Share

Rumah Majikan

"Hani, hari ini kamu ikut saya. Saya akan mengantarkan kamu ke rumah majikanmu," ucap Ibu Sukma.

Hari ini tepat tiga bulan Hani dan beberapa perempuan lain menyelesaikan pelatihan di yayasan penyalur milik ibu Sukma. Berbagai aturan, tata cara kerja yang baik, etika, hingga perilaku sopan-santun dalam melayani majikan. Beberapa rekannya sering saling menyindir, tetapi Hani tidak. Antara siapa yang lebih baik, dialah yang akan mendapatkan majikan kaya raya dan baik hati. Kadang-kadang, Hani berpikir untuk berhenti. Terlebih, dia mendengar mertua dan iparnya terlihat hidup berfoya-foya di kampung sana. Tapi, itu semua ditepis oleh Hani. Bagaimanapun, dia harus terus melangkah maju! Tidak perlu memikirkan masa lalu!

Untunglah, semua kesabarannya terbayar! Hani mendapatkan kesempatan pertama diantar menuju ke rumah majikannya. Hati Hani merasa sangat senang sekali. Semua barang-barang miliknya, sudah dia masukan ke dalam tasnya, termasuk foto pernikahannya dengan sang suami tercintanya.

*****

Sebuah mobil datang menjemput mereka. Hani diantar oleh ibu Sukma menuju rumah yang akan menjadi tempat kerja barunya. Perjalanannya ternyata memakan waktu cukup lama. Beberapa kali, Hani diajak bicara oleh ibu Sukma dan Hani hanya menjawab pertanyaan secukupnya, lalu memilih diam.

Tak terasa, dua jam sudah perjalanan mereka. Mobil yang ditumpangi oleh Hani masuk ke sebuah halaman rumah yang cukup besar. Garasi mobilnya bisa menampung beberapa mobil. Tamannya ditata dengan sangat rapi dan hijau. Dan, sungguh! Tanaman di dalamnya memanjakan mata siapapun yang memandang.

Ibu Sukma menekan bel pintu rumah mewah bercat putih itu.

Ting Tong! Ting Tong!

Beberapa kali ibu Sukma menekan belnya, hingga seseorang dari dalam terdengar membuka pintu.

Seorang wanita paruh baya, berambut lurus, tubuhnya tambun, dan pastinya tidak terlalu tinggi. Wanita paruh baya itu tersenyum pada ibu Sukma lalu mempersilahkan mereka masuk ke dalam rumah.

Keduanya dituntun langsung menuju ke belakang. Di taman belakang, seorang wanita cantik berpenampilan anggun, menurut Hani, sedang duduk di bangku taman belakang. Sepertinya, dia masih sibuk menelpon seseorang.

"Iya, mas. Cepat pulang, ya! Aku udah kangen sama kamu. Dah." Wanita cantik yang kira-kira berusia empat puluhan tahunan itu, berbicara dengan nada sangat manja pada si penelpon--yang mungkin adalah suaminya. Walau kisaran umurnya empat puluhan tahun, wajah wanita di hadapan Hani itu masih seperti kulit wajah anak gadis. Mungkin, karena perawatan rutin? Yang jelas, tidak seperti wajah Hani yang agak gelap karena teriknya matahari di kampung, tanpa perawatan.

Setelah menutup sambungan telpon, wanita yang sepertinya akan menjadi majikan Hani itu, menghampiri ibu Sukma dan Hani yang masih berdiri di tempatnya.

"Hani, kenalkan ini nyonya Greta. Dia adalah majikan kamu di rumah ini," ucap ibu Sukma--mempersilahkan keduanya bersalaman.

"Saya Hani, Nyonya." Sambil mengulur tangannya, Hani bisa melihat senyum keramahan dari majikannya.

"Baguslah, mulai hari ini kamu boleh bekerja di sini. Tolong, patuhi semua aturan kerja yang sudah tertera di kontrak kerjanya." Selain cantik dan murah senyum, nyonya Greta terlihat memiliki sikap tegas. Menampakkan sisi yang berbeda dari dirinya.

Jika soal pekerjaan, wanita itu tak ingin ada yang melanggar aturan yang telah dibuat.

Hani mengangguk patuh. Sebelum kemari, dia sudah membaca isi kontrak kerjanya. Dia paham akan segala konsekuensinya. Salah satu isi kontraknya berbunyi, seperti ini:

1. Jika majikannya sudah tak menginginkan sang asisten bekerja karena kesalahan asistennya, majikan bisa langsung memecat asistennya tanpa pesangon.

