Share

Jawaban

Author: Emmy Liana
last update Last Updated: 2022-11-09 20:14:37

Hani bangun dari tidurnya. Apa yang terjadi malam tadi cukup membuat badannya menjadi pegal. Apalagi, saat diturunkan secara sengaja oleh pria tak dikenal itu. Hani tersenyum sendiri mengingat kejadian konyol itu lagi. Akhirnya, Hani bergegas bersiap membersihkan diri lalu memakai seragam pelayan dan masuk segera ke kediaman mewah nyonya Greta.

Kini sarapan sudah siap dihidangkan di atas meja. Kedua majikannya turun dari lantai atas. Tuan dan nyonya majikan kini duduk menyantap sarapan pagi mereka.

"Sayang," panggil Bram dengan suara yang dibuat selembut mungkin, hingga membuat Hani jijik.

"Iya?"

"Boleh nggak ibu dan adikku berkunjung ke mari? Mereka sangat kangen sama aku."

Nyonya Greta memandang wajah suaminya beberapa saat. Membuat hati Bram berdetak lebih kencang, khawatir akan jawaban Greta yang akan mengecewakan.

Namun, perempuan itu tersenyum manis, membuat hati Bram sedikit lega.

Istrinya itu lalu menganggukkan kepala menyetujui permintaan suaminya.

"Boleh dong, sayang! Orang tua kamu juga orang tua aku, kan?"

"Terima kasih ya sayang! Kamu benar-benar sangat mengerti aku." Bram mengambil tangan istrinya lalu mengecupnya lembut. Nyonya Greta merasa senang diperlakukan istimewa oleh Bram.

Di sisi lain, Hani memutar bola matanya malas. Seketika, dia mengingat hubungannya dulu dengan Bram. Bahkan, mengucapkan kata sayang pun tak pernah keluar dari mulut buaya pria ini. 

"Hani, setelah ini tolong bersihkan kamar atas yah!" pinta nyonya Greta padanya, membuat Hani tersadar dari lamunannya. Segera, Hani mengangguk patuh.

Beberapa pelayan mulai membersihkan meja makan, setelah kedua majikannya selesai sarapan, sedang Hani naik ke lantai atas.

*****

Perlahan, Hani membereskan ranjang. Jejak- jejak kenikmatan semalam dari majikannya di atas ranjang ini masih terpampang nyata. Hani segera melepaskan kain sprei yang penuh noda itu dan membereskannya. Pahit, namun harus dijalani. Belajar ikhlas, lalu tersenyum. Semua akan baik-baik saja.

"Dek!" Suara Bram mengangetkan Hani. Tiba-tiba saja, pria itu sudah berada di dalam kamar.

"Maaf tuan, kamar anda masih saya bereskan. Silahkan tuan menunggu di luar," ucap Hani berpura-pura tidak mengenal. Jujur, dia masih kesal  mengingat kejadian semalam.

"Dek, mas mau bicara. Mas mau minta maaf. Mas terpaksa melakukan ini." Lagi, Bram berusaha memberi alasan. Pria itu bahkan berusaha untuk meraih tangan Hani, yang jelas ditepisnya cepat.

"Saya nggak peduli, tuan! Itu bukan urusan saya."

"Dek, kok kamu gitu jawabnya sama mas? Biasanya, kamu penurut dan lembut. Kamu juga selalu mendengarkan perkataanku."

Telinga Hani memanas. Dia berbalik ke arah Bram. Matanya sudah berkaca-kaca.

Sungguh, Hani tak ingin terlalu lama berurusan dengan pria itu. Dia tahu betul posisinya saat ini seperti apa, dan konsekuensi yang harus didapat jika dia ketahuan memiliki hubungan dengan suami majikannya ini.

"Tuan, Anda tak pantas untuk berbicara dengan pelayan seperti saya!" tegas Hani. Lalu keluar dari kamar majikannya sambil membawa semua pakaian kotor menuju ke lantai bawah.

Hani mencuci pakaian kotor kedua majikannya, termasuk kain sprei yang digunakan mereka semalam menghabiskan malam panas.

"Apa maksud Bram? Dia pikir aku mau percaya perkataannya?" gerutu Hani kesal.

