasa dirinya kotor. Tangisnya tidak kunjung berhenti. Aisyah merasa dirinya sudah tidak artinya. Kini satu hal yang di banggakannya sudah hilang. 

Tubuhnya sampai menggigil kedinginan. Marini yang menunggu Aisyah di luar, merasa khawatir Aisyah tidak mau keluar dari kamar mandi. Ia pun memutuskan untuk mengetuk pintu kamar mandinya. Tak ada sahutan sama sekali, akhirnya Marini memaksa masuk. Ia kaget melihat Aisyah menyiksa dirinya di bawah kucuran air shower. Buru-buru Marini segera mematikan kran showernya.

"Kau bisa sakit jika seperti ini terus." Marini segera merengkuh tubuh Aisyah dan membalutnya dengan handuk kering.

"Biar ... biarkan saja aku sakit dan mati. Tidak ada gunanya aku hidup! Kehormatanku sudah terenggut!" teriak Aisyah.

"Iya aku tahu, ini pasti sangat berat buatmu. Tapi, bagaimana dengan ibumu. Jika ia tahu dirimu seperti ini, pasti sangat sedih," bujuk Marini.

"Tidak mudah untukku. Aku tidak berani menatap esok. Mungkin tidak akan ada yang mau menikahiku jika tahu aku bukanlah seorang perawan," isak Aisyah.

Marini dengan lembut menggiring Aisyah keluar dari kamar mandi. Ia lalu mencarikan pakaian kering di lemari. Ia tidak ingin Aisyah jatuh sakit. Hatinya juga hancur melihat penderitaan sahabatnya. Dan Ariel, mungkinkah laki-laki itu mau bertanggung jawab? Tapi, ia juga belum siap kehilangan Ariel. Marini masih sangat mencintainya.

Aisyah kini sudah lebih tenang, Marini membantu merebahkannya di atas tempat tidur. Lalu memberinya selimut hangat. Gadis itu sepertinya sudah kelelahan karena menangis. 

"Istirahatlah, aku tinggal dulu," kata Marini lirih. Ia menatap kasihan pada wajah Aisyah yang tidur tapi ada guratan kesedihan di wajahnya. 

Marini mengambil tasnya, ia perlu menemui Ariel untuk meminta kejelasan kenapa ia melakukan itu pada Aisyah. Meskipun hatinya sakit jika menanyakannya, tapi Aisyah juga sahabatnya. 

Mobil Marini meluncur ke apartemen Ariel. Ia tidak kesulitan masuk ke dalam apartemen kekasihnya. Karena ia sudah tahu pas codenya. Ariel terlihat duduk melihat TV sambil minum minuman ringan dan makan camilan.

“BRAAK!”

Ariel kaget melihat Marini sudah berdiri di tengah pintu. Menatapnya tajam penuh dengan amarah.

"Halo sayang, kemarilah ... aku tahu kau pasti merindukanku," kata Ariel tanpa rasa bersalah. Marini berjalan mendekat ke arah Ariel. Tiba-tiba tangannya melayang ke arah pipi Ariel.

“PLAAK!”

Ariel meringis kesakitan meraba pipinya sendiri. Matanya membulat marah melihat ke arah Marini. "Kamu tahu, wajahku ini adalah aset. Berani sekali kau menamparku!" balas Ariel.

---Bersambung---

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Pernikahan Alfred
karena kesuciaannua diambil
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status