Beranda / Romansa / Kekasih Hatiku Sang Tokoh Kedua. / BAB 5 – PESTA EMAS YANG TAK MENGUNDANG HATI

Share

BAB 5 – PESTA EMAS YANG TAK MENGUNDANG HATI

Penulis: Za_dibah
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-14 14:03:06

"Di antara gemuruh musik dan tawa yang asing, Elaria mencari detak jantung yang dikenalnya. Namun, hanya bayangan yang menari di dinding, dan kesunyian yang paling sunyi justru ada di dalam dirinya."

***

Suara musik orkestra menyambut Elaria begitu ia melangkah keluar dari kereta kuda. Istana Nightborne bagai bernyanyi di bawah cahaya lilin dan lentera sihir yang gemerlap.

Kilauan gaun sutra dan perhiasan membanjiri aula utama, menciptakan lautan kemewahan yang bergerak anggun. Elaria mencoba tersenyum, mengingat instruksi Clara: tulus, tapi mata dingin.

Namun, senyumnya terasa kaku, dan matanya justru penuh dengan kecemasan. "Aku harus bisa," bisiknya dalam hati.

Ia merasa begitu kecil, seperti setitik tinta pada kanvas raksasa. Aroma anggur Velrois yang familiar, berpadu dengan parfum mahal, terasa menyesakkan. Ini bukan pesta, ini adalah labirin yang siap menelannya.

"Lady Elaria, ingat pelajaran Anda," bisik Clara di sampingnya, suaranya rendah dan tajam. "Jangan melakukan hal bodoh."

Elaria mengangguk, memegang erat tas kecilnya. Langkahnya terasa canggung di atas lantai marmer yang licin. Seolah takdir menolaknya, seorang pelayan terburu-buru lewat.

Elaria tersandung gaunnya sendiri, tubuhnya limbung. Tangannya refleks terulur, menabrak meja di dekatnya.

Sebuah gelas berisi minuman merah tumpah, membasahi kain taplak putih dan sedikit mengenai ujung sepatu seorang bangsawan wanita tua.

"Oh, maafkan saya! Saya sungguh tidak sengaja!" seru Elaria panik, wajahnya memerah padam.

Bangsawan itu menatapnya dengan pandangan jijik, seolah Elaria adalah serangga pengganggu.

"Sepertinya Anda perlu belajar lebih banyak etiket, Lady Thorne. Atau mungkin, Anda memang tidak pantas berada di sini."

Bisikan-bisikan dan tawa kecil menusuk telinga Elaria. Ia merasakan darahnya berdesir malu, ingin menghilang menembus lantai marmer.

"Ini memalukan," pikirnya.

Clara segera menariknya menjauh, wajahnya campuran kemarahan dan rasa malu. "Sudah kubilang, jangan membuat masalah!" Elaria hanya bisa menunduk, hatinya mencelos. "Baru saja mulai, sudah merusaknya," gumamnya.

"Aku benar-benar payah," desisnya dalam hati, frustrasi.

Namun, di tengah rasa malunya, matanya tak sengaja menangkap sosok yang familiar. Di sisi aula yang lebih tenang, dekat jendela besar yang memperlihatkan pemandangan taman malam, ia melihatnya.

"Tidak. Ini bukan ilusi," bisiknya pada diri sendiri, jantungnya berpacu.

Kaelion Vaelhardt.

Kaelion yang selama ini hanya ia bayangkan dari lembar-lembar novel, kini nyata. Ia berdiri beberapa meter darinya di bawah gemerlap cahaya. Setiap detail yang ia hafal mati-matian, kini terpampang di hadapannya.

Rambut perak kelabu sedikit berantakan, membingkai wajahnya yang dipahat sempurna. Hidungnya mancung sempurna, melengkapi profil tegas. Sepasang mata obsidian sedingin es menusuk, namun memancarkan kedalaman tak tersentuh yang selalu mengusik hatinya.