Tanpa sadar, Hani melihat sapu tangan pria semalam. Dengan cepat, Hani memilih mencucinya menggunakan tangan. Lama Hani memandang sapu tangan berwarna biru dongker itu. Ada inisial NW di satu sudut sapu tangan itu. Kelihatan biasa, tapi sangat elegan dan terlihat ma--hal?

Namun, Hani segera mengeyahkan pikirannya. Dengan cepat, dia kembali bekerja. Hani harus segera mengembalikan sapu tangan itu pada pemiliknya, sekaligus berterima kasih sudah mengeluarkan dari percobaan bunuh diri.

Dan yang lebih penting, dia tertarik menggunakan cara balas dendam seperti yang dikatakan oleh pria itu padanya! 

***

Hani sudah selesai mengerjakan pekerjaan bagiannya. Jadi, dia keluar menuju ke depan di pos jaga para petugas keamanan menjaga keamanan di rumah mewah ini.

"Cari siapa mbak?" Seorang pria bertubuh tinggi besar bertanya pada Hani yang sibuk menoleh, mencari sosok yang semalam berjumpa dengannya. Namun, wajah pria itu tak ada di barisan petugas keamanan di sana.

Hani lupa menanyakan nama pria semalam, dia bingung.

"Maaf, Pak! Tidak jadi." Hani berbalik dan beranjak pergi.

Bodoh! Seharusnya, semalam dia bertanya siapa nama pria itu.

"Bodoh -- bodoh." Hani tak henti merutuki dirinya sepanjang jalan menuju ke rumah besar kembali sambil menepuk jidatnya berulang kali, "Kenapa semalam aku bisa lupa menanyakan siapa namanya? Dia tukang kebun atau petugas kemanan sih? Kok susah sekali mencari keberadaannya." 

Sungguh! Hani merasa kesal dengan dirinya sendiri. Dia menyalahkan sikap cerobohnya semalam. Setelah dibantu, dia malah tak menghiraukan pria yang sudah menolongnya. Bahkan, Hani tidak bertanya namanya?

'Sudahlah, nanti pasti akan berjumpa lagi,' hibur Hani pada dirinya sendiri.

Dia lalu melanjutkan perkerjaannya lagi.

Namun, suara Nyonya Greta terdengar dari ruang tengah. Sepertinya, sedang berbincang dengan mas Bram. Hani memilih acuh, mengambil alat pel dan mulai mengepel rumah majikannya itu.

"Sayang, makasih ya! Uang yang kamu transfer kemarin sudah dibelikan perhiasan oleh ibu di kampung. Dia sangat senang sekali katanya."

"Iya mas, sama-sama. Aku juga sangat senang jika ibu merasa bahagia. Jadi, kapan ibu dan Nita datang kemari mengunjungi kita?"

"Rencananya, mungkin minggu depan sayang."

"Baiklah mas. Sekarang aku ke kantor dulu. Mau meeting sama klien."

"Iya sayang, jangan khawatir. Mau aku antari?"

"Nggak usah sayang, kamu istirahat saja di rumah." Nyonya Greta mengambil tasnya lalu keluar dari rumah mewahnya, mengendarai mobilnya sendiri.

Hani yang tak sengaja mendengar perbincangan kedua majikannya, seketika teringat kembali pertemuannya dengan sang mertua.. Saat itu, dia sedang menerima panggilan telpon entah dari siapa.

Ada banyak perubahan dalam rumah ibu mertua. Pakaian baru dan perhiasan mas di leher dan tangan masing-masing pada keduanya. Kalung dan gelang yang pasti beratnya mencapai lebih dari 10 gram. Terlihat dari besar dan tebal ukurannya.

Ibu mertua dan mbak Nita tak bekerja, pastilah seseorang di balik telpon itu yang memberikan pada mereka. Tapi siapa penelpon itu. Apakah seorang pria atau wanita? Hani tak tahu.

Setahu Hani, Bram juga sudah tak memiliki saudara jauh. Kenapa saat mas Bram meninggal sepertinya kehidupan mereka mulai berubah drastis jadi lebih mewah?

