Share

EPISODE 3

Adero memeluk ibunya. Ia yakin jika setibanya di Spanyol, ia akan merindukan ibunya langsung. Akan tetapi, benar seperti yang ibunya katakan bahwa ia tetap harus pergi. Sehingga, ia melepas pelukan dan tersenyum.

“Kalau begitu, aku berangkat, Bu.” Adero menyeret koper, ia dapat melihat ibunya melambaikan tangan sambil tersenyum.

Adero mendadak terdiam sebelum membuka pintu dan keluar. Keputusan yang ia ambil hari ini, akan menjadi penentu dari masa lalu yang belum terungkap. Dengan langkah mantap, ia menutup pintu, berjalan menuju taksi yang sudah dipesan ibunya, dan memberi tahu kepada sopir bahwa ia akan pergi ke bandara.

Selama perjalanan menggunakan taksi, Adero terus membalas pesan sang ibu yang memberikan banyak sekali nasihat, seperti ia tidak boleh menampakkan wajah tak suka pada ibu tirinya, ia harus menghormati ayahnya dan juga menyayangi saudara tirinya.

Mendapatkan banyak nasihat, dan ketika nama Aron tersebut di dalamnya, ia jadi ingat pesan yang sempat pria itu kirim padanya. Adero kembali membuka pesan itu, mencoba memahami setiap kalimat yang tersirat. Tetap saja, ia tidak begitu menyukai Vincent. Meski, anak kecil itu anak Hana, tetapi bukan anaknya. Jadi, tidak baik merindukan dirinya.

Adero mengeluarkan beberapa lembar uang dan memberikan pada sopir. Ia sudah sampai di bandara dan langsung menuju ke rute penerbangan Spanyol. Sebab ia datang begitu cepat, ia harus menunggu setengah jam lagi, sebelum pesawatnya siap untuk di naiki.

Adero memilih duduk di kursi tunggu yang kebetulan tidak banyak orang duduk di sana. Ia sempat melihat sekeliling sebelum menatap ponselnya. Ia memilih membaca buku digital mengenai perumahan dan properti, agar setibanya di Spanyol, ia sedikit mengerti tentang perusahaan yang sudah keluarga Alyward kembangkan selama hampir ratusan tahun.

Sebenarnya, Adero bukan tipikal pria yang suka dengan bangunan dan semacamnya. Ia jauh lebih suka menggambar grafis dan desain pakaian, tetapi mengingat ia akan menjadi penerus perusahaan ayahnya, setiap hari ibunya memaksa ia untuk belajar meskipun ia benar-benar tidak melakukannya.

Adero bisa mendengar bahwa keberangkatan pesawat ke Spanyol sudah siap. Para penumpang pun disuruh untuk segera menaiki pesawat. Tanpa basa-basi, Adero menarik kopernya dan mengikuti segala macam pemeriksaan yang ada. Ia bersyukur tidak ada hal-hal aneh yang terjadi, jadi kini ia sudah duduk di kursinya.

Seperti biasa, para pramugari wanita akan menawarkan makanan atau minuman padanya. Ia juga tentu tidak menolak, sebab dibandingkan dengan wanita klub yang suka menggodanya, menurutnya para pramugari jauh lebih cocok untuk dipandangi keindahannya.

Adero menggelengkan kepala, ia lalu memilih makanan dan minuman ringan yang dibawa oleh pramugari cantik di hadapannya. Ia sempat melihat pramugari itu terlihat tegang, tetapi masih berusaha melayani dengan baik.

Adero tersenyum pada sang pramugari sebelum pramugari itu pergi. Ia membuka kopi kalengan dan menegaknya. Lidahnya dapat mengingat rasa manis dan pahit yang menjadi satu. Ia lalu memilih memakan roti dan menunggu pesawatnya terbang.

Tak banyak yang dilakukan Adero selama berada di pesawat, ia membaca buku, tidur, makan dan hanya terdiam mengamati sekitarnya. Ia juga tidak bisa melihat pemandangan dari atas, karena posisi duduknya tidak di pinggir.

Adero melihat kerumunan yang tiba-tiba saat ia baru bangun dari tidurnya. Ia sempat mendengar dari beberapa orang yang duduk tak jauh darinya, bahwa ada seorang wanita tua yang merasakan sakit perut. Ia hanya mengangguk paham dan tak terlalu memikirkan.

