"Kamu kenapa sayang? Wajahmu pucat sekali. Apa terjadi sesuatu?" Nyonya Greta lalu memandang ke sekeliling. Dia menemukan mata suaminya tertuju ke arah seorang pelayan.
"Oh, itu namanya Hani, sayang. Dia pelayan baru di rumah kita. Dan, akan tinggal bersama kita di sini. Dia baru tiba hari ini diantarkan oleh ibu Sukma. Itu lho ibu yayasan penyalur asisten rumah tangga yang biasa aku minta tolong padanya."Mata tuan besar tak berkedip melihat Hani. Membuat nyonya Greta menjadi risih."Mas, kamu kenal sama dia?" tanya nyonya Greta kesal.Pertanyaan Nyonya Greta membuat suaminya kaget dan gelagapan."Nggak sayang, mana kenal aku sama orang yang baru aku lihat sekarang," ucap si tuan besar menutup kegugupannya."Kalau begitu, ayo kita duduk makan. Hari ini aku masak spesial khusus buat kamu.""Kamu istri yang paling cantik sedunia sayang, tak hanya cantik tapi hatimu begitu sempurna bagiku.""Ah, sayang pandai sekali kamu gombalin aku, yah!"Keduanya tertawa bersama, lalu menuju ke meja makan. Meja yang sangat besar itu hanya mereka berdua yang duduk di sana. Dengan telaten, nyonya Greya memilihkan makanan pada sang suami. Setiap menu spesial buatannya hari ini, untuk menyambut sang suami kembali dari luar kota.Bunyi ponsel tuan besar berdering."Siapa, sayang?""Ini ibu sama Nita, mereka melakukan panggilan video."Nyonya Greta mengangguk, dan membiarkan suminya menggeser layarnya."Hallo nak, selamat ulang tahun dari ibu sama Nita.""Iya bu terima kasih. Bram baru tiba dari luar kota. Di rumah, aku dikasih kejutan dari istri tercinta. Kalau ibu sama Nita di sini, pasti tak hentinya ibu akan memuji kecantikan dan kebaikannya."Mereka mengobrol sambil bercerita dan tertawa bahagia.Seperti tertusuk duri, Hani menyaksikan pemandangan di hadapannya. Apa yang sebenarnya sedang terjadi dengan kehidupan rumah tangganya? Mas Bram yang sudah mati, ada di sini? Apakah ini jawaban dari segala pertanyaan dalam pikirannya, setelah dia pergi dari rumah ibu mertuanya?Perihal perabot rumah yang berubah, ponsel bagus dan perhiasan di tubuh ibu mertua dan iparnya. Mungkin, ini dari sinilah sumbernya!Hani tersenyum getir melihat kedekatan mertua dan menantu yang sangat berbeda jauh dari hidupnya selama ini. Sampai makan malam majikannya selesai, panggilan video itu masih berlanjut."Hani, bertahanlah. Kamu harus kuat." Dalam hati Hani menguatkan dirinya.Dan, dalam hatinya, juga akan menganggap tidak terjadi apa-apa. Biarkan mereka bersenang-senang di atas penderitaannya saat ini.Ternyata, selama ini, mereka sudah bekerja sama mengkhianatinya. Selama ini, mereka sangat licik dan pintar memyembunyikan rahasia sebesar ini.Hani membalikkan badan dan mengusap air matanya yang lolos begitu saja mengalir di pipinya. Dia berlari kecil menuju ke ruang belakang.Hani mengunci pintu kamar mandi, air matanya terus mengalir begitu saja. Pedih yang dia rasakan, sakit dan teramat sakit, pria yang masih bergelar suami dengannya ternyata muncul di hadapannya. Muncul dengan status baru sebagai suami dari majikannya dan bergelar tuan besar di rumah ini.Tak dapat dibayangkan perih hati Hani saat ini. Suaminya sudah tak mungkin diraih kembali. Untuk beberapa saat Hani terdiam, dia tak boleh menyerah. Harus bisa menghadapi situasi seperti ini.Hani mengusap air matanya, lalu membasuh wajahnya.Dia tak boleh terlihat rapuh di saat seperti ini. Jika mas Bram tega melakukan ini padanya, maka dia akan baik-baik saja. Tak boleh menampakkan kesedihan bagi pria brengsek seperti itu.Setelah memastikan wajahnya kembali