Share

Pesta topeng

Author: Pipit Aisyafa
last update Last Updated: 2022-06-29 19:48:24

"Ha ... Haa ... Haa ...!" 

Tawa riuh para tamu yang hadir, membuat aku yang hampir kehilangan kesadaran langsung pulih. Mataku kembali terang. Aku harus menyelamatkan Syasya dari ejekan para tamu yang hadir. Apalagi ada petinggi di perusahaan ku. Pak Denis, selaku direksinya. Bisa malu tujuh turunan aku.

Segera aku menuju dimana Syasya berdiri. Ia terlihat heran dengan semua orang yang tertawa melihatnya. Tak sadarkah dia? Jika riasnya menyerupai Kuntil beranak atau badut ulang tahun?

"Sini, Sya!" Aku menarik tangannya dan membawanya masuk kekamar. Terlihat perias itu tengah tertawa terbahak sendiri di dalam kamar.

"Kamu!" Hardikku padanya yang langsung direspon dengan dia beranjak berdiri.

"Apa yang kamu lakukan pada istriku!" Aku mulai memarahinya, tak peduli lagi suaraku terdengar sampai kedepan.

"Aku hanya mendandaninya saja, Pak! Bukankah dia minta gratis," ucapnya tanpa rasa berdosa.

"Arrggghhh ...!" Tiba-tiba Syasya berteriak.

"Sya!" Aku langsung berusaha menenangkannya. Bahkan dia langsung memelukku erat, membuat seluruh make-upnya nempel pada baju putihku.

"Mas! Ada kuntilanak di kaca, Mas! Lihatlah, aku takut, sebesar ini baru melihat rupa Mbak Kunti jelas sekali!"

Astaghfirullah ... Aku menyebut dalam hati, apa Syasya masih tak sadar jika ia di dandani dengan riasan seperti itu?

"Sya ... Istighfar!" ucapku menenangkannya. Ia bangkit, kemudian dengan takut takut kembali kecermin. Kali ini dia tak ketakutan, walau make-upnya sudah acak-acakan lebih parah dari tadi, tapi sepertinya ia sadar jika yang di cermin adalah dirinya.

"Kamu, Mbak!" Kali ini Syasya terlihat marah, rahangnya mengeras dan tanganya mengepal. Dia berbalik badan, sorot matanya saja aku yang melihatnya bergidik ngeri.

Mbak perias ketakutan, ia melangkah mundur saat dengan langkah pasti Syasya mendekatinya.

"Ka-ka-kaburrr!" Perias itu langsung membuka pintu dan keluar dengan berlari. Aku mencegah Syasya agar tak mengejarnya sampai kedepan. Bisa jadi bahan lelucon lagi dia.

"Sudah, sudah, Sya! Lagian kenapa kamu ngga ngaca dulu sebelum keluar?" tanyaku sedikit menyalahkannya juga.

"Kata dia, pengantin itu saat di rias ngga boleh ngaca. Biar hasilnya mangklingi katanya!"

"Dan kamu percaya?"

"Ya iyalah, aku percaya. Karena baru kali ini aku kawin, eh salah ... Menikah."

Aku mengeleng kepala, memang aku mengira jika Syasya itu sedikit oon, seperti kurang satu ons otaknya. Aku menghembuskan nafas berat.

"Ya sudah, lebih baik kamu cuci muka. Kita keluar lagi. Kamu dandan sendiri saja juga bisa kan?" Ia mengangguk. Kemudian langsung masuk kekamar mandi. Aku menunggu di tepi ranjang. 

Aku bermain HP saja saat menunggu Syasya selesai. Aku tak ingin meninggalkannya barang sedetik, takut Nisa mengerjainya lagi dan membuat malu semua yang ada di sini.

"Sedikit cepat ya, Sya!" ucapku tanpa menoleh padanya.

"Iya, sabar kenapa, Mas! Aku kan mau jadi permaisuri satu hari, jadi harus sempurna dan kalau mau sempurna ya ngga cukup satu jam!"

