Share

Awal Mula

Penulis: Emmy Liana
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-09 20:24:39

Setelah selesai membereskan pekerjaan, Hani bergegas keluar dari kediaman mewah majikannya. Hani melewati taman belakang, dan berjalan santai menuju ke arah kamarnya. Jarak menuju kamar pelayan memang sedikit memakan waktu kurang lebih tiga menit.

"Ehem." Suara deheman seorang pria mengagetkan Hani, dan dia menoleh.

"Ka--mu?" Hani melonjak kaget, dan mendekapkan tangan di dadanya.

"Kenapa? Kamu kangen sama aku?" tanya pria itu tanpa basa basi. Melangkah maju mendekati Hani yang kini terpaku berdiri, masih belum mengusai keadaan, akibat rasa kagetnya.

"Bukan begitu, aku hanya kaget dengan suara kamu," jawab Hani asal.

"Oh." Pria itu mendengus kesal, melihat reaksi kaget Hani, yang terlalu berlebihan baginya.

Pria itu lalu berdiri sejajar dengan Hani, sambil bersiul pelan. Entah kenapa keduanya diliputi rasa canggung yang tiba-tiba. Tak tahu harus berbicara apa lagi.

Hani teringat dengan tujuannya jika bertemu dengan pria itu lagi. Perlahan dia mengambil sapu tangan dari balik saku bajunya dan menyodorkannya pada pria itu.

"Tadi siang, aku berniat mengembalikannya pada kamu di pos depan. Tapi, di sana penjaganya tak ada kamu. Akhirnya, aku bisa menemukan kamu. Mencari keberadaan kamu, seperti mencari jarum di tumpukan jerami," gerutu Hani.

"Apa? Kamu mencari aku di pos jaga?" Pria itu bertanya pada Hani sambil tertawa lebar.

"Kok kamu malah ketawa, apa ada yang salah? Terus, aku harus mencari kamu ke mana, dong?" tanya Hani polos. Tak mengerti ke arah mana letak kelucuan yang menyebabkan pria di hadapannya tertawa.

"Memangnya kenapa kamu begitu yakin kalau aku berada di depan pos jaga. Hum?"

"Terus biasanya, tempat peristirahatan tukang kebun di mana?" tanya Hani polos--lagi.

"Hahahhahahahhaa"

Pria di hadapan Hani tertawa keras hingga memegang perutnya. Sambil tertawa, pria itu berpikir Hani memang benar-benar berbeda. Antara polos dan lugu memang beda tipis. Sekali pun pria itu menyadarinya, tapi entah kenapa lagi pikiran pria itu merasa nyaman berlama-lama berbincang dengan Hani.

Setelah tawanya berhenti, pria itu bertanya pada Hani, "Kenapa kamu bisa berpikir aku berada di sana?"

"Ya cuma itu saja tempat yang bisa aku tanyakan."

Pria itu menggelengkan kepalanya. Merasa lucu dengan jawaban Hani. Tapi, jawaban Hani selalu berhasil mengusik semua kecanggungan di antara mereka.

"Habisnya aku lupa menanyakan siapa nama kamu. Tadi siang pas aku ke pos jaga berniat mengembalikan sapu tangan kamu, mereka bertanya, "Mau cari siapa?" Aku bingung dong mau jawab apa."

"Niko." Pria itu mengulurkan tangannya pada Hani.

Hani menatap lama mata pria itu. Tak ada raut yang menunjukan penipuan dari sana. Namun, ada rasa sedikit ragu memang dalam hati Hani.

Mungkinkah pria ini memiliki tujuan jahat dalam hatinya?

Dengan hati-hati, akhirnya Hani memutuskan menerima ajakan pertemanan pria itu. Hani menyambut tangan Niko dan bersalaman dengannya.

"Hani."

"Mulai sekarang, kita adalah teman baik. Saling percaya dan terbuka berbicara masalah masing-masing. Dan, jangan cari aku lagi di depan pos jaga atau tempat peristirahatan tukang kebun yah," ungkap pria itu serius.

"Terus ke mana dong?"

"Nggak usah cari aku. Kita akan sering bertemu di sini setiap malam."

