Share

Patah hati

Penulis: Emmy Liana
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-16 17:42:35

"Nggak apa-apa, sayang. Mas hanya ingin buang air kecil di sini. Tanpa sengaja, Mas berpapasan sama dia."

"Di kamar kita, di lantai atas kan ada kamar mandi. Kenapa mas mau masuk ke kamar mandi di sini?" tanya Nyonya Greta penuh selidik. Sejak tadi, dia melihat gelagat suaminya yang mencurigakan.

"Soalnya, mas udah kebelet sekali sayang. Udah nggak sempat naik ke atas."

Mas Bram lalu buru-buru masuk ke dalam kamar mandi. Yang Hani sangat tahu, dia hanya berpura-pura untuk menutupi kesalahannya saat ini. Hani menunduk hormat pada nyonya Greta dengan sopan, menuju ke dapur untuk melanjutkan pekerjaannya.

"Hani, tunggu!"

Hani berbalik menghadap kembali pada nyonya Greta.

"Ada yang bisa saya bantu nyonya?" tanya Hani sopan.

"Mata kamu sembab, apa kamu baru habis menangis?" Nyonya Greta menghampiri Hani yang masih berdiri di tempatnya, sambil memandang lekat wajah Hani.

"Maaf, nyonya. Tadi, saat di kamar mandi mata saya kelilipan."

"Kelilipan atau menangis, Hani? Aku nggak suka jika ada yang berani berbohong padaku."

Wajah Hani berubah menjadi pucat. Apa Nyonya Greta sedang meragukannya? Atau, saat ini nyonya Greta sedang mencurigainya. Mata nyonya majikannya ini menatap lekat wajah Hani. Seolah ingin menguliti Hani, jika saja Hani salah berbicara padanya.

"Maaf nyonya, sejujurnya saat melihat kemesraan nyonya dan tuan tadi. Saya merasa sedih."

"Sedih kenapa, apa kamu cemburu?" Nyonya Greta semakin dalam menanyakannya.

"Bu--bukan begitu, Nyonya."

"Lalu, kenapa?"

"Saya teringat pada suami saya yang sudah meninggal tiga bulan yang lalu, Nyonya. Sungguh! Saya berani bersumpah," jawab Hani tanpa bisa menyembunyikan lagi rasa sakit di dadanya.

Sedangkan mas Bram yang berada di balik pintu kamar mandi, sudah merasa sesak. Jangan-jangan ... Hani akan membongkar rahasia mereka? Ini tak boleh terjadi!

"Jadi, suami kamu sudah meninggal?"

"Iya, nyonya." Hani mengangguk pelan sambil menggaruk telapak tangannya yang tak gatal.

"Benar suami kamu sudah meninggal?" tanya nyonya Greta sekali lagi meyakinkan dirinya.

Hani mengangguk.

"Baguslah, kalau begitu!"

Hani tak mengerti apa maksud ucapan nyonya majikannya. Apakah nyonya mulai curiga? Entahlah! Yang penting, bagi Hani, dia masih diperbolehkan bekerja di rumah ini. Dia ingin melihat sepandai apa suaminya berbohong pada istri barunya?

Mas Bram keluar dari kamar mandi. Lalu, mengajak nyonya Greta naik ke lantai atas.

Hati Hani merasa sesak melihat mas Bram memeluk pundak nyonya Greta dengan mesra. Sesekali, tawa nyonya Greta terdengar nyaring. Karena digelitik oleh tangan nakal pria yang masih mempunyai gelar suami bagi Hani saat ini.

Hani memilih pergi ke dapur, menyibukkan diri dengan semua perabot yang perlu di bersihkan.

Dia harus kuat agar bisa bertahan di tempat ini. Baru saja satu hari memulai pekerjaan, namun masalah datang menghampiri. Pilihannya adalah bertahan atau pergi. Tapi, untuk pergi, dia harus memiliki uang yang tak sedikit untuk membayar ganti rugi pada majikan dan penyalur!

Sesekali, Hani menghela napas panjang.

Dari mana dia mendapatkan uang sebanyak itu? Satu rupiah saja dia belum mendapatkan hasil pekerjaaan. Bagaimana bisa dia berani meminta keluar dari rumah ini? Atau, kalau dia bisa kabur, mau ke mana?

Rumah? Dia sudah tak miliki lagi!

Bingung bercampur kecewa dan sakit hati. Terluka sudah pasti.

Bagaimana bisa dia menyembunyikan rahasia ini dari majikannya? Jika dia memilih pergi, hanya mas Bram--dan mungkin keluarganya--yang akan diuntungkan.

Kalau bertahan? Dia juga sulit! Apa dia sudah siap setiap hari akan melihat kemesraan mas Bram dan istri kaya suaminya itu?