Perabot rumah, seperti sofa tamu dan televisi berganti dengan yang lebih bagus dan mahal. Rumah juga dicat lagi. Bahkan, pagar bambu pun berganti menjadi gerbang besi.

Kini, terjawab sudah semuanya.

"Kalian semua adalah lintah dan benalu untuk Nyonya Greta," lirih Hani, geram. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kejutan di Rumah Majikan   Kenyataan pahit

    Niko mendekati mbok Rumi, menantikan jawaban pasti darinya. Sesuatu yang sangat berharga milik kakaknya sudah dibongkar."Katakan padaku mbok, apa yang hilang," pinta Niko menekankan.Mbok Rumi semakin ketakutan, saat ibu Siti dan Nita juga turut masuk ke dalam kamar majikannya."Kalian sedang ingin tahu tentang apa? Bertanyalah padaku atau Nita. Kami bisa menjawabnya."Tiba-tiba ibu Siti bersuara, dan masuk ke kamar.Niko mendekati kedua wanita ular itu, lalu menatap wajah mereka satu per satu dengan tatapan tak suka."Jelaskan padaku, kemana semua barang-barang milik kakakku!" Cecar Niko pada ibu Siti."Kalau semua barang-barang milik Greta hilang bukan salah kami, dong. Kamu sebagai adiknya yang harusnya bertanggung jawab."Jawab ibu Siti dengan enteng."Maksud kamu apa?""Semua barang-barang milik Greta sudah dijual.""Semuanya salah kamu nak Niko, semua aset dan kekayaan milik menantuku kamu ambil alih, hanya tersisa perusahaan yang keuntungannya per tahun tak seberapa. Jadi wajar

  • Kejutan di Rumah Majikan   Meminta maaf

    "Nak Hani," panggil ibu Siti.Hani menoleh ke arah suara, dan memandang tajam ke arah ibu Siti. Wajah ibu Siti menampakan senyum terbaiknya. Membuat hati Hani sedikit lega. Pastinya ibu Siti tak mendengarkan perbincangan mereka barusan."Ayo kita makan siang nak, mbok Rumi sudah menyiapkan hidangan spesial untuk menyambut kedatangan kalian di rumah ini."Ibu Siti mengajak Hani dengan nada yang begitu lembut, seakan tak pernah terjadi apa-apa di antara mereka. Melihat tindakan ibu Siti yang tak biasa seperti ini, Hani sudah bisa menebak. Sepertinya ada sesuatu yang diinginkan oleh Ibu Siti yang mulai baik padanya. Dengan telaten ibu Siti menyendukkan nasi ke piring milik Hani. Hanya pada piring Hani, dia tak perduli dengan wajah cemberut Nita. Bram malah tersenyum melihat kelembutan ibunya."Makan yang banyak ya nak Hani, masakan mbok Rumi sangat enak lho," ucap ibu Siti.Seolah Hani tak tahu itu.Hani memutar bola matanya, rasanya malas sekali mendengar wanita penjahat ini tiba-tib

  • Kejutan di Rumah Majikan   Obat yang salah

    "Di mana kak Greta?Mata Niko memandang sekeliling ruangan itu, tapi kakaknya tak ada.Niko segera berdiri lalu berniat mencari keberadaan kakaknya."Niko, tunggu!"Suara Bram menghentikan langkah Niko. Tapi tak diindahkan olehnya. Niko melangkahkan kakinya menuju lantai atas, di mana kamar kakaknya.Wajah ibu Siti dan Nita berubah memucat. Mereka saling berpegangan tangan. Mungkin mereka sedang melakukan sebuah kesalahan, hingga wajah mereka ketakutan seperti itu. Apa lagi Bram tak kalah paniknya.Saat sudah tiba di depan pintu kamarnya, Niko tampak ragu membuka pintu kamar milik kakaknya itu. Belum juga di meraih handle pintu, seorang wanita dengan riasan berantakan, dan rambut kusut keluar dari kamar itu."Hei, siapa kamu?"Bentak Niko pada wanita itu, sehingga dia menjadi kaget setengah mati.Sedetik kemudian dia memandang wajah Niko, lalu mendekatinya."Tanyakan saja pada pria yang sudah membayar jasa saya semalam."Jawab wanita itu ketus, tak perduli lalu pergi tak menghiraukan

