Sebuah brownies coklat matang dengan sempurna. Nyonya Greta mengeluarkannya dari oven listrik miliknya. Lalu menghirup aroma brownis yang masih mengeluarkan uap panasnya. Sambil tersenyum puas dan bergumam,"Sempurna.""Mbok Rumi, tolong bangunkan ibu mertua dan ipar ku di kamarnya."Pinta nyonya Greta sambil menata kue di atas piring saji dan menuangkan teh pada empat cangkir gelas.Nyonya Greta berniat intuk meminum teh di taman belakang."Baik nyonya. " Jawab mbok Rumi.Segera dia menuju ke kamar tamu. Saat mbok Rumi hendak mengetuk pintu kamar tamu majikannya, pintu dibuka dari arah dalam. Ibu Siti dan Nita sepertinya baru selesai mandi."Selamat sore, ibu Siti dan mbak Nita diminta nyonya Greta menuju taman belakang.Dengan sopan mbok Rumi mengatakan apa yang diminta nyonya Greta padanya.Wajah ibu Siti terlihat kecut, tak menampakkan keramahan di sana.Diikuti juga oleh Nita, yang dengan sombongnya melewati mbok Rumi tanpa permisi. Mbok Rumi hanya menghela napas, dengan tingkah me
A--duh, kok perut ibu mendadak sakit yah?"Ibu Siti mengeluhkan perutnya terasa melilit sakit, diikuti oleh Nita yang juga merasakan hal yang sama.Gegas Nita berdiri berniat menuju ke belakang."Tu--nggu Nit, biar ibu dahulu yang ke belakang." Ibu Siti menghentikan langkah putrinya, namun Nita tak menjawab memilih berlari menuju ke belakang."A--duh Nita! Perut ibu sakit, pengen ke belakang." Teriak ibu Siti, namun tak diindahkan oleh Nita yang sudah masuk terlebih dahulu ke toilet.Mau tak mau ibu Siti berlari menuju ke kamarnya, dia berlari kecil sambil memegang perutnya yang terasa sakit.Greta dan Bram hanya saling berpandangan melihat tingkah ibu Siti dan Nita. Ada apa dengan keduanya. Sambil terus melanjutkan makan malam mereka, ibu Siti dan Nita terlihat beberapa kali berlari bergantian menuju ke toilet. Hingga ke lima kalinya, ibu Siti sudah tak memiliki tenaga lagi."Bram, kenapa perut ibu sakit sekali ya. Kok berbarengan sama Nita. Apa kue buatan istri kamu dari bahan yan
"Nyonya sudah ditunggu nyonya Greta di meja makan."Ucap Winda dengan sopan sesuai permintaan Ibu Siti pada para pelayan.Wajah ibu Siti tersenyum senang, ada rasa bangga tersendiri saat seorang pelayan menyebutnya dengan sebutan nyonya. Dengan angkuh dia berjalan mendahului Winda. Diikuti oleh putri kesayangannya, menuju meja makan. Dimana putra dan menantunya sedang menunggu kedatangan mereka. Setelah duduk, nyonya Greta mempersilahkan ibu mertuanya mulai makan."Silahkan dimakan bu, ini sup daging pilihan yang Greta buat. Enak sekali, Bram sering dibuatkan sup ini setiap hari. Tau nggak bu, sup ini juga baik untuk kesehatan," ucap Bram panjang lebar.Bagaimana olahan daging pilihan dan sayuran yang harganya sangat mahal dihidangkan spesial untuk ibunya, membuat Bram sangat bersyukur. Memiliki istri yang sangat kaya raya, dan juga sangat menyayangi keluarganya. Bram sangat menghargai usaha istrinya, dengan memuji masakan istrinya.Ibu Siti membuka mangkuknya, uap sup itu masih menge
Nyonya Greta semakin kesal, apa pun yang dia lakukan semua serba salah. Segala yang dia buat penuh cinta berakhir dengan tuduhan yang menyakitkan hatinya. Tahu begini, biarlah mbok Rumi dan para pelayan yang melakukan tugasnya. Mulai besok, dia tak ingin memasak lagi."Ayolah sayang kita kembali turun menemui ibu," bujuk Bram pada istrinya itu."Tapi, aku tak mau meminta maaf. Bukan salahku menaruh belatung di sup itu," ujar Greta kekeh, tak ingin disalahkan."Baiklah, tapi setidaknya kita bicarakan baik-baik bersama ibu."Nyonya Greta akhirnya memutuskan mengikuti kemauan suaminya.Ibu mertua dan Nita masih duduk di meja makan. Saat melihat wajah Greta dan Bram turun dari lantai atas, ibu Siti memalingkan wajahnya. Dia merasa sudah dikerjai habis-habisan oleh menantunya saat ini."Bram, besok kalau mau membuatkan masakan buat ibu dan Nita, pakai perasaan dong. Jangan mentang-mentang ibu dan Nita datang dari kampung, terus pelayan kamu dengan seenaknya membuat masakannya yang menjiji