2. Jika asisten berniat berhenti dengan keinginan sendiri, apapun masalahnya sebelum masa kontraknya selesai, maka Asisten diwajibkan membayar penyalur dan majikannya sebanyak gaji masa kontrak.

3. Masa kontrak Hani selama satu tahun. Jika pekerjaannya bagus dan memuaskan, majikannya bisa memperpanjang masa kontraknya.

"Nah, silakan kamu ke belakang, cari mbok Rumi di dapur agar dia tunjukkan di mana kamar kamu."

Hani menggangguk patuh dan melakukan apa perintah nyonya tuan rumah padanya. Sedangkan ibu Sukma, setelah memberikan map berisikan kontrak kerja Hani pada nyonya Greta, dia langsung pamit pulang ke yayasannya.

*****

"Setelah bereskan kamar dan barang-barang kamu, segera susul mbok ke dapur, yah. Hari ini tuan besar akan kembali dari luar kota. Dan, nyonya Greta ingin membuat kejutan untuk tuan dengan merayakan ulang tahunnya." Mbak Rumi memberi tahu informasi penting pada Hani setelah mereka sampai di kamar yang akan ditempatinya.

Ternyata, kamar mereka berbeda. Di rumah ini, masing-masing asisten rumah tangga mendapatkan kamar yang berbeda. Untungnya, kamar mbok Rumi berada tepat di sebelah kamar Hani. Jadi, Hani bisa bertanya pada beliau mengenai pekerjaan.

"Apa hari ini tuan besar ulang tahun, mbok?" tanya Hani hati-hati.

Mbok Rumi mengangguk dan tersenyum lalu berlalu pergi meninggalkan Hani dalam kamar sendirian.

Lagi-lagi ada yang menusuk rasanya di dada Hani. Tepat hari ini juga adalah ulang tahun mas Bram yang ke- 35. Hani cepat-cepat mengusap air matanya. Tidak boleh ada kesedihan! Di sini, tempatnya bekerja mencari uang. Bukan tempat untuk menumpahkan kesedihannya.

Setelah merapikan kamar miliknya, bergegas Hani beranjak menuju ke dapur.

Di dapur, terlihat nyonya Greta sendiri sedang menghias kue. Sedang beberapa pelayan di sini, tampak sibuk memasak olahan daging dan sayur. Hani mendekati mbok Rumi, dan mengambil alih apa yang bisa dia kerjakan.

"Selesai!" teriak nyonya Greta kegirangan setelah kuenya selesai dihias.

Nyonya Greta lalu mengambil lilin berbentuk angka dan memasangkannya di atas kue tadi. Lilin dengan angka tiga dan lima bertengger indah di atas kue yang sudah selesai dibuat oleh nyonya majikannya.

Hani tersenyum getir, ternyata tuan besar majikannya selain hari ulang tahunnya sama, umurnya juga sama dengan Mas Bram.

"Mbok, aku tinggal dulu yah. Mau mandi, sebentar lagi mas Bram akan tiba."

Deg!

Ucapan Nyonya Greta membuat Hani terpaku sesaat. Kalau ini kebetulan, rasanya ....

"Hani, ayo cepat selesaikan dulu masakannya, nanti baru dilanjutkan ngelamunnya," panggil mbok Rumi membuat Hani sadar dari lamunannya. Dia bahkan tak sadar bahwa majikannya telah pergi dari sana.

Segera Hani menepis pikiran buruknya, lalu melanjutkan membantu mbok Rumi dan rekan yang lain.

Di dalam rumah ini, hanya mbok Rumi dan Hani yang bekerja tetap dan tinggal dalam rumah milik majikannya. Sementara, enam orang lain di sini sebagai pelayan, pagi hari masuk, sore harinya akan kembali pulang ke rumahnya masing-masing.

Mbok Rumi orangnya hangat, pembawaannya tenang dan bijak. Hani cepat berbaur dengan enam pelayan lainnya, membuat mbok Rumi senang. Jika para pelayan rumah mewah ini berhubungan baik, maka pekerjaan pun akan berjalan dengan baik.

*****

Tepat pukul 19.00 para pelayan sudah berpakaian rapi dan wangi sesuai keinginan nyonya majikan mereka. Baju kemeja putih dan rok hitam, dan sepatu pentofel hitam. Semuanya berseragam rapi.