  • Kejutan di Rumah Majikan   Mbak Via

    Semua yang berada di dalam ruangan saling bergantian memberikan selamat pada Hani dan Niko. Bapak terlihat meneteskan air mata, saat melihat Hani. Begitu pun dengan ibu, tak berhenti mengucapkan doa agar Hani dan Niko merasa bahagia.Keputusan telah dibuat, satu bulan lagi mereka akan menikah. "Bapak dan ibu tenang saja. Semua urusan pernikahan, aku yang akan siapkan."Ucap Niko pada kedua calon mertuanya."Terima kasih nak, bapak dan ibu mempercayakan semuanya pada nak Niko."Jawab Bapak.Dia merasa tenang, sepertinya Niko adalah pria yang baik. Apa pun yang menjadi keputusan Hani adalah yang terbaik bagi dirinya. Ibu memeluk Hani, merasa terharu. Hani sudah mendapatkan kepahitan di masa lalunya.Dia berhak menemukan kebahagiaannya saat ini. Dan Niko adalah pria yang tepat baginya. Ponsel Niko berdering, layar ponselnya menyala. Sepertinya panggilan dari nomor telpon rumah nyonya Greta kakaknya."Halo, tuan Niko."Suara mbok Rumi terdengar pelan sekali."Mbok Rumi ada apa menelpon?

  • Kejutan di Rumah Majikan   Lamaran

    Hani pulang dengan rasa bahagia. Momen terindah yang tak dapat dilupakan olehnya. Niko benar-benar memperlakukannya dengan sangat baik. Tak ada alasan bagi Hani untuk menolak dirinya.Bahkan Hani tak bisa memejamkan mata, mengingat setiap kata yang diucapkan oleh Niko tadi saat melamar dirinya. Ini bukan mimpi, dan inilah kenyataannya. Hani memandang tangannya, yang saat ini cincin berlian bertahta indah melingkar di jarinya.Entah apa yang dipikirkan oleh Niko. Kenapa permintaannya terlalu mendadak seperti ini. Sudahlah, Hani tak ingin banyak berpikir, biarkan semuanya berjalan sebagaimana mestinya.Sinar matahari pagi menerobos kaca jendela kamar Hani. Bunyi ponselnya yang berisik membangunkannya. Tangan Hani meraih ponsel di atas nakas, lalu menggeser layarnya."Halo sayang," sapa Niko terdengar sangat gembira dari seberang."Apa kamu sudah bangun? Cepatlah bersiap, aku akan mengajak kamu ke suatu tempat." Hani mengernyitkan dahinya."Mau ke mana?""Sudah jangan banyak bertanya, ha

  • Kejutan di Rumah Majikan   Cincin berlian

    Tepat pukul 19.00 mobil Niko sudah masuk ke halaman rumah Hani. "Hani, nak Niko sudah datang, cepatlah keluar."Pinta ibu sambil mengetuk pintu kamar Hani berulang kali.CeklekPintu kamar Hani terbuka.Melihat Hani keluar dari kamar membuat bapak dan ibu takjub.Hani mengenakan gaun berwarna hitam panjang, dengan belahan samping hingga sampai di paha. Memperlihatkan pahanya yang putih dan mulus. Gaun yang sangat pas di tubuh ramping miliknya. Polesan make up yang sedikit berbeda malam ini membuat penampilannya semakin memukau."Cantik sekali putri ibu," ucap ibu memuji putrinya."Bapak mengira kamu ini bidadari nak. Kamu cantik sekali." Bapak juga tak ingin kalah, memuji penampilan putrinya."Jika Niko melihat kamu, bapak yakin dia tak akan mengantarkan kamu pulang nak. Bisa gawat ini."Ucap bapak berkelakar.Membuat ibu dan Hani tertawa."Sudah pak, cukup guyonannya. Kasihan nak Niko kalau menunggu terlalu lama di luar." Ucap ibu meminta berhenti.Bapak dan ibu mengantar Hani keluar

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status