"Apa!" Aku membelalakkan mata, bagaimana bisa dia bilang ngga cukup satu jam, sedangkan aku melihat jam di pergelangan tangan saja sudah menunjukan setengah sepuluh. Kalau dia menghabiskan waktu dua jam, berarti tengah malam baru selesai dan hasilnya tamu sudah dulu pulang saat Syasya keluar dari kamar ini.

"Udahlah, Sya! Yang sederhana saja! Ngga enak kan ninggalin tamu. Mereka itu kepengen ketemu sama kamu. Aku juga ingin selalu di samping istriku ini walau ...." Aku mengantung ucapanku.

"Walau apa, Mas?" Dengan cepat Syasya berbicara.

"Walau aku kecewa sama kamu, karena nyatanya kamu sudah di gilir beberapa laki-laki." 

Syasya beranjak berdiri, dia sepertinya ngambek dan akan keluar. Namun, dengan sigap aku langsung menarik tangannya. Memeluknya erat.

"Maafkan kata-kata mas. Bukan maksud apa, tapi hanya sedikit rasa kecewa. Mengertilah. Mas bukan manusia sempurna tapi semua masih bisa di perbaiki. Jangan ulangi hal semacam itu. Apa kamu mau janji sama mas, Sya? Biarkan itu menjadi masalalu mu yang tak perlu kamu ulangi!"

Syasya mengangguk, matanya sudah seperti kepiting, hampir tumpah ruah ke wajah. Aku segera menghentikan agar tak sampai menangis. Kalau tidak, bakal lama lagi bermake-up. Apalagi itu maskara luntur.

Sebenarnya kecewaku pada Syasya teramat dalam, apalagi mendengar penjelasan para mantannya yang bilang jika Syasya itu wanita berjiwa sosialita. Apa mungkin? Bagaimana jika benar? Apalagi hajiku harus kubagi dua. Tentu Nisa lah yang harusnya lebih besar karena dia mempunyai kebutuhan untuk anak-anak. Namun, melepas Syasya begitu saja juga sudah tak mungkin. Yang ada nanti Nisa berkepala besar dan akan sombong juga bersikap semena-mena. Duh! Begini sekali nasibku ini.

"Ayuk, Mas!" Aku terbuyar dari lamunan saat Syasya mengandeng tanganku untuk segera keluar menemui para tamu. Pasti mereka setuju.

Kali ini aku keluar, mataku heran saat lampu rumah temarau. Musik mengalun dengan lembut dan ....

"Pesta topeng! Semua orang di wajibkan mengenakan topeng." Kubaca tulisan yang bertengger di papan. Nisa! Apa-apaan lagi? Kalau tahu pakai topeng, tak perlu aku menunggu Syasya dandan terlalu lama.

Kuambil sebuah topeng, terlihat Syasya membelalakan mata saat melihat semua orang juga mengenakan topeng berbagai wajah.

"Aku harus mencari Nisa!" gumamku, melangkah memecah kerumunan orang-orang yang tak tahu siapa.

Pandanganku tertuju pada dua insan yang tengah mengobrol mesra. Seorang lelaki menjawil dagu wanita yang kuyakini dia adalah Nisa. Apa-apaan dia!

"Nisa!" Aku geram sekali, bagaimana bisa dia mulai ganjen dengan laki-laki lain selain aku!

===???!!!!===

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Slamet Hartarto
lanjutkan.....
goodnovel comment avatar
Laiqanisa olethea
nggak masuk logika ceritanya. masak udah jelas dipermalukan kayak gitu masih bisa ngikutin acara pesta?
goodnovel comment avatar
Ati Husni
seru......
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kejutan Saat Aku Pulang Membawa Istri Baru   Kondangan yukkk (extra part)