" Ibu, apa yang kalian lakukan di sini?"Wajah nyonya Greta membuat ketiga orang itu terkejut setengah mati.Wajah ibu Siti dan Nita mendadak menjadi tegang, juga tak bersuara. Kenapa Greta bisa berada di sini. Apa dia mendengar semua perkataan buruknya pada Hani. Ah, Kenapa harus secepat ini mereka ketahuan."Ibu, kenapa kalian berada di kamar Hani?" Tanya Greta penuh selidik. "Nita apa ada yang sedang kalian sembunyikan dariku di sini?" Greta bertanya penuh penekanan. "Aduh, apa yang harus aku katakan pada iparku ini. Bagaimana kalau aku salah bicara. Bisa saja Greta akan mengusir aku dan ibu. Padahal aku masih ingin berlama-lama tinggal di rumah ini, masih ingin menikmati fasilitas mewah milik kakak ipar kaya raya ini," gumam Nita dalam hatinya.Sedang Hani tak ingin ikut campur. Dia memilih diam, lebih tepatnya dia ingin sekali melihat bagaimana ibu mertua dan iparnya berdalih. "Ayolah ibu, katakanlah alasannya," gumam Hani dalam hatinya. Dia suah tak sabar mendengar jawaban
Ibu Siti tak bisa melawan rasa takutnya hingga dia jatuh ke lantai dan tak sadarkan diri. Hani menahan tawanya dan merasa berhasil mengerjai ibu mertua nyonya majikannya itu. Kemudian dia memilih kembali menuju ke kamar belakang miliknya dengan santai.Saat melewati ruang tengah, suara dengkuran Nita memenuhi ruangan ini. Hani hanya menggelengkan kepalanya melihat Nita yang tertidur pulas. Bahkan jika terjadi sesuatu pada ibu Siti di kamar tamu, dia takkan menyadarinya. Bagaimana tidak, Hani tertawa lecil, tadi saat selesai makan malam Hani membubuhkan obat tidur di gelas teh milik Nita. Semua itu demi melancarkan rencananya.Kring kring Bunyi telpon di meja kecil mengagetkan Hani.Hani mendekati meja, lalu memberanikan diri mengangkat telponnya."Halo.""Hani," panggil suara di seberang telpon."Iya nyonya, saya disini.""Saya bisa minta tolong sama kamu, katakan pada ibu mertua dan Nita, kalau aku sama mas Bram belum bisa pulang malam ini. Masih banyak urusan yang belum dilakukan d
Bram masuk ke ruangan ibu Siti. Dia tak tega melihat ibunya yang kini terbaring lemah. Sedang Nita, dia hanya menangis di samping ibunya. Teringat lagi kata dokter barusan pada mereka."Ibu anda jangan dibuat stres dahulu. Agar darah tingginya bisa dengan cepat distabilkan kembali."Bram mengusap wajahnya dengan kasar. Greta mendekati suaminya yang masih duduk di bangku panjang depan ruangan ibu Siti. Dia menggenggam tangan suaminya itu dengan erat."Sabar sayang, kita pasti bisa melewati semua ini."Bram menganggukkan kepala. Tiga hari bu Siti mendapatkan perawatan di rumah sakit. Membuat Bram dan Greta bolak balik menuju ke Rumah Sakit.Hingga siang ini ibu Siti dipulangkan. Di depan pintu rumah mewah dia turun, dipapah oleh putranya.Para pelayan menyambut mereka menyiapkan semua kebutuhan ibu Siti. Setelah ibu Siti dibaringkan di atas tempat tidur, mereka membiarkannya beristirahat."Eh pelayan," panggil Nita pada seorang pelayan di dapur."Iya, nyonya," jawab pelayan itu patuh.
Ternyata reaksi obat diet Winda sungguh sangat cepat terlihat. Baru saja diminum beberapa teguk, ibu Siti sudah keluar masuk toilet. Tanpa melihat Hani sudah sangat puas dengan hasil kerja obat buatannya. Sedang Nita masih belum mendapatkan kesempatan mengajak ibunya berbicara."Ibu kamu lama-lama sudah sangat keterlaluan mas.""Sayang, kamu kan tahu ibu itu sudah tua. Dia hanya perlu banyak perhatian dari anak-anaknya.""Tapi bukan begitu juga caranya. Selalu saja berbicara tanpa memikirkan perasan orang lain. Kalau aku memang jahat dari awal juga aku tak mau mengijinkan mereka kemari. Mereka berada di sini sudah aku sambut dengan baik, memberikan semua fasilitas terbagus dalam rumah ini. Bahkan saat makan pun kiya bersama-sama.""Iya sayang, mas mengerti dengan perasan kamu. Mas minta maaf yah, kalau ibu selalu buat kamu tersinggung."Bram lalu memeluk istrinya dalam dekapannya."Kalian sedang membicarakan ibu ya?"Tiba-tiba suara ibu Siti mengagetkan mereka. Ibu Siti berdiri di pi