segar, Hani keluar dari kamar mandi.Ceklek!Pintu kamar mandi terbuka, dan seseorang telah menunggunya keluar sejak tadi."Dek, kenapa kamu ke mari?" Satu pertanyaan yang berhasil kembali menusuk hati Hani."Apa urusan Anda, tuan?" jawab Hani datar."Dek, tak bisakah kamu pergi dari sini? Tolong, jangan mengganggu kehidupanku yang sudah bahagia. Aku janji aku akan membayarmu dengan banyak uang asal kamu pergi jauh dari sini."Perkataan yang begitu meyakitkan dikeluarkan dari suami yang dicintai Hani. Setelah memiliki uang, harga dirinya sebagai istri seolah tak ada. Hani tersenyum miring."Tidak semudah yang tuan bayangkan! Jika saya harus pergi dari rumah ini, seberapa banyak uang yang anda miliki, tuan? Rasanya, tak akan bisa membuat saya pergi dari rumah ini. Saya rasa ini semakin menarik. Saya ingin sekali menyaksikan keharmonisan rumah tangga Tuan dan Nyonya di rumah ini," ucap Hani pelan tanpa ekspresi."Beraninya kamu, dek!" Tangan Bram terangkat ke atas, akan menampar pipi Hani."Mas Bram, apa yang kamu lakukan di sana?" Tiba-tiba, Nyonya Greta menghampiri keduanya dengan tatapan penuh curiga.Niko mendekati mbok Rumi, menantikan jawaban pasti darinya. Sesuatu yang sangat berharga milik kakaknya sudah dibongkar."Katakan padaku mbok, apa yang hilang," pinta Niko menekankan.Mbok Rumi semakin ketakutan, saat ibu Siti dan Nita juga turut masuk ke dalam kamar majikannya."Kalian sedang ingin tahu tentang apa? Bertanyalah padaku atau Nita. Kami bisa menjawabnya."Tiba-tiba ibu Siti bersuara, dan masuk ke kamar.Niko mendekati kedua wanita ular itu, lalu menatap wajah mereka satu per satu dengan tatapan tak suka."Jelaskan padaku, kemana semua barang-barang milik kakakku!" Cecar Niko pada ibu Siti."Kalau semua barang-barang milik Greta hilang bukan salah kami, dong. Kamu sebagai adiknya yang harusnya bertanggung jawab."Jawab ibu Siti dengan enteng."Maksud kamu apa?""Semua barang-barang milik Greta sudah dijual.""Semuanya salah kamu nak Niko, semua aset dan kekayaan milik menantuku kamu ambil alih, hanya tersisa perusahaan yang keuntungannya per tahun tak seberapa. Jadi wajar
"Nak Hani," panggil ibu Siti.Hani menoleh ke arah suara, dan memandang tajam ke arah ibu Siti. Wajah ibu Siti menampakan senyum terbaiknya. Membuat hati Hani sedikit lega. Pastinya ibu Siti tak mendengarkan perbincangan mereka barusan."Ayo kita makan siang nak, mbok Rumi sudah menyiapkan hidangan spesial untuk menyambut kedatangan kalian di rumah ini."Ibu Siti mengajak Hani dengan nada yang begitu lembut, seakan tak pernah terjadi apa-apa di antara mereka. Melihat tindakan ibu Siti yang tak biasa seperti ini, Hani sudah bisa menebak. Sepertinya ada sesuatu yang diinginkan oleh Ibu Siti yang mulai baik padanya. Dengan telaten ibu Siti menyendukkan nasi ke piring milik Hani. Hanya pada piring Hani, dia tak perduli dengan wajah cemberut Nita. Bram malah tersenyum melihat kelembutan ibunya."Makan yang banyak ya nak Hani, masakan mbok Rumi sangat enak lho," ucap ibu Siti.Seolah Hani tak tahu itu.Hani memutar bola matanya, rasanya malas sekali mendengar wanita penjahat ini tiba-tib