*****

"Hani, kamu dipanggil nyonya ke kamarnya!" ucap mbok Rumi.

Hani yang sedang mencuci piring menghentikan aktivitasnya dan menoleh pada mbok Rumi.

"Sebentar lagi, akan selesai mbok," jawab Hani, yang masih sibuk menggosok beberapa panci.

"Nggak, Hani. Nanti, mbok Rumi yang akan melanjutkan cuci piringnya. Sana, kamu cepat menuju ke lantai atas. Nyonya Greta akan marah jika kita tak segera melakukan apa yang diperintahkan olehnya," ucap mbok Rumi menjelaskan.

"Baiklan, mbok. Aku akan segera ke atas."

Hani melap tangannya yang masih basah, lalu bergegas naik ke lantai atas.

Para pelayan yang lain tadi sudah pulang semuanya. Jika malam tiba, hanya tinggal mbok Rumi dan Hani yang akan bertugas melayani tuan dan nyonya dalam rumah ini.

Suara gelak tawa nyonya Greta terdengar jelas di telinga Hani yang masih menaiki anak tangga.

Kedua majikannya sedang bersenda gurau sambil tertawa asik. Sampai mereka tak menyadari kedatangan Hani--yang sejak tadi mengetuk pintu kamarnya dengan sopan.

Setelah beberapa menit berlalu, ekor mata nyonya Greta menangkap sosok Hani di depan pintu kamar.

"Hani, ayo masuklah!"

Hani melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar nyonya Greta yang begitu sangat luas dan terlihat sangat mewah.

Tak henti, dalam hatinya, Hani memuji kemewahan kamar nyonya majikannya. Yang kini, menjadi kamar milik mas Bram, suami tercintanya itu.

"Tolong, kamu siapkan air hangat di kamar mandi, yah! Mas Bram mau mandi," pinta nyonya Greta pada Hani.

Hani mengangguk patuh pada majikannya. Dia segera masuk ke dalam kamar mandi milik majikannya ini. Beruntung, selama tiga bulan di yayasan ibu Sukma, Hani sudah belajar untuk menyiapkan air hangat untuk mandi bagi majikannya.

Ibu Sukma sudah mengajarkan semuanya. Jadi, Hani dengan cepat bisa menguasai semua praktek kerja yang diajarkan di rumah yayasan ibu Sukma.

Setelah menyiapkan air, nyonya Greta meminta Hani untuk menyiapkan pakaian bagi mas Bram suaminya.

Tak bisa dipungkiri, Hani sakit hati melihat mas Bram dan nyonya Greta masuk ke kamar mandi bersama. Malam ini, mereka mandi berdua di dalam kamar mandi mewah milik nyonya Greta di depan mata Hani. Tentu saja, mereka pasti tidak hanya mandi!

Telinga Hani mendadak menjadi panas saat suara-suara aneh yang berasal dari dalam kamar mandi itu begitu jelas terdengar berdengung di telinganya.

Suara-suara yang terus mendayu dengan indah, sepertinya nyonya majikannya begitu menikmati perannya sebagai istri di dalam sana.

Pria itu seharusnya masih berstatus suaminya! Bagaimana bisa mas Bram begitu tega padanya?

Hani mengusap air mata di pipinya. Saat mendengar nama mas Bram terus disebut oleh nyonya majikannya dari balik pintu kamar mandi. Sesak sekali! Ingin rasanya berteriak histeris. Dia ingin mengambil pisau lalu masuk ke kamar mandi dan menancapkan ujung pisau itu di dada mas Bram.

Tak tahan lagi, dia keluar dari kamar mewah milik majikannya. Setelah meyiapkan pakaian ganti untuk keduanya, Hani menuruni anak tangga--segera menuju ke kamarnya.

*****

"Kenapa harus aku ya, Tuhan? Kenapa harus melihat dengan mata kepala sendiri semuanya begitu menusuk di dalam hati? Apa aku harus pergi atau putus asa dan mengakhiri hidupku? Buat apa aku hidup jika satu-satunya tempat bersandar yang sangat dipercaya untuk menjaga hati ini melukai begitu sangat dalam?"

Entah mengapa, langkah kaki Hani memilih keluar menuju taman belakang. Dia berharap, dengan menangis di sini, tidak ada orang yang melihat atau mendengar tangisannya.

Air mata Hani terus mengalir. Semakin diusap semakin deras air mata ini.

Hani tambah menangis tersedu-sedu. Dia memikirkan nasibnya yang sungguh tak beruntung. Jika saja dia punya kesempatan untuk bertanya pada mas Bram, apa kesalahan yang dia perbuat hingga mas Bram tega mencampakkannya dengan begitu kejam? Sungguh, perbuatan mas Bram sudah di luar kendalinya!