    5 Bulan kemudian.Acara resepsi pernikahanku di gelar di sebuah gedung bertingkat. Aku bangga, sekaligus bahagia dapat menambatkan hati kembali pada sosok keren dan setia seperti Mas Denis."Gimana pengantinnya? Apa sudah siap! Sebentar lagi akan nikah akan di lakukan." Seorang wanita yang kutahu karyawan kepercayaan Mas Denis memberitahu.Aku makin deg-degan di buatnya. Walau ini hal yang kedua kali aku lalui tapi nyatanya tak menyurutkan rasa nervous yang kualami."Sudah siap, Mbak?"Aku memandangi diri pada cermin. Riasan yang natural namun elegant, bahkan aku sampai tak mengenali diriku. Sungguh MUA yang profesional."Makasih ya, Mbak," ucapku tulus.Dua orang telah menungguku untuk menuju ruang akad nikah. Satu menggandengku dan satunya lagi memegangi bajuku yang terjuntai kelantai beberapa meter.Sungguh aku merasa bak Cinderella yang sedang menunggu singgasana. Derap langkah kaki berpacu dengan jantung yang makin tak menentu."Ya Allah, berikan hambamu ini kekuatan untuk tak s

  • Kejutan Saat Aku Pulang Membawa Istri Baru   Makna Hidup (Tamat)

    PoV Nisa.Aku fokus pada tangan Pak Denis. Botol itu? Bukankah itu botol obatku. Ya Allah! Kali ini aku kecolongan. Aku lalai dan berakibat orang lain tahu bahwa aku mengkonsumsi obat penenang. Memang sekarang itu aku mudah sekali lupa, bahkan kadang juga linglung. Apa ini efek samping dari obat itu!Saat aku hentikan mereka yang akan berkelahi, kepalaku sudah mulai berdenyut. Sakit sekali. Jangan sampai aku kambuh, aku tak ingin semua ini terbongkar. Aku kuat, aku tegar!Kusupport diriku, namun tekanan batin makin menjadi. Terus menuju kepala, makin pusing. Rasa ingin berontak dan puncaknya benar. Aku berteriak bak orang gila. Pasti mereka kaget, karena tahu bahwa aku sebenarnya gila. Ya aku yakin setelah ini pasti aku di masukan ke RSJ.Kepala serasa di putar-putar. Makin pusing tak karuan. Melihat Pak Denis dan Mas Arman sudah tak jelas hingga semuanya gelap, pekat. Apakah aku meninggal?Tut ... Tut ... Tut ... Aku membuka mata, namun kepalaku terasa berat. Kulihat sekeliling tapi

  • Kejutan Saat Aku Pulang Membawa Istri Baru   Berujung Sesal

    Allah!Beberapa kali aku menyebut asma Allah, sungguh hati ini perih melihat kenyataan ini. Apa aku sangat kejam? "Ya Allah! Hukumlah aku! Jangan hukum Nisa, semua masalah berawal dariku!" Aku terduduk lemas di lantai rumah sakit. Tak peduli jika ada orang yang memperhatikanku dalam.Pak Denis mendekat. Ia memegang kerahku. Aku pasrah saja. Memang aku pantas jika harus di pukul sekalipun."Apa ini yang kamu mau dari Nisa? Apa ini yang kamu inginkan, hah! Lihatlah, dia itu ibu dari anak-anakmu! Tak sedikitlah kamu iba?!" Pak Denis melepaskanmu hingga aku terjengkang kebelakang.Dia seperti sangat geram, bahkan tak kalah frustasinya. Dari itu aku sadar jika Pak Denis mencintai Nisa.Aku masih merundungi nasib di depan ruang ICCU. Nisa belum sadarkan diri. Kata dokter ada pembekuan otak akibat terlalu sering mengkonsumsi obat penenang dengan dosis tinggi. "Nisa sadarlah, aku janji akan melakukan apapun asal kamu sembuh. Aku ingin melihat kamu kembali bersama anak-anak. Aku akan pergi m