“Permisi, apa aku bisa meminjam majalahmu?”

Adero menoleh ke sumber suara, ia baru sadar bahwa orang yang duduk di kursi sebelahnya sangat cantik. Ia lalu memberikan majalah yang dimaksud kepada wanita itu yang langsung menerimanya dengan senyum tipis.

“Apa kamu akan pergi ke Spanyol?”

Adero mengernyit mendengar pertanyaan itu. Bukankah seharusnya wanita itu sudah tahu ke mana pesawat ini akan mendarat. Hal ini membuatnya merasa aneh tetapi memilih untuk mengangguk sebagai jawaban.

“Ah, begitu. Kenalkan, namaku Pera. Aku juga akan pergi ke Spanyol karena mendapatkan pekerjaan di sana. Kamu sendiri, bagaimana?”

Adero sebenarnya tidak terlalu suka berkomunikasi dengan orang yang belum ia kenal dekat. Namun, melihat wanita tampak antusias, ia tidak bisa mengabaikannya begitu saja. Ia juga tak ingin menyakiti hatinya.

“Sama, ini karena aku mendapatkan pekerjaan.”

Wanita itu tampak takjub, ia sekarang meletakkan majalahnya dan menatap ke arah Adero dengan tatapan seakan ingin bertanya lebih lanjut.

“Apa kamu sebelumnya sudah pergi ke Spanyol? Ah, aku benar-benar begitu mengagumi kotanya. Aku begitu bahagia ketika bisa mendapatkan pekerjaan di sana.”

Adero melirik wanita itu dan menggelengkan kepala. “Spanyol tak seindah apa yang terlihat di media. Memang sekilas tidak ada yang salah, tetapi tetap saja harus waspada.”

Pera mengerucutkan bibirnya, membuat Adero memutar bola matanya malas. Kenapa begitu banyak wanita yang seperti itu di dunia ini, seakan memberi tahu bahwa ia merajuk. Ia tidak akan menandai wanita itu sebagai salah satu orang yang cocok masuk dalam kehidupannya.

“Sepertinya kamu begitu mengenal Spanyol. Padahal aku yakin sekali, kamu baru pertama kali datang ke sana, karena kamu tidak menjawab pertanyaanku sebelumnya.”

Adero hendak menanggapi tetapi melihat wanita itu mengembalikan majalah dan memilih memejamkan mata, ia pura-pura saja tak mendengar ucapan wanita itu. Lagi pula, tak perlu membuang waktu untuk menjelaskan sesuatu yang mungkin tak akan dipercayai.

Setelah hampir 2 jam berada di dalam pesawat, Adero bersyukur karena pesawat mendarat sempurna tanpa masalah apa pun. Ia kini tengah mengambil permen rasa daun mint dari dalam ras dan memakannya. Ia juga tak lupa menyalakan ponselnya yang ia tebak pasti sudah mendapatkan banyak kiriman pesan.

Benar saja, kiriman pesan itu dari sang ibu, ayah, Aron dan seseorang yang sudah lama tak ia jumpai. Adero mengangkat bahu, ia memilih tak membalas pesan dari sang ayah dan Aron, baginya sangat tidak penting. Ia lalu memilih untuk mencari seseorang yang sudah menunggunya datang menjemput.

Adero bukan pria yang suka basa-basi, jadi ia membiarkan orang itu menaruh kopernya di bagasi, sedangkan ia sendiri sudah duduk di kursi penumpang mobil mercedes-benz warna putih. Tak lama kemudian, pria yang sudah lama bekerja sebagai sopir di keluarga Alyward masuk ke kursi setir, menyalakan mesin mobil dan melajukannya.

Dalam perjalanan, Adero kembali berkutat dengan buku-buku mengenai bisnis dan penunjang yang cocok untuk dipelajari. Ia melirik pada pria yang sibuk asyik menyetir, ternyata pria itu tidak berubah sejak dahulu, masih sama-sama terkadang tidak begitu peduli.

“Jadi, apakah majikanmu membagikan gaji yang layak setelah kamu mengabdi padanya puluhan tahun?”

Pertanyaan itu membuat pria yang tengah membawa mobil untuk belok kiri, tersenyum kikuk. “Pak Arkan sangat baik pada saya, Tuan. Dia tidak hanya memberikan gaji yang sesuai, tetapi juga menyekolahkan kedua putri saya.”

