Home / Romansa / Kekasih Hatiku Sang Tokoh Kedua. / BAB 4 - KERETA MENUJU TAKDIR.

Share

BAB 4 - KERETA MENUJU TAKDIR.

Author: Za_dibah
last update Huling Na-update: 2025-07-14 13:47:21

“Jika aku harus lahir kembali dalam dunia yang bukan milikku… maka biarkan aku hidup sebagai seseorang yang pernah kau lihat hanya sekali, tapi tak pernah lupa.”

***

Musim semi di Caelum adalah musim yang membawa janji dan ketakutan. Janji akan keindahan yang mekar, dan ketakutan akan perubahan tak terelakkan.

Kabar tentang pesta besar kerajaan, yang akan meresmikan pertunangan Pangeran Aerion Vaelhardt dan Lady Leona, menyebar seperti api membakar daun-daun kering. Bagi Elaria, undangan itu adalah sebuah panggilan. Sebuah suara yang memecah keheningan status figuran yang selama ini ia jalani.

Undangan itu tiba di Istana Thorne dalam amplop sutra merah marun berstempel emas. Pembawa pesan itu seorang prajurit kerajaan dengan wajah kaku dan mata tak menunjukkan emosi.

Prajurit itu membungkuk, menyorongkan amplop itu kepada Viscount Thorne. "Undangan dari Istana Kerajaan, Tuan Viscount," suaranya datar.

Viscount Thorne menerimanya dengan sikap hati-hati, seolah memegang sebuah bom waktu.

“Ini adalah kehormatan yang luar biasa,” gumam Viscount Thorne, lebih kepada dirinya sendiri. “Tapi juga sebuah risiko.”

Elaria, yang berdiri di samping ayahnya, merasakan jantungnya berdebar kencang. Ia tahu, pesta ini adalah titik balik dalam novel Heart’s Companion.

Di sinilah Kaelion akan menyaksikan tunangan kakaknya, dan di sinilah ia akan mulai merasakan sakit hati yang mendalam. "Aku harus ada di sana," pikir Elaria, bertekad.

“Ayah, saya harus pergi,” ucap Elaria, suaranya mantap.

Viscount Thorne menatap putrinya dengan pandangan sulit diartikan. “Elaria, kau tahu posisi kita. Kita bangsawan kaya, ya, tapi tidak memiliki kekuatan politik.”

"Kita adalah penghias di pesta-pesta ini," lanjut sang Viscount. "Jika kau menarik perhatian yang salah, kita bisa kehilangan segalanya.”

“Tapi bagaimana jika saya bisa mendapatkan sesuatu? Mungkin koneksi, atau setidaknya, pemahaman tentang dunia ini?” Elaria melangkah maju, mendekati ayahnya. "Saya tidak ingin hanya menjadi bayangan, Ayah. Saya ingin melihat dunia yang begitu luas ini dengan mata saya sendiri."

Viscount Thorne menghela napas panjang. Ia melihat tekad yang tak pernah ia lihat pada putrinya sebelumnya. Ia melihat Laurenta di balik mata Elaria.

“Kau telah berubah, Elaria. Sejak kau pingsan, kau tidak lagi sama. Tapi baiklah,” kata Viscount Thorne akhirnya, menyerah pada tatapan putrinya.

"Clara akan menyiapkanmu," tambahnya. "Tapi ingat, jangan membuat masalah. Jangan berbicara dengan siapa pun yang tidak kau kenal. Dan jangan pernah, sekali pun, mendekati Pangeran atau Duke Kaelion."

Elaria mengangguk. Ia tahu ia tidak bisa menuruti perintah terakhir itu. "Itu yang paling penting," pikirnya.

Keputusan Viscount Thorne memicu kegilaan di Istana Thorne. Clara, dengan wajahnya yang sedingin es, menjadi instruktur etiket Elaria. Pelatihan itu adalah neraka.

“Punggung lurus, Lady Elaria. Jangan membungkuk seperti pelayan,” bentak Clara saat Elaria mencoba berjalan dengan tumpukan buku di atas kepalanya.

Elaria merasa seperti sedang menjalani hukuman. Korset yang ia kenakan terasa seperti penjara yang mengikat napasnya. Gaun sutra berlapis-lapis terasa berat, dan sepatu hak tinggi membuat kakinya sakit.

“Kenapa harus sesulit ini?” gumam Elaria saat Clara memaksanya tersenyum di depan cermin.

“Seorang Lady harus sempurna. Senyummu harus terlihat tulus, tapi matamu harus tetap dingin. Kau tidak boleh menunjukkan emosi yang sebenarnya,” jelas Clara.

Elaria merasa jijik dengan kepalsuan ini. Di dunia lamanya, ia bisa tertawa lepas atau menangis tanpa peduli. Di sini, ia adalah boneka yang diprogram untuk menyenangkan orang lain.

"Aku merasa seperti figuran yang dipaksa menjadi balerina," gumam Elaria frustrasi. Ia tahu, meskipun gaunnya indah, statusnya tetap tidak berubah. "Aku masih figuran," bisiknya pada diri sendiri.