Bibir tipisnya jarang tersenyum, dan rahangnya tegas memahat ketampanan kelam yang memikat. Ia berdiri tegar, jubah hitamnya elegan di antara keramaian. "Dia... memang seburuk itu dalam kesunyian," bisiknya dalam hati.

Aura penyendiri yang menusuk, yang selalu membuatnya bersimpati dalam cerita, kini terasa begitu kuat. Membuat bulu kuduknya meremang, namun bukan karena takut. Itu adalah getaran aneh yang menjalar di hatinya, campuran kekaguman, rasa sakit, dan keinginan untuk meraih.

"Kaelion," bisiknya tanpa suara, napasnya tertahan. "Seperti bintang yang jatuh, kau terlalu jauh untuk digapai. Tapi cahayamu... tak pernah padam di hatiku."

Lalu, tatapan Kaelion beralih. Ia menoleh sedikit, dan matanya bertemu dengan sosok yang baru saja memasuki pandangan Elaria, Leona.

Leona berdiri di samping Pangeran Aerion Vaelhardt, kakaknya Kaelion. Gaun putihnya memantulkan cahaya, dan senyumnya cerah, mempesona, dan sempurna. Ia adalah definisi dari tokoh utama wanita.

"Tentu saja," Elaria mendesah pahit dalam hati. "Pusat dunia ini memang miliknya."

Kaelion menatap Leona. Bukan tatapan biasa, melainkan tatapan yang mengandung seluruh kesedihan, kerinduan, dan cinta tak terbalas.

"Hatimu kini hancur, Kaelion," Elaria bisa merasakan itu, bahkan dari jauh.

Mata obsidiannya yang dingin kini terlihat… rapuh. Elaria bisa merasakannya, bahkan dari jauh. Itu adalah tatapan seorang pria yang melihat satu-satunya harapan dan kebahagiaannya berdiri di samping orang lain.

Seketika, jantung Elaria seperti diremas. Rasa kagumnya pada Kaelion tadi langsung tergantikan oleh rasa sakit yang menusuk. Ia melihat cinta yang begitu dalam di mata pria itu, cinta yang bukan untuknya.

Kaelion sama sekali tidak meliriknya. Baginya, Elaria Thorne hanyalah bagian dari latar belakang, figuran yang baru saja membuat ulah kecil. Di matanya, yang ada hanyalah Leona.

"Dia bahkan tidak melihatku," Elaria berpikir pahit. "Hanya bayangan, begitukah aku bagimu?"

Clara menarik lengan Elaria, menariknya lebih jauh dari pusat keramaian. "Lady Elaria, Anda harus tenang. Jangan membuat skandal lagi."

Elaria menepis tangan Clara dengan lembut. "Aku tahu, Clara. Aku tahu." Suaranya bergetar.

Ia berdiri di sana, di tengah keramaian pesta emas yang tidak mengundang hatinya. Ia adalah bayangan, sebuah kesalahan kecil yang tak diingat, sementara kisah cinta yang sesungguhnya sedang berlangsung di depannya.

Ia baru saja tiba, namun hatinya sudah remuk sebelum pertarungan dimulai.

"Ini tidak adil," bisiknya pada diri sendiri, suaranya nyaris tak terdengar. "Mengapa takdir sekejam ini?"

Air mata mendesak keluar, tetapi ia menahannya mati-matian. Ia tidak boleh menangis di sini. Tidak di depan Kaelion yang bahkan tidak menyadari keberadaannya.

Elaria memejamkan mata sejenak, mengambil napas dalam-dalam. Tekadnya perlahan bangkit dari abu kekecewaan. "Tidak. Aku tidak akan menyerah."

"Aku datang jauh-jauh ke sini bukan untuk hancur," gumamnya, membuka mata dengan sorot baru. "Aku datang untuk mengubah takdir. Takdirnya, dan takdirku. Sebuah kisah baru, dari tangan figuran."

Dengan langkah yang lebih mantap, Elaria memutuskan arah. Ia harus menjauh dari keramaian dan mencari cara untuk mendekati Kaelion, tanpa terlibat dengan Leona dan Pangeran Aerion secara langsung.