"Kenapa harus malam? Kalau siang, kamu ke mana? Apa kamu hantu?" Hani bergidik ngeri membayangkan dia sedang berbicara dengan hantu.

Melihat tingkah Hani, Niko tersenyum lucu melihat tingkah Hani. Sungguh, dia tak menyangka keluguan dan kepolosan Hani bisa menghiburnya.

"Aku sibuk bekerja kalau siang Hani," jelas Niko padanya.

"Oh, ternyata kamu bukan hantu. Hanya manusia seperti saya," gumam Hani pelan, sebelum kembali berkata, "oh, iya! Ini, sapu tangan kamu."

Niko lalu menerimanya dengan cepat dan berkata, "Terima kasih." 

Keduanya lalu duduk di sebuah bangku taman. Tempat di mana kini mereka sering duduk bersama tanpa sadar.

Hani terdiam dan hanya menundukkan kepalanya. Tak tahu harus berbicara apa lagi dengan pria yang baru saja menawarkan diri menjadi temannya.

Pikiran Hani melayang, memikirkan dirinya, dan kepedihan yang dialaminya. Tanpa terasa, air mata jatuh dengan sendiri mengalir di pipinya. Semua pembicaraan majikannya tadi siang menusuk hatinya. Betapa menyakitkan baginya. Sulit dipercaya, bagaimana suaminya begitu lihai menipu dia dan nyonya Greta secara bersamaan.

"Sudahlah! Kalau aku jadi kamu, aku akan membalaskan rasa sakitku, ketimbang hanya duduk dan menangis seperti ini."

"Tapi, bagaimana caranya? Aku nggak tahu," gumam Hani lemas, "lagi pula, bagaimana caranya? Aku nggak tahu. Aku takut melukai orang lain."

Niko menggelengkan kepalanya. Tak menyangka masih ada wanita yang begitu memiliki hati seputih Hani. Sepertinya, Hani memang benar-benar polos. Sifatnya sangat lembut, dan tak tega untuk menyakiti orang lain, meski orang lain telah menyakitinya dalam-dalam.

Niko membisikkan sesuatu di telinga Hani, terlihat sangat serius. Lalu, Hani mendengarkan dengan seksama dan mengangguk tanda mengerti.

Melihat senyum di bibir Hani, Niko juga ikut tersenyum. 

Rasanya, Niko sudah mulai bisa mengerti dengan Hani. Hanya perlu kesabaran, dan memberi pengertian agar Hani bisa memahami, apa arti balas dendam yang dimaksud Niko.

Bukan apa-apa, Niko hanya ingin mengarahkan agar Hani bisa menjadi wanita tangguh dan bisa melindungi dirinya sendiri dari perlakuan tak adil orang lain. Mengingat, sifat Hani yang sepertinya mudah diperdaya.

"Sudah, kalau kamu mengerti sekarang aku akan pulang ke rumah."

Hani mengangguk, dia juga berdiri tanpa bertanya apa pun lagi dan menuju ke kamarnya. "Ya, aku juga sudah mengantuk. Terima kasih kamu sudah mau menjadi temanku. Kamu adalah orang yang pertama yang mau berteman denganku. Terima kasih juga kemarin malam sudah menolong saya. Jika.tidak, mungkin saat ini saya sudah tak ada di dunia."

Entah mengapa, ada rasa hangat yang mengalir di dada Niko dengan pengakuan polos dari Hani.

"Terima kasih juga untuk ide yang sudah kamu ceritakan. Semoga, saya bisa melakukan pembalasan dengan cara yang tak terlihat, tapi bisa terasa menyakitkan bagi dia yang sudah melukai hati saya saat ini." Hani kembali berterima kasih. 

Memang, ide dari Niko buat dia tersadar sesuatu. Jika membalaskan dendam tidak dengan menyakiti secara fisik saja, tapi melakukannya dengan cara yang paling elegan. Bermain halus, sampai tak ada yang mengira kalau dia adalah pelakunya.

"Tunggu saja kamu, mas! Kamu dan keluarga kamu tak bisa berkutik lagi," ucap Hani. Dia cukup merasa lega sudah mendapatkan nasihat yang terbaik dari temannya.