Ia adalah kupu-kupu yang sayapnya masih basah, belum siap terbang di antara elang-elang istana.

Ia berlatih hingga larut malam, hingga kakinya lelah dan punggungnya sakit. Ia tidak hanya belajar etiket, ia belajar cara bertahan hidup di dunia penuh intrik ini. Ia harus menjadi sempurna, setidaknya di mata para bangsawan.

Hari pesta tiba. Elaria mengenakan gaun sutra berwarna crème, sederhana namun elegan. Rambutnya disanggul tinggi, dan ia mengenakan kalung mutiara yang berkilauan. Ia terlihat cantik, namun di matanya tersembunyi kegelisahan seorang penipu.

"Ini adalah kesempatanku," pikirnya.

Kereta kuda keluarga Thorne melaju membelah jalan menuju Istana Nightborne. Sepanjang perjalanan, Elaria menatap keluar jendela. Hutan-hutan yang hijau, sungai-sungai yang mengalir, semuanya terasa seperti latar belakang indah.

Latar belakang untuk sebuah cerita yang akan segera dimulai.

Ia memikirkan Kaelion. Pria yang ia cintai dalam kisah fiksi, pria yang kini berada di dunia yang sama dengannya. Ia tahu, di pesta ini, Kaelion akan melihat Leona dan tunangannya, dan ia akan merasakan sakit hati yang mendalam.

"Aku tidak akan membiarkanmu sendirian, Kaelion," bisiknya, meletakkan tangan di dadanya. "Aku akan berada di sana. Aku akan menunjukkan padamu bahwa ada seseorang yang melihatmu, bukan sebagai karakter, tapi sebagai pria."

Kereta mulai melambat. Gerbang Istana Nightborne yang megah mulai terlihat. Cahaya dari obor-obor sihir menerangi jalan, dan suara musik orkestra terdengar dari kejauhan.

Elaria merasakan adrenalin mengalir di nadinya. Ini adalah momen yang ia tunggu-tunggu. Ini adalah saatnya ia memasuki dunia yang ia cintai.

Kereta berhenti. Langkah Elaria terasa berat, namun ia mengambil napas dalam-dalam. "Ini dia," gumamnya.

Ia adalah Elaria Thorne, figuran yang datang dari pinggiran narasi. Tetapi ia membawa harapan dari dunia lain, harapan untuk mengubah takdir yang sudah tertulis.

Ia turun dari kereta, siap menghadapi panggung yang telah menunggu.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Kekasih Hatiku Sang Tokoh Kedua.   BAB 68 – TINTA YANG BERDARAH, CINTA YANG BERDURI

    "​Cinta adalah puisi yang ditulis oleh hati, tetapi ketika tinta itu adalah darah dan setiap kata adalah duri, ia menjadi sebuah pertempuran. Perang antara takdir yang tertulis dan takdir yang diperjuangkan, di mana setiap napas adalah sebuah pilihan dan setiap sentuhan adalah pengorbanan." *** ​Suara Leona menghilang, seolah tertelan oleh keheningan. Cermin itu kembali normal, memantulkan wajah Elaria yang pucat, mata yang dipenuhi air mata, dan bahu yang bergetar. Ia berdiri sendirian di tengah ruangan, didera kenyataan pahit yang baru saja ia dengar. Ia adalah figuran, ia telah merusak takdir, dan kini ia harus pergi, atau menyaksikan dunia yang ia cintai hancur. Elaria memeluk dirinya sendiri, merasakan dinginnya kesunyian setelah badai. ​Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Pilihan yang diberikan padanya terlalu berat. Pergi dan meninggalkan Kaelion, atau tetap di sini dan melihat dunia mereka hancur. Ia tidak bisa membiarkan Kaelion mengorb

  • Kekasih Hatiku Sang Tokoh Kedua.   BAB 67 – LEONA, GADIS DARI REALITA

    "​Sebuah cerita adalah panggung yang hidup, dan di atas panggung itu, ada jiwa-jiwa yang menari. Tetapi, apa jadinya jika salah satu penari itu adalah sang pengarangnya sendiri? Ketika sang pencipta berhadapan dengan ciptaannya yang hidup, takdir bukan lagi sebuah jalan, melainkan sebuah medan perang." *** ​Elaria merasakan suara Leona, gadis dari cermin. Elaria tidak takut lagi. Ia tidak akan membiarkan dirinya ditakuti oleh suara. Ia akan melawan, ia akan berjuang. Ia telah melihat Kaelion menderita, dan ia tidak akan membiarkannya menderita lagi. ​Kaelion tertidur pulas. Wajahnya terlihat damai, ia tidak menyadari bahwa di balik keheningan, terjadi perang. Perang antara takdir dan cinta. Perang antara dunia nyata dan dunia fiksi. ​Elaria bangkit kembali. Ia berjalan ke meja rias, ia duduk di depan cermin, lalu menatap pantulan dirinya, ia merasakan hatinya berdebar. Ia harus melakukannya dan menghadapi Leona, ia harus menghadapi takdir.