Nyonya Greta sudah tak sabar menunggu kepulangan suaminya, dan memberikan kejutan padanya.


"Nyonya Greta dan pak Bram baru menikah tiga bulan yang lalu. Mereka sungguh serasi. Suaminya ini begitu perhatian dan sangat menyayangi nyonya Greta dengan sepenuh hati," ucap Mbok Rumi menjelaskan, "berbeda dengan suami sebelumnya yang meninggalkan Nyonya Greta untuk wanita lain. Alasan klasik, katanya Nyonya tak bisa memberikan keturunan padanya."

Dari pembicaraan itu, Hani akhirnya begitu penasaran dengan suami Nyonya Greta. Katanya, Nyonya Greta memilih banyak diam tak banyak bicara sejak perceraiannya. Namun, suatu ketika, nyonya Greta tiba di rumah dari luar kota. Dia membawa seorang pria yang diakuinya telah menikah dengannya, sampai dia mulai tersenyum lagi. Bahkan, terlihat bersemangat. 

Suara mobil menderu dari balik pintu rumah. Membuat nyonya Greta cepat-cepat mengambil piring kue dengan angka tiga puluh lima di atasnya. Kemudian menyalakan lilin angka itu dengan raut wajah bahagia. Sebelumnya nyonya Greta meminta semua para pelayan berdiri di belakangnya, lampu ruang tamu sudah sengaja di padamkan sejak tadi.


Tap tap tap!


Langkah berat seorang pria dari balik pintu kian mendekat. Ada yang aneh di dalam hati Hani, kenapa debaran di dadanya turut berdesir? Seakan, dia juga turut merasakan debaran hati seorang nyonya Greta, yang sejak tadi merasa deg-deg'an menunggu kedatangan suaminya.


Pintu utama terbuka seorang pria muncul dari balik pintu.


"KEJUTANNNN!"


Semuanya berteriak ke arah tuan besar yang baru tiba. Suara di ruang utama berubah menjadi riuh dengan lagu selamat ulang tahun dari nyonya Greta dan para pelayannya.
Setelah nyanyian selamat ulang tahun selesai, nyonya Greta meminta suaminya menutup mata mengucapkan permohonan diikuti sekali tiupan pada lilin angka tiga puluh lima di atasnya.


"Selamat ulang tahun sayang," ucap nyonya Greta memberikan piring kue ke seorang pelayan. Lalu segera memeluk sang suami dengan erat.


"Terima kasih sayang." Tuan besar, suami nyonya Greta, mengecup kening istrinya, lalu mengangkat nyonya Greta dalam pelukkannya dan berputar beberapa kali.


Ungkapan terima kasih dari tuan besar yang begitu bahagia mendapatkan sebuah kejutan kecil dari istri tercintanya. Lampu mendadak dinyalakan, ruang utama menjadi terang-benderang.


Nyonya Greta melepaskan pelukan dari suaminya. Mempersilahkan para pelayannya satu per satu menyalami tuan besar.


Langkah Hani terhenti. Sejak tadi, dia tak begitu memperhatikan sosok tegap bertubuh tinggi milik tuan besar. Akibat pencahayaan lampu yang redup dan dikarenakan tubuhnya yang tak terlalu tinggi, pandangannya pada tuan besar terhalangi.


Kini langkahnya menuju tempat tuan besar berdiri dia perlambat. Antara percaya dan tidak, dia terkejut melihat wajah tuan besar.


Hati Hani bergemuruh hebat, sambil menatap wajah tuan besar di hadapannya. Tanpa sadar, dia mengulurkan tangan berkulit kasar miliknya pada tuan yang sedang berulang tahun.


"Se---selamat ulang ta--tahun, tuan." Hani mengucapkan selamat ulang tahun dengan terbata, mengikuti yang lain.


Sebisa mungkin, dia menahan agar titik air di sudut matanya tidak jatuh.


Tuan besar tak bisa menjawab hanya diam membisu. Wajah tuan besar sudah pucat. Tangannya juga dingin karena kaget setengah mati. Hanya ekor mata tuan besar turut mengikuti arah langkah Hani, yang kembali ke tempatnya semula, bersama pelayan lainnya.


"Kamu kenapa sayang? Wajahmu pucat sekali. Apa terjadi sesuatu?" Nyonya Greta lalu memandang ke sekeliling. Dia menemukan mata suaminya tertuju ke arah seorang pelayan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status