Sementara itu, Niko berjalan pelan menuju ke taman depan dan melewati pos jaga. Terlihat, beberapa orang satpam yang tak sengaja melihat kehadirannya dan menundukkan kepala ke arahnya.  Memberi tanda hormat pada sang majikan yang jarang terlihat.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Phin Jiu
mana yang lebih baik
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Kejutan di Rumah Majikan   Kenyataan pahit

    Niko mendekati mbok Rumi, menantikan jawaban pasti darinya. Sesuatu yang sangat berharga milik kakaknya sudah dibongkar."Katakan padaku mbok, apa yang hilang," pinta Niko menekankan.Mbok Rumi semakin ketakutan, saat ibu Siti dan Nita juga turut masuk ke dalam kamar majikannya."Kalian sedang ingin tahu tentang apa? Bertanyalah padaku atau Nita. Kami bisa menjawabnya."Tiba-tiba ibu Siti bersuara, dan masuk ke kamar.Niko mendekati kedua wanita ular itu, lalu menatap wajah mereka satu per satu dengan tatapan tak suka."Jelaskan padaku, kemana semua barang-barang milik kakakku!" Cecar Niko pada ibu Siti."Kalau semua barang-barang milik Greta hilang bukan salah kami, dong. Kamu sebagai adiknya yang harusnya bertanggung jawab."Jawab ibu Siti dengan enteng."Maksud kamu apa?""Semua barang-barang milik Greta sudah dijual.""Semuanya salah kamu nak Niko, semua aset dan kekayaan milik menantuku kamu ambil alih, hanya tersisa perusahaan yang keuntungannya per tahun tak seberapa. Jadi wajar

  • Kejutan di Rumah Majikan   Meminta maaf

    "Nak Hani," panggil ibu Siti.Hani menoleh ke arah suara, dan memandang tajam ke arah ibu Siti. Wajah ibu Siti menampakan senyum terbaiknya. Membuat hati Hani sedikit lega. Pastinya ibu Siti tak mendengarkan perbincangan mereka barusan."Ayo kita makan siang nak, mbok Rumi sudah menyiapkan hidangan spesial untuk menyambut kedatangan kalian di rumah ini."Ibu Siti mengajak Hani dengan nada yang begitu lembut, seakan tak pernah terjadi apa-apa di antara mereka. Melihat tindakan ibu Siti yang tak biasa seperti ini, Hani sudah bisa menebak. Sepertinya ada sesuatu yang diinginkan oleh Ibu Siti yang mulai baik padanya. Dengan telaten ibu Siti menyendukkan nasi ke piring milik Hani. Hanya pada piring Hani, dia tak perduli dengan wajah cemberut Nita. Bram malah tersenyum melihat kelembutan ibunya."Makan yang banyak ya nak Hani, masakan mbok Rumi sangat enak lho," ucap ibu Siti.Seolah Hani tak tahu itu.Hani memutar bola matanya, rasanya malas sekali mendengar wanita penjahat ini tiba-tib

  • Kejutan di Rumah Majikan   Obat yang salah

    "Di mana kak Greta?Mata Niko memandang sekeliling ruangan itu, tapi kakaknya tak ada.Niko segera berdiri lalu berniat mencari keberadaan kakaknya."Niko, tunggu!"Suara Bram menghentikan langkah Niko. Tapi tak diindahkan olehnya. Niko melangkahkan kakinya menuju lantai atas, di mana kamar kakaknya.Wajah ibu Siti dan Nita berubah memucat. Mereka saling berpegangan tangan. Mungkin mereka sedang melakukan sebuah kesalahan, hingga wajah mereka ketakutan seperti itu. Apa lagi Bram tak kalah paniknya.Saat sudah tiba di depan pintu kamarnya, Niko tampak ragu membuka pintu kamar milik kakaknya itu. Belum juga di meraih handle pintu, seorang wanita dengan riasan berantakan, dan rambut kusut keluar dari kamar itu."Hei, siapa kamu?"Bentak Niko pada wanita itu, sehingga dia menjadi kaget setengah mati.Sedetik kemudian dia memandang wajah Niko, lalu mendekatinya."Tanyakan saja pada pria yang sudah membayar jasa saya semalam."Jawab wanita itu ketus, tak perduli lalu pergi tak menghiraukan

