Share

7. Hanya Singgah

Setelah sampai rumah, kutunjukkan hasil rekaman pembicaraan antara aku dan Bagas. Terlihat perubahan pada wajah Mama, wajahnya terlihat sangat kecewa. Senyum yang coba Mama tampilkan malah terlihat hambar. Sebegitu kecewa Mama atas batalnya perjodohan kami. Namun, Mama berjanji akan menyelesaikan masalah ini dengan Tante Anna tanpa harus membahayakan kondisinya.

“Istirahat, Ca. Udah malem.”

Setelah berkata begitu, Mama masuk ke dalam kamar. Menyisakan aku yang termenung meratapi keadaan. Sungguh, sebenarnya keinginan Mama terhadapku sangatlah sederhana, tetapi aku pun tak bisa berbuat sesuatu di luar kendaliku.

Melihatku menikah, menemukan pasangan hidup, membina sebuah rumah tangga, dan memiliki keturunan. Bukankah itu hal sederhana? Namun, apa yang bisa kulakukan jika Tuhan belum mau memberikan? Atau mungkin benar kata orang-orang. Bahwa, akulah yang kurang dalam berusaha? 

Aku mengusap air mata yang tiba-tiba hadir. Bukan! Bukan inginku begini. Lalu, apa yang harus aku lakukan?

Aku menyeret langkah menuju kamar, lantas segera membersihkan diri. Menghiraukan rasa lapar yang merongrong agar aku segera mengisi perut dengan makanan. Rasa lelah membuatku memilih untuk membaringkan tubuh di atas kasur.

Ya, aku lelah.

Tubuhku lelah.

Jiwaku pun lelah.

Andai dulu, aku memberanikan diri mengungkapkan perasaanku pada seseorang yang kusuka mungkin sekarang tak akan begini. Setidaknya aku tahu bagaimana perasaannya padaku. Andaipun dia menolak aku tak terjebak dalam rasa tak berujung.

Entah dari mana datangnya sebuah ide gila terlintas dalam pikiranku. Tentang sebuah nama seseorang yang selalu dijodoh-jodohkan denganku. Ide yang selalu kutolak mentah-mentah. 

Apakah aku harus menerima ide perjodohan itu? Bukankah dia juga hingga kini masih sendiri? Bahkan, aku tak pernah mendengar rumor kedekatannya dengan seseorang. Kalau pun benar dia tak punya pasangan, belum tentu dia setuju dijodohkan denganku.

Berbagai pertanyaan dan kemungkinan-kemungkinan terus berputar dalam kepalaku.

Ah ... kalau tidak dicoba bagaimana bisa tahu, kan? Apa tidak malu jika nanti aku ditolak? Astaga! Kenapa aku jadi pusing sendiri begini.

Setelah menimbang-nimbang, sepertinya ide gila yang sudah lama tercetus itu tidak terlalu buruk. Toh benar kata Mama, dia mempunyai wajah yang tampan, baik, dan juga mapan. Meski hubungan kami terbilang saudara, dalam hukum tak ada larangan jika kami mau menikah.

Langkah pertama yang harus aku lakukan adalah ikut serta dalam arisan keluarga yang sedianya diadakan sekali dalam satu bulan. Arisan keluarga adalah agenda keluarga yang selalu berusaha aku hindari dengan berbagai alasan. Memangnya siapa yang mau jadi bahan bullyan seluruh keluarga? Apalagi tambah dengan perjodohan yang entah bermula dari siapa.

Langkah kedua, aku harus mencari tahu semua informasi tentangnya. Kan, tidak lucu kalau sudah melakukan ini itu ternyata dia malah sudah punya pasangan.

Yang ketiga, aku melakukan pendekatan. Tentu saja, setelah tahu dia memang tidak memiliki pasangan atau setidaknya tidak sedang dekat dengan seseorang.

Aku memijat kening yang tiba-tiba didera rasa pusing. Ah ... kenapa urusan jodoh jadi sangat rumit seperti ini. Jika bukan karena ingin melihat Mama bahagia rasanya enggan aku melakukan hal itu.

Aku yakin sikap Mama banyak dipengaruhi oleh lingkungan sekitar kami. Ya, mulut-mulut iseng itu seperti tak ada bahan pembicaraan lain selain membicarakan kekurangan orang lain. Ini juga faktor yang membuatku malas jika harus kumpul-kumpul tak jelas yang akhirnya malah membicarakan aib orang. 

Sibuk dengan pikiran sendiri, membuatku lupa akan waktu yang terus merangkak naik. Perlahan rasa kantuk datang dan membawaku ke alam mimpi.

***

“Pagi, Ma,” sapaku riang.

Hari ini aku akan mulai memuluskan langkah pertama yang telah kususun dengan baik semalam.

“Pagi, tumben enggak harus dibangunin,” balas Mama.

“Kalau aku harus dibangunin Mama ngomel, bangun sendiri dikomentarin juga."

“Ck! Ya enggak gitu! Anak gadis memang harusnya udah bangun dari subuh.”

Sebenarnya bukan tanpa alasan Mama berkata seperti itu, mengingat ini masih jam 05.00 pagi.

“Ya, mulai sekarang aku mau belajar nurut deh.”