***

"Siapapun yang kamu tangisi saat ini, mungkin, dia sedang menikmati kehancuran kamu. Jadi, buat apa kamu putus asa? Jika aku jadi kamu, aku akan membalaskan rasa sakit hatiku. Tapi dengan cara yang tak terlihat, sehingga tak ada seorang pun yang tahu suasana hatiku yang sebenarnya." Suara berat seorang pria tiba-tiba terdengar.

Hani terkejut melihat di belakangnya telah ada seorang pria berkulit putih bersih, bertubuh tinggi, dan kekar, tengah bersedekap dada. Hani segera mengusap air matanya.

"Apa urusannya dengan kamu? Ini adalah masalah pribadi saya. Siapa kamu yang harus mengomentari keadaanku saat ini?"

Mendengar perkataan Hani, pria itu tersenyum menyeringai. "Jika kamu memiliki otak, suatu saat, kamu pasti akan berterima kasih padaku karena telah memberikan jalan keluar dari masalahmu saat ini."

Pria itu lalu berbalik pergi meninggalkan Hani sendirian.

"Siapa pria tadi, apa dia tukang kebun yang belum pulang? Kenapa dia sangat ingin mengomentari masalahku saat ini?" gumam Hani, "Aduh, salah sendiri, Hani! Kenapa juga harus menangis di tempat terbuka seperti ini?"

'Tunggu! Tapi, mengapa aku harus memikirkan perkataan pria tadi? Putus asa atau membalaskan rasa sakit itu dengan balasan yang tak terlihat?' batin Hani. Dua pilihan yang membuat hatinya mulai meragu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kejutan di Rumah Majikan   Kenyataan pahit

    Niko mendekati mbok Rumi, menantikan jawaban pasti darinya. Sesuatu yang sangat berharga milik kakaknya sudah dibongkar."Katakan padaku mbok, apa yang hilang," pinta Niko menekankan.Mbok Rumi semakin ketakutan, saat ibu Siti dan Nita juga turut masuk ke dalam kamar majikannya."Kalian sedang ingin tahu tentang apa? Bertanyalah padaku atau Nita. Kami bisa menjawabnya."Tiba-tiba ibu Siti bersuara, dan masuk ke kamar.Niko mendekati kedua wanita ular itu, lalu menatap wajah mereka satu per satu dengan tatapan tak suka."Jelaskan padaku, kemana semua barang-barang milik kakakku!" Cecar Niko pada ibu Siti."Kalau semua barang-barang milik Greta hilang bukan salah kami, dong. Kamu sebagai adiknya yang harusnya bertanggung jawab."Jawab ibu Siti dengan enteng."Maksud kamu apa?""Semua barang-barang milik Greta sudah dijual.""Semuanya salah kamu nak Niko, semua aset dan kekayaan milik menantuku kamu ambil alih, hanya tersisa perusahaan yang keuntungannya per tahun tak seberapa. Jadi wajar

  • Kejutan di Rumah Majikan   Meminta maaf

    "Nak Hani," panggil ibu Siti.Hani menoleh ke arah suara, dan memandang tajam ke arah ibu Siti. Wajah ibu Siti menampakan senyum terbaiknya. Membuat hati Hani sedikit lega. Pastinya ibu Siti tak mendengarkan perbincangan mereka barusan."Ayo kita makan siang nak, mbok Rumi sudah menyiapkan hidangan spesial untuk menyambut kedatangan kalian di rumah ini."Ibu Siti mengajak Hani dengan nada yang begitu lembut, seakan tak pernah terjadi apa-apa di antara mereka. Melihat tindakan ibu Siti yang tak biasa seperti ini, Hani sudah bisa menebak. Sepertinya ada sesuatu yang diinginkan oleh Ibu Siti yang mulai baik padanya. Dengan telaten ibu Siti menyendukkan nasi ke piring milik Hani. Hanya pada piring Hani, dia tak perduli dengan wajah cemberut Nita. Bram malah tersenyum melihat kelembutan ibunya."Makan yang banyak ya nak Hani, masakan mbok Rumi sangat enak lho," ucap ibu Siti.Seolah Hani tak tahu itu.Hani memutar bola matanya, rasanya malas sekali mendengar wanita penjahat ini tiba-tib