Pesta ini baru permulaan. Dan Elaria Thorne, sang figuran yang tidak diinginkan, baru saja memutuskan untuk menulis ulang naskahnya sendiri.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kekasih Hatiku Sang Tokoh Kedua.   BAB 68 – TINTA YANG BERDARAH, CINTA YANG BERDURI

    "​Cinta adalah puisi yang ditulis oleh hati, tetapi ketika tinta itu adalah darah dan setiap kata adalah duri, ia menjadi sebuah pertempuran. Perang antara takdir yang tertulis dan takdir yang diperjuangkan, di mana setiap napas adalah sebuah pilihan dan setiap sentuhan adalah pengorbanan." *** ​Suara Leona menghilang, seolah tertelan oleh keheningan. Cermin itu kembali normal, memantulkan wajah Elaria yang pucat, mata yang dipenuhi air mata, dan bahu yang bergetar. Ia berdiri sendirian di tengah ruangan, didera kenyataan pahit yang baru saja ia dengar. Ia adalah figuran, ia telah merusak takdir, dan kini ia harus pergi, atau menyaksikan dunia yang ia cintai hancur. Elaria memeluk dirinya sendiri, merasakan dinginnya kesunyian setelah badai. ​Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Pilihan yang diberikan padanya terlalu berat. Pergi dan meninggalkan Kaelion, atau tetap di sini dan melihat dunia mereka hancur. Ia tidak bisa membiarkan Kaelion mengorb

  • Kekasih Hatiku Sang Tokoh Kedua.   BAB 67 – LEONA, GADIS DARI REALITA

    "​Sebuah cerita adalah panggung yang hidup, dan di atas panggung itu, ada jiwa-jiwa yang menari. Tetapi, apa jadinya jika salah satu penari itu adalah sang pengarangnya sendiri? Ketika sang pencipta berhadapan dengan ciptaannya yang hidup, takdir bukan lagi sebuah jalan, melainkan sebuah medan perang." *** ​Elaria merasakan suara Leona, gadis dari cermin. Elaria tidak takut lagi. Ia tidak akan membiarkan dirinya ditakuti oleh suara. Ia akan melawan, ia akan berjuang. Ia telah melihat Kaelion menderita, dan ia tidak akan membiarkannya menderita lagi. ​Kaelion tertidur pulas. Wajahnya terlihat damai, ia tidak menyadari bahwa di balik keheningan, terjadi perang. Perang antara takdir dan cinta. Perang antara dunia nyata dan dunia fiksi. ​Elaria bangkit kembali. Ia berjalan ke meja rias, ia duduk di depan cermin, lalu menatap pantulan dirinya, ia merasakan hatinya berdebar. Ia harus melakukannya dan menghadapi Leona, ia harus menghadapi takdir.

  • Kekasih Hatiku Sang Tokoh Kedua.   BAB 66 – SUARA DARI BALIK CERMIN

    "​Sebuah refleksi bukanlah sekadar bayangan; ia adalah cermin jiwa, tempat kebenaran tersembunyi. Namun, apa jadinya jika di balik cermin itu, sebuah suara berbicara, bukan dari alam sana, melainkan dari dunia yang telah lama dilupakan? Dan di antara dua realitas, hanya satu yang bisa bertahan." *** ​Malam itu, setelah Kaelion dan Elaria kembali dari Menara Ilmu, ketakutan Elaria tidak hilang. Buku "Cermin Dua Alam" telah memberikan validasi pada ketakutannya, tetapi ia juga memberikan pertanyaan baru yang menyakitkan: apa harganya? Kaelion, dengan cinta yang tulus, bersumpah untuk membayar harga itu, tetapi Elaria tidak akan membiarkannya. Ia tidak akan membiarkan Kaelion mengorbankan hal lain. ​Kaelion tertidur pulas, wajahnya terlihat damai. Elaria mengamati wajahnya, membelai rambutnya dengan lembut. Betapa bahagianya ia jika Kaelion tidak terlibat dalam semua ini, jika Kaelion tidak harus merasakan kehampaan dan retakan di langit. Betapa bahagianya