Lantas kami larut dalam obrolan random, dari satu topik ke topik yang lain. Membahas segala macam dari anak tetangga hingga anak kucing masuk dalam obrolan kami.

“Ma, arisan bulanan keluarga kapan?”

“Minggu depan, Ca.”

“Oh ... di rumah siapa?”

Gerakkan Mama memindahkan sayur ke dalam wadah terhenti, beliau mengangkat alisnya tinggi sekali. Menatapku dengan wajah curiga. “Kenapa Mama ngerasa hari ini kamu aneh?"

“A--aneh kenapa?”

“Bangun tanpa harus digedor-gedor, terus tanya-tanya arisan apa itu enggak aneh?”

“Aneh gimana coba?" tanyaku berusaha santai.

“Kamu tanya tentang arisan, tuh aneh tau! Biasanya paling males kalau bahas arisan. Apalagi kalau diajak, adaaa aja alesannya. Yang inilah, yang itulah, yang mau ke sinilah, yang mau ke sanalah. Minta anterin aja pasti kamu nolak.”

“Aku, kan cuma tanya, Ma.”

“Kamu tanya, pasti karena mau tau, kan?”

“Hehehe ... enggak kok, biasa aja!”

“Bener?”

“Benerlah! Jadi ....”

“Jadi apa?”

“Ck! Jadi arisannya kapan dan di rumah siapa?”

“Nah, kan. Jangan aneh-aneh deh, Ca!”

“Ish ... Mama! Aku, kan cuma pengen tau.”

“Arisannya minggu depan, di rumah Tante Fania-Mamanya Hardi,” kata Mama dengan mata menyorot tepat di mataku.

“Oh ... ke-kenapa Mama liat aku begitu?”

“Kam—“

“Ma, Caca mau siap-siap dulu, ya,” kataku memotong apa pun ucapan Mama.

Mama itu seperti paranormal, dia akan tahu apa yang sedang kupikirkan. Aku memacu langkah lebih cepat. Bukan hanya karena tatapan Mama yang membuatku gugup, tetapi juga karena aku harus segera bersiap untuk pergi ke kantor jika tak ingin terlambat.

Saat aku membuka lemari, mataku menangkap sebuah dress yang kemarin lusa Mama belikan untukku. Aku menyentuh dress itu pelan, mulai meyakinkan diri tak salahnya mengubah diri jika itu membuatku jadi lebih baik.

Aku meraih dress berwarna merah muda itu, dan memakainya. Untuk sekian detik ada rasa tak nyaman saat dress tersebut menutupi tubuhku, aku terus menyugesti diri bahwa aku hanya belum terbiasa.

Membawa langkahku ke meja rias, aku dibuat bingung dengan banyaknya produk di atas meja riasku.

Aku meraih ponsel. Mulai mengetikkan kata kunci di aplikasi video terkenal. Setelah mengerti walau hanya sedikit, aku mulai mengaplikasikan beberapa produk itu di atas wajahku.

Keluar dari kamar tidur, kudapati tatapan aneh dari seluruh keluargaku. Mereka melarikan pandangan dari kepala hingga kakiku dan kembali lagi ke atas.

“Ehem ... kenapa sih? Kok, liatinnya begitu banget?”

“Ca? Kamu baik-baik aja?” tanya Mama.

“Aku? Aku baik-baik aja, kok!”

“Yakin?”

“Yakin, Mama. Aku laper mau sarapan. Yuk, kita sarapan?”

“Kak? Kepala aman, kan? Enggak kejedot tembok kamar mandi, kan?”

“Enggak usah aneh-aneh. Cepet makan, kalau enggak mau gue tinggal.”

Jangankan mereka, aku saja risi dengan penampilan baruku ini.

“Sudah-sudah, ayo kita sarapan! Nanti kalian malah telat kalau ngobrol terus,” ucap Papa menengahi.

Kami makan dengan hening adalah sesuatu yang sangat jarang terjadi, biasanya tak ada yang tak kami bahas di meja makan. Namun, kali ini terasa berbeda. Entah kabar tentang batalnya perjodohanku, entah karena penampilan baruku yang membuat mereka seperti sibuk dengan pikiran masing-masing. Namun, aku bersyukur tak ada yang membahas masalah itu.

Jujur saja, sebenarnya aku menaruh sedikit harap jika Bagaslah yang menjadi pendampingku kelak. Aku sudah ikhlas jika memang dia adalah jodohku, tetapi semua malah berubah hanya dalam hitungan jam.

Tak mengapa memang, itu berarti kami memang tak berjodoh, dan artinya dia bukan yang terbaik untukku.

Jodoh. Satu misteri yang siapa pun tak dapat menebak, pun memilih dengan siapa harus bersanding. Ada yang bilang dua orang yang menikah saja belum tentu berjodoh, apa lagi yang baru sekadar rencana. Ya, buktinya tidak sedikit kasus perceraian yang terjadi di dunia. Dari alasan ketidakcocokkan sampai alasan sudah bosan. Dari yang baru hitungan hari sampai yang sudah berpuluh tahun bersama, tetapi justru memilih bercerai.

Aku berharap aku akan menikah dengan jodohku, bukan dengan yang hanya singgah. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status