  • Kejutan di Rumah Majikan   Obat yang salah

    "Di mana kak Greta?Mata Niko memandang sekeliling ruangan itu, tapi kakaknya tak ada.Niko segera berdiri lalu berniat mencari keberadaan kakaknya."Niko, tunggu!"Suara Bram menghentikan langkah Niko. Tapi tak diindahkan olehnya. Niko melangkahkan kakinya menuju lantai atas, di mana kamar kakaknya.Wajah ibu Siti dan Nita berubah memucat. Mereka saling berpegangan tangan. Mungkin mereka sedang melakukan sebuah kesalahan, hingga wajah mereka ketakutan seperti itu. Apa lagi Bram tak kalah paniknya.Saat sudah tiba di depan pintu kamarnya, Niko tampak ragu membuka pintu kamar milik kakaknya itu. Belum juga di meraih handle pintu, seorang wanita dengan riasan berantakan, dan rambut kusut keluar dari kamar itu."Hei, siapa kamu?"Bentak Niko pada wanita itu, sehingga dia menjadi kaget setengah mati.Sedetik kemudian dia memandang wajah Niko, lalu mendekatinya."Tanyakan saja pada pria yang sudah membayar jasa saya semalam."Jawab wanita itu ketus, tak perduli lalu pergi tak menghiraukan

  • Kejutan di Rumah Majikan   Mbak Via

    Semua yang berada di dalam ruangan saling bergantian memberikan selamat pada Hani dan Niko. Bapak terlihat meneteskan air mata, saat melihat Hani. Begitu pun dengan ibu, tak berhenti mengucapkan doa agar Hani dan Niko merasa bahagia.Keputusan telah dibuat, satu bulan lagi mereka akan menikah. "Bapak dan ibu tenang saja. Semua urusan pernikahan, aku yang akan siapkan."Ucap Niko pada kedua calon mertuanya."Terima kasih nak, bapak dan ibu mempercayakan semuanya pada nak Niko."Jawab Bapak.Dia merasa tenang, sepertinya Niko adalah pria yang baik. Apa pun yang menjadi keputusan Hani adalah yang terbaik bagi dirinya. Ibu memeluk Hani, merasa terharu. Hani sudah mendapatkan kepahitan di masa lalunya.Dia berhak menemukan kebahagiaannya saat ini. Dan Niko adalah pria yang tepat baginya. Ponsel Niko berdering, layar ponselnya menyala. Sepertinya panggilan dari nomor telpon rumah nyonya Greta kakaknya."Halo, tuan Niko."Suara mbok Rumi terdengar pelan sekali."Mbok Rumi ada apa menelpon?

  • Kejutan di Rumah Majikan   Lamaran

    Hani pulang dengan rasa bahagia. Momen terindah yang tak dapat dilupakan olehnya. Niko benar-benar memperlakukannya dengan sangat baik. Tak ada alasan bagi Hani untuk menolak dirinya.Bahkan Hani tak bisa memejamkan mata, mengingat setiap kata yang diucapkan oleh Niko tadi saat melamar dirinya. Ini bukan mimpi, dan inilah kenyataannya. Hani memandang tangannya, yang saat ini cincin berlian bertahta indah melingkar di jarinya.Entah apa yang dipikirkan oleh Niko. Kenapa permintaannya terlalu mendadak seperti ini. Sudahlah, Hani tak ingin banyak berpikir, biarkan semuanya berjalan sebagaimana mestinya.Sinar matahari pagi menerobos kaca jendela kamar Hani. Bunyi ponselnya yang berisik membangunkannya. Tangan Hani meraih ponsel di atas nakas, lalu menggeser layarnya."Halo sayang," sapa Niko terdengar sangat gembira dari seberang."Apa kamu sudah bangun? Cepatlah bersiap, aku akan mengajak kamu ke suatu tempat." Hani mengernyitkan dahinya."Mau ke mana?""Sudah jangan banyak bertanya, ha

  • Kejutan di Rumah Majikan   Cincin berlian

    Tepat pukul 19.00 mobil Niko sudah masuk ke halaman rumah Hani. "Hani, nak Niko sudah datang, cepatlah keluar."Pinta ibu sambil mengetuk pintu kamar Hani berulang kali.CeklekPintu kamar Hani terbuka.Melihat Hani keluar dari kamar membuat bapak dan ibu takjub.Hani mengenakan gaun berwarna hitam panjang, dengan belahan samping hingga sampai di paha. Memperlihatkan pahanya yang putih dan mulus. Gaun yang sangat pas di tubuh ramping miliknya. Polesan make up yang sedikit berbeda malam ini membuat penampilannya semakin memukau."Cantik sekali putri ibu," ucap ibu memuji putrinya."Bapak mengira kamu ini bidadari nak. Kamu cantik sekali." Bapak juga tak ingin kalah, memuji penampilan putrinya."Jika Niko melihat kamu, bapak yakin dia tak akan mengantarkan kamu pulang nak. Bisa gawat ini."Ucap bapak berkelakar.Membuat ibu dan Hani tertawa."Sudah pak, cukup guyonannya. Kasihan nak Niko kalau menunggu terlalu lama di luar." Ucap ibu meminta berhenti.Bapak dan ibu mengantar Hani keluar

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status