  • Kejutan Saat Aku Pulang Membawa Istri Baru   Takdir

    PoV Denis."Denis, kapan kamu nikah?" tanya Om Beni saat tengah kumpul keluarga."Nanti, Om. Belum ada yang cocok!" jawabku jengah, karena selalu hal itu yang di tanyakan saat bertemu. Seperti ngga ada pertanyaan lain saja!"Sampai kapan, Den! Usia kamu sudah tak muda lagi loh!" sambung Om Beni. Malas sekali meladeninya, ini yang membuat aku malas saat berkumpul dengan keluarga. Papa hanya diam, hanya dia orang yang tak pernah menuntut ku tentang pernikahan. Sedangkan Mama! ia sebenarnya lebih cerewet dari Om Beni."Den, Mama kenalin sama anak temen mama ya, Mama kenalin sama si A, Mama kenalin sama si B!" Sampai pusing aku dengarnya. Sekali dua kali aku ikuti kemauan mama.Sesi perkenalan lancar, sesi pendekatan? Rata-rata gagal total karena mereka menganggap aku aneh, mencintai mahluk berbulu. Kucing!Kadang ada yang juga masih mau menerima tapi aku tahu dia hanya pura-pura. Aku yakin orang tuanya memaksa untuk tetap bersabar sampai menikah denganku. Aku dengar saat mereka tengah m

  • Kejutan Saat Aku Pulang Membawa Istri Baru   Seperih ini

    "I-itu hanya masalah kecil saja, Man. Tak perlu di ungkit lagi!" jawab Ibu makin membuat penasaran. Apa mereka punya hubungan atau mereka mantan kekasih."Bu, menceritakan masa lalu pada anaknya itu ngga salah. Anggap saja sejarah!" Aku masih coba membujuk.Ibu mengeleng kepala dan melanjutkan menyiram tanaman."Kamu itu! Udahlah, sana pergi makan!" Ibu mencoba mengalihkan perhatianku. Aku tak peduli, aku harus tahu masa lalu mereka."Jangan-jangan Ibu dan Bapak Nisa pernah ...." Aku tak melanjutkan kata-kataku, tapi dua jariku kusatukan menandakan bahwa mereka pernah berdekatan."Apa maksud kamu? Kamu pikir Ibu sama Mertuamu itu pernah pacaran begitu?" Aku mengangguk.Ibu menonyol kepalaku, "kamu itu pikirannya negatif Mulu!"Aku terkekeh, "abis Ibu tak mau cerita!""Baik, biar ibu ceritakan. Tadinya ibu sudah berusaha memaafkan karena melihat besarnya cintamu pada Nisa. Tapi, karena kamu memaksa ....""Udah ayo cerita, Bu! Jangan kepanjangan ceramahnya!" Kupotong ucapan Ibu yang bel

  • Kejutan Saat Aku Pulang Membawa Istri Baru   Bimbang

    PoV NisaAku harus mencari pengganti Ningsih, dia bilang kemarin sempat cek pakai testpack di kamar mandiku dan terlihat dua garis walau agak buram. Saat aku mencarinya, ketika dia menyuruhku untuk mamastikan. Nyatanya sudah tak ada.Beruntung dia, setelah lama mengidamkan anak dalam pernikahannya akhirnya ia dapatkan juga. Penuh syukur.Namun, tetap berimbas padaku, aku harus mencari baby sitter baru untuk anakku. Karena Ningsih ingin benar-benar bed rest.Kesal dengan semua ulah Mas Arman! Dia itu makin menyebalkan. Beruntung aku punya teman macam Pak Denis, kita itu satu alur. Sama-sama pecinta kucing."Kamu suka kucing dari dulu, kenapa tak memelihara?" tanya Pak Denis waktu kami tengah bermain dengan ratusan ekor kucing yang super gembul.Aku menggaruk kepala, seketika ada kutu hinggap."Anu, Pak! Suamiku tak suka, bahkan dia jijik katanya." Kukatakan saja sejujurnya. "Benarkah?" Pak Denis terlihat tak yakin, sesaat sepertinya ia tengah berfikir."Bagaimana kalau kamu bawa aja b

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status