  • Kejutan di Rumah Majikan   Mbak Via

    Semua yang berada di dalam ruangan saling bergantian memberikan selamat pada Hani dan Niko. Bapak terlihat meneteskan air mata, saat melihat Hani. Begitu pun dengan ibu, tak berhenti mengucapkan doa agar Hani dan Niko merasa bahagia.Keputusan telah dibuat, satu bulan lagi mereka akan menikah. "Bapak dan ibu tenang saja. Semua urusan pernikahan, aku yang akan siapkan."Ucap Niko pada kedua calon mertuanya."Terima kasih nak, bapak dan ibu mempercayakan semuanya pada nak Niko."Jawab Bapak.Dia merasa tenang, sepertinya Niko adalah pria yang baik. Apa pun yang menjadi keputusan Hani adalah yang terbaik bagi dirinya. Ibu memeluk Hani, merasa terharu. Hani sudah mendapatkan kepahitan di masa lalunya.Dia berhak menemukan kebahagiaannya saat ini. Dan Niko adalah pria yang tepat baginya. Ponsel Niko berdering, layar ponselnya menyala. Sepertinya panggilan dari nomor telpon rumah nyonya Greta kakaknya."Halo, tuan Niko."Suara mbok Rumi terdengar pelan sekali."Mbok Rumi ada apa menelpon?

  • Kejutan di Rumah Majikan   Lamaran

    Hani pulang dengan rasa bahagia. Momen terindah yang tak dapat dilupakan olehnya. Niko benar-benar memperlakukannya dengan sangat baik. Tak ada alasan bagi Hani untuk menolak dirinya.Bahkan Hani tak bisa memejamkan mata, mengingat setiap kata yang diucapkan oleh Niko tadi saat melamar dirinya. Ini bukan mimpi, dan inilah kenyataannya. Hani memandang tangannya, yang saat ini cincin berlian bertahta indah melingkar di jarinya.Entah apa yang dipikirkan oleh Niko. Kenapa permintaannya terlalu mendadak seperti ini. Sudahlah, Hani tak ingin banyak berpikir, biarkan semuanya berjalan sebagaimana mestinya.Sinar matahari pagi menerobos kaca jendela kamar Hani. Bunyi ponselnya yang berisik membangunkannya. Tangan Hani meraih ponsel di atas nakas, lalu menggeser layarnya."Halo sayang," sapa Niko terdengar sangat gembira dari seberang."Apa kamu sudah bangun? Cepatlah bersiap, aku akan mengajak kamu ke suatu tempat." Hani mengernyitkan dahinya."Mau ke mana?""Sudah jangan banyak bertanya, ha

  • Kejutan di Rumah Majikan   Cincin berlian

    Tepat pukul 19.00 mobil Niko sudah masuk ke halaman rumah Hani. "Hani, nak Niko sudah datang, cepatlah keluar."Pinta ibu sambil mengetuk pintu kamar Hani berulang kali.CeklekPintu kamar Hani terbuka.Melihat Hani keluar dari kamar membuat bapak dan ibu takjub.Hani mengenakan gaun berwarna hitam panjang, dengan belahan samping hingga sampai di paha. Memperlihatkan pahanya yang putih dan mulus. Gaun yang sangat pas di tubuh ramping miliknya. Polesan make up yang sedikit berbeda malam ini membuat penampilannya semakin memukau."Cantik sekali putri ibu," ucap ibu memuji putrinya."Bapak mengira kamu ini bidadari nak. Kamu cantik sekali." Bapak juga tak ingin kalah, memuji penampilan putrinya."Jika Niko melihat kamu, bapak yakin dia tak akan mengantarkan kamu pulang nak. Bisa gawat ini."Ucap bapak berkelakar.Membuat ibu dan Hani tertawa."Sudah pak, cukup guyonannya. Kasihan nak Niko kalau menunggu terlalu lama di luar." Ucap ibu meminta berhenti.Bapak dan ibu mengantar Hani keluar

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status