  • Kekasih Hatiku Sang Tokoh Kedua.   BAB 65 – BUKU TUA DI MENARA ILMU

    "​Pengetahuan adalah cermin yang memantulkan takdir. Namun, terkadang, cermin itu retak, dan di antara serpihan-serpihannya, sebuah kebenaran yang tersembunyi terungkap. Di antara debu dan buku-buku tua, Kaelion dan Elaria mencari jawaban, hanya untuk menemukan bahwa takdir mereka telah ditulis di tempat yang tidak pernah mereka duga." *** ​Kaelion memeluk Elaria erat. Kata-katanya, "Aku akan mencintaimu, terlepas dari siapa dirimu," bergema di telinga Elaria. Itu adalah jawaban yang tulus, sebuah janji yang tak terucapkan. Meski begitu, janji itu tidak bisa menghentikan suara mesin ketik yang berdetak di kepalanya. Ia merasakan kehangatan pelukan Kaelion, tetapi hatinya terasa kosong, diliputi ketakutan. ​"Aku akan selalu ada di sini," Kaelion berbisik, ia mencium kening Elaria. "Kau tidak sendirian." ​Kaelion tertidur pulas. Elaria tidak. Ia tidak bisa. Ia membebaskan diri dari pelukannya, dan berjalan

  • Kekasih Hatiku Sang Tokoh Kedua.   BAB 64 – SIAPA AKU SEBENARNYA?

    "​Sebuah panggung yang selama ini terasa nyata kini menunjukkan celah di antara tirainya. Ketika sebuah cerita mulai dipertanyakan, sang pemeran utama mendapati dirinya terperangkap di antara dua realitas. Dan di antara suara-suara mesin ketik yang tak terdengar, ia bertanya: apakah cinta ini… hanyalah tinta di atas kertas?" *** ​Kehidupan di istana telah menemukan ritmenya, namun bagi Elaria, melodi itu mulai terdengar sumbang. Di balik senyumnya yang terukir, ada ketakutan yang menggerogoti. Gejala-gejala aneh dari dunia yang retak kini tidak hanya terlihat di langit, melainkan langsung menyerang dirinya. ​Suatu pagi, saat ia hendak menunjuk ke arah cangkir teh, pelayan yang berada di sana berkedip. Bukan, bukan pelayan itu yang berkedip, melainkan wajahnya. Sejenak, wajah pelayan itu menghilang, digantikan oleh kekosongan abu-abu yang buram. Elaria menarik tangannya, jantungnya berdegup kencang. Ketika ia mengedipkan mata, wajah pelayan itu kembali,

  • Kekasih Hatiku Sang Tokoh Kedua.   BAB 63 – RAJA YANG MERASAKAN HAMPA

    "​Sebuah tahta yang dibangun di atas cinta takkan pernah goyah oleh badai. Namun, apa jadinya jika badai itu bukanlah dari dunia yang sama? Ketika sebuah dunia, yang selama ini hanyalah panggung, mulai menunjukkan retakannya, bahkan seorang raja pun akan merasakan kekosongan yang tak terjelaskan." *** ​Hari-hari di istana berjalan seperti mimpi yang indah. Kaelion, sang Raja, memimpin dengan bijaksana, dan Elaria, sang Ratu, adalah cahaya di sisinya. Tetapi di balik kedamaian yang terasa sempurna itu, ada keretakan yang tak terlihat, sebuah melodi sumbang yang hanya bisa dirasakan oleh Kaelion. ​Pertama, ia menyadari waktu terasa aneh. Suatu hari, saat sedang rapat dewan, ia melihat seorang bangsawan mengusap hidungnya. Ia menoleh sebentar, lalu ketika ia menatap kembali, bangsawan itu mengulangi gerakan yang sama, persis seperti detik yang terulang. Kaelion mengabaikannya, berpikir ia hanya kelelahan. ​Tetapi hal itu terus berlanju

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status