  • Kekasih Hatiku Sang Tokoh Kedua.   BAB 66 – SUARA DARI BALIK CERMIN

    "​Sebuah refleksi bukanlah sekadar bayangan; ia adalah cermin jiwa, tempat kebenaran tersembunyi. Namun, apa jadinya jika di balik cermin itu, sebuah suara berbicara, bukan dari alam sana, melainkan dari dunia yang telah lama dilupakan? Dan di antara dua realitas, hanya satu yang bisa bertahan." *** ​Malam itu, setelah Kaelion dan Elaria kembali dari Menara Ilmu, ketakutan Elaria tidak hilang. Buku "Cermin Dua Alam" telah memberikan validasi pada ketakutannya, tetapi ia juga memberikan pertanyaan baru yang menyakitkan: apa harganya? Kaelion, dengan cinta yang tulus, bersumpah untuk membayar harga itu, tetapi Elaria tidak akan membiarkannya. Ia tidak akan membiarkan Kaelion mengorbankan hal lain. ​Kaelion tertidur pulas, wajahnya terlihat damai. Elaria mengamati wajahnya, membelai rambutnya dengan lembut. Betapa bahagianya ia jika Kaelion tidak terlibat dalam semua ini, jika Kaelion tidak harus merasakan kehampaan dan retakan di langit. Betapa bahagianya

  • Kekasih Hatiku Sang Tokoh Kedua.   BAB 65 – BUKU TUA DI MENARA ILMU

    "​Pengetahuan adalah cermin yang memantulkan takdir. Namun, terkadang, cermin itu retak, dan di antara serpihan-serpihannya, sebuah kebenaran yang tersembunyi terungkap. Di antara debu dan buku-buku tua, Kaelion dan Elaria mencari jawaban, hanya untuk menemukan bahwa takdir mereka telah ditulis di tempat yang tidak pernah mereka duga." *** ​Kaelion memeluk Elaria erat. Kata-katanya, "Aku akan mencintaimu, terlepas dari siapa dirimu," bergema di telinga Elaria. Itu adalah jawaban yang tulus, sebuah janji yang tak terucapkan. Meski begitu, janji itu tidak bisa menghentikan suara mesin ketik yang berdetak di kepalanya. Ia merasakan kehangatan pelukan Kaelion, tetapi hatinya terasa kosong, diliputi ketakutan. ​"Aku akan selalu ada di sini," Kaelion berbisik, ia mencium kening Elaria. "Kau tidak sendirian." ​Kaelion tertidur pulas. Elaria tidak. Ia tidak bisa. Ia membebaskan diri dari pelukannya, dan berjalan

  • Kekasih Hatiku Sang Tokoh Kedua.   BAB 64 – SIAPA AKU SEBENARNYA?

    "​Sebuah panggung yang selama ini terasa nyata kini menunjukkan celah di antara tirainya. Ketika sebuah cerita mulai dipertanyakan, sang pemeran utama mendapati dirinya terperangkap di antara dua realitas. Dan di antara suara-suara mesin ketik yang tak terdengar, ia bertanya: apakah cinta ini… hanyalah tinta di atas kertas?" *** ​Kehidupan di istana telah menemukan ritmenya, namun bagi Elaria, melodi itu mulai terdengar sumbang. Di balik senyumnya yang terukir, ada ketakutan yang menggerogoti. Gejala-gejala aneh dari dunia yang retak kini tidak hanya terlihat di langit, melainkan langsung menyerang dirinya. ​Suatu pagi, saat ia hendak menunjuk ke arah cangkir teh, pelayan yang berada di sana berkedip. Bukan, bukan pelayan itu yang berkedip, melainkan wajahnya. Sejenak, wajah pelayan itu menghilang, digantikan oleh kekosongan abu-abu yang buram. Elaria menarik tangannya, jantungnya berdegup kencang. Ketika ia mengedipkan mata, wajah pelayan itu kembali,

  • Kekasih Hatiku Sang Tokoh Kedua.   BAB 63 – RAJA YANG MERASAKAN HAMPA

    "​Sebuah tahta yang dibangun di atas cinta takkan pernah goyah oleh badai. Namun, apa jadinya jika badai itu bukanlah dari dunia yang sama? Ketika sebuah dunia, yang selama ini hanyalah panggung, mulai menunjukkan retakannya, bahkan seorang raja pun akan merasakan kekosongan yang tak terjelaskan." *** ​Hari-hari di istana berjalan seperti mimpi yang indah. Kaelion, sang Raja, memimpin dengan bijaksana, dan Elaria, sang Ratu, adalah cahaya di sisinya. Tetapi di balik kedamaian yang terasa sempurna itu, ada keretakan yang tak terlihat, sebuah melodi sumbang yang hanya bisa dirasakan oleh Kaelion. ​Pertama, ia menyadari waktu terasa aneh. Suatu hari, saat sedang rapat dewan, ia melihat seorang bangsawan mengusap hidungnya. Ia menoleh sebentar, lalu ketika ia menatap kembali, bangsawan itu mengulangi gerakan yang sama, persis seperti detik yang terulang. Kaelion mengabaikannya, berpikir ia hanya kelelahan. ​Tetapi hal itu terus berlanju

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status