Adeeo mengangguk. “Aku bersyukur dia tetap memedulikanmu meski dia mungkin saja kewalahan dengan standar istri barunya.”

Pria itu terdiam sejenak sebelum menjawab. “Bagaimana kabar Ibu Keanna? Aku dengar bisnisnya di Jerman sudah sukses, apa itu benar?”

“Ah, Ibuku. Ya, dia sudah menjadi wanita yang mandiri setelah ditinggal mantan suaminya menikah lagi. Bisnisnya memang melaju sangat cepat, jadi jika kamu merasa sudah tidak tahan bekerja untuk Alyward, kamu bisa melamar pekerjaan untuk keluarga Carlson.”

Pria itu tersenyum kecil sebelum membalas, “Bukankan kamu juga bagian dari keluarga Alyward?”

Adero tergelak, ia tidak bisa menyalahkan pertanyaan itu. “Aku lebih suka dianggap sebagai keluarga Carlson. Jadi, apa yang kamu tahu mengenai bisnis keluarga Alyward yang sudah hampir menguasai Spanyol ini?”

“Aku bekerja sebagai sopir, jadi tidak terlalu memperhatikan. Meski begitu, aku mendapatkan beberapa informasi bahwa perusahaan sudah mulai bersaing dalam skala internasional. Aku benar-benar sangat yakin sedari dulu, bahwa perusahaan yang ditinggalkan oleh mendiang Tuan Almo pasti akan sukses besar.”

Adero melihat jalanan, ia jadi teringat alasan dirinya tetap berada di Spanyol walaupun waktu itu ia berniat kabur ke Jerman untuk menemui ibunya. Ia masih mengingat jelas, ketika sang kakek menyuruhnya untuk tetap tinggal karena si menantu baru itu tak mau mengurusinya. Lagi, ia merasakan sangat emosional.

Adero tidak menyangka, ia sudah tiba di rumah megah yang sudah ia tinggalkan 5 tahun yang lalu. Ternyata, rumah itu masih terlihat sama seperti terakhir kali ia pergi, tak ada yang berbeda jika dilihat dari depan. Ia lalu turun dari mobil, membiarkan kopernya dibawa oleh pelayan rumah ini.

Adero menatap ke taman bunga mawar yang sepertinya masih baru. Ia mengangkat bahu, meskipun tahu bahwa tadinya taman itu berisi berbagai jenis tanaman bunga anggrek kesukaan ibunya. Mengingat ibunya bukan lagi nyonya besar, ia memilih membawa langkahnya menuju pintu yang sudah dibuka lebar.

Seperti biasanya, para pelayan akan baris berjejer sambil menyambut kedatangannya. Tangan Adero mengambil jus jeruk yang sudah disiapkan oleh salah seorang pelayan, ia meneguknya dalam sekali tegukan. Ia lalu mengambil tisu dan mengelap bibirnya serta memberikan gelas yang kosong ke pelayan yang lain sambil terus berjalan.

Entah perayaan macam apa, tetapi Adero melihat banyak sekali balon dan pernak-pernik anak kecil untuk ulang tahun. Ingin rasanya sekarang juga ia kabur dari tempat ini, karena ia sudah bisa menduga siapa saja dalang di balik pesta paling konyol untuk menyambut kedatangannya.

“Kejutan! Selamat datang kembali ke keluarga Alyward, Adero!” teriak seseorang yang Adero kenal sebagai saudaranya yang memiliki karier sebagai seorang penyanyi.

Adero mengibaskan tangannya sambil menatap mata biru milik anak kecil yang kini berjalan ke arahnya. Anak kecil itu membawa sepotong kue rasa keju dan memberikan padanya. Ia sebenarnya bisa saja menolak kue itu. Andai saja, ia lupa dengan pesan dari ibunya.

“Aku tidak tahu Paman suka kue apa, jadi aku belikan kue keju kesukaanku.”

Hati Adero mencelus, ia tersenyum dan mengusap kepala anak kecil itu. Sedetik kemudian, ia menyadari seseorang yang selalu menghancurkan kebahagiaannya selama ini. Aron, pria itu sepertinya masih tidak merasa bersalah karena telah memenuhi ruangan ini menjadi sesak sehingga ia merasa tercekik.

“Aku butuh waktu istirahat.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status