"Di mana kak Greta?Mata Niko memandang sekeliling ruangan itu, tapi kakaknya tak ada.Niko segera berdiri lalu berniat mencari keberadaan kakaknya."Niko, tunggu!"Suara Bram menghentikan langkah Niko. Tapi tak diindahkan olehnya. Niko melangkahkan kakinya menuju lantai atas, di mana kamar kakaknya.Wajah ibu Siti dan Nita berubah memucat. Mereka saling berpegangan tangan. Mungkin mereka sedang melakukan sebuah kesalahan, hingga wajah mereka ketakutan seperti itu. Apa lagi Bram tak kalah paniknya.Saat sudah tiba di depan pintu kamarnya, Niko tampak ragu membuka pintu kamar milik kakaknya itu. Belum juga di meraih handle pintu, seorang wanita dengan riasan berantakan, dan rambut kusut keluar dari kamar itu."Hei, siapa kamu?"Bentak Niko pada wanita itu, sehingga dia menjadi kaget setengah mati.Sedetik kemudian dia memandang wajah Niko, lalu mendekatinya."Tanyakan saja pada pria yang sudah membayar jasa saya semalam."Jawab wanita itu ketus, tak perduli lalu pergi tak menghiraukan
Semua yang berada di dalam ruangan saling bergantian memberikan selamat pada Hani dan Niko. Bapak terlihat meneteskan air mata, saat melihat Hani. Begitu pun dengan ibu, tak berhenti mengucapkan doa agar Hani dan Niko merasa bahagia.Keputusan telah dibuat, satu bulan lagi mereka akan menikah. "Bapak dan ibu tenang saja. Semua urusan pernikahan, aku yang akan siapkan."Ucap Niko pada kedua calon mertuanya."Terima kasih nak, bapak dan ibu mempercayakan semuanya pada nak Niko."Jawab Bapak.Dia merasa tenang, sepertinya Niko adalah pria yang baik. Apa pun yang menjadi keputusan Hani adalah yang terbaik bagi dirinya. Ibu memeluk Hani, merasa terharu. Hani sudah mendapatkan kepahitan di masa lalunya.Dia berhak menemukan kebahagiaannya saat ini. Dan Niko adalah pria yang tepat baginya. Ponsel Niko berdering, layar ponselnya menyala. Sepertinya panggilan dari nomor telpon rumah nyonya Greta kakaknya."Halo, tuan Niko."Suara mbok Rumi terdengar pelan sekali."Mbok Rumi ada apa menelpon?
Hani pulang dengan rasa bahagia. Momen terindah yang tak dapat dilupakan olehnya. Niko benar-benar memperlakukannya dengan sangat baik. Tak ada alasan bagi Hani untuk menolak dirinya.Bahkan Hani tak bisa memejamkan mata, mengingat setiap kata yang diucapkan oleh Niko tadi saat melamar dirinya. Ini bukan mimpi, dan inilah kenyataannya. Hani memandang tangannya, yang saat ini cincin berlian bertahta indah melingkar di jarinya.Entah apa yang dipikirkan oleh Niko. Kenapa permintaannya terlalu mendadak seperti ini. Sudahlah, Hani tak ingin banyak berpikir, biarkan semuanya berjalan sebagaimana mestinya.Sinar matahari pagi menerobos kaca jendela kamar Hani. Bunyi ponselnya yang berisik membangunkannya. Tangan Hani meraih ponsel di atas nakas, lalu menggeser layarnya."Halo sayang," sapa Niko terdengar sangat gembira dari seberang."Apa kamu sudah bangun? Cepatlah bersiap, aku akan mengajak kamu ke suatu tempat." Hani mengernyitkan dahinya."Mau ke mana?""Sudah jangan banyak bertanya, ha
Tepat pukul 19.00 mobil Niko sudah masuk ke halaman rumah Hani. "Hani, nak Niko sudah datang, cepatlah keluar."Pinta ibu sambil mengetuk pintu kamar Hani berulang kali.CeklekPintu kamar Hani terbuka.Melihat Hani keluar dari kamar membuat bapak dan ibu takjub.Hani mengenakan gaun berwarna hitam panjang, dengan belahan samping hingga sampai di paha. Memperlihatkan pahanya yang putih dan mulus. Gaun yang sangat pas di tubuh ramping miliknya. Polesan make up yang sedikit berbeda malam ini membuat penampilannya semakin memukau."Cantik sekali putri ibu," ucap ibu memuji putrinya."Bapak mengira kamu ini bidadari nak. Kamu cantik sekali." Bapak juga tak ingin kalah, memuji penampilan putrinya."Jika Niko melihat kamu, bapak yakin dia tak akan mengantarkan kamu pulang nak. Bisa gawat ini."Ucap bapak berkelakar.Membuat ibu dan Hani tertawa."Sudah pak, cukup guyonannya. Kasihan nak Niko kalau menunggu terlalu lama di luar." Ucap ibu meminta berhenti.Bapak dan ibu mengantar Hani keluar