Home / Romansa / Kekasih Hatiku Sang Tokoh Kedua. / BAB 3 - BUKAN DUNIA UNTUK FIGURAN.

Share

BAB 3 - BUKAN DUNIA UNTUK FIGURAN.

Author: Za_dibah
last update Last Updated: 2025-07-14 13:46:08

“Panggung ini megah, tapi naskahku tak tertulis. Aku hanya bayangan di antara gemerlap yang menanti giliranku untuk bersinar.”

***

Elaria menyadari satu hal tentang kehidupan bangsawan. Setiap gerakan adalah sebuah pertunjukan, dan setiap kata adalah topeng yang dirancang sempurna.

Di balik kemewahan Istana Thorne, terdapat aturan tak terlihat yang mengikat jiwa. Ia kini adalah pemain yang baru saja tiba di panggung, tanpa naskah. Hanya dengan ingatan samar tentang akhir cerita.

Ia menghabiskan beberapa hari pertama dengan mengamati. Ia belajar cara duduk anggun, cara memegang garpu perak tanpa membuat suara, dan cara tersenyum tanpa menunjukkan emosi yang sebenarnya.

Tapi, semua itu terasa seperti menyalin sebuah lukisan sempurna di permukaan. Kosong di dalamnya.

"Aku tidak bisa terus berpura-pura," bisiknya pada diri sendiri.

Pelayan-pelayan di Istana Thorne mulai berbisik tentang perubahan aneh pada diri Lady Elaria. Ia tak lagi menghabiskan waktu di perpustakaan dengan buku-buku etiket usang. Melainkan di taman, duduk di rumput, mengamati langit seolah mencari jawaban tak terucap.

“Lady Elaria kemarin terlihat tertawa saat burung gagak lewat,” bisik seorang pelayan muda kepada Clara.

Clara, yang kini semakin curiga, hanya menjawab dingin, “Lady Elaria tidak pernah tertawa seperti itu. Mungkin dia sedang demam.”

Elaria tidak peduli dengan bisikan mereka. Ia sedang sibuk menyusun strategi. Ia tahu alur cerita Heart's Companion didasarkan pada interaksi Leona, Pangeran Aerion, dan Kaelion. Sebagai figuran, ia berada jauh dari pusat gravitasi itu.

"Bagaimana aku bisa masuk ke jalur utama?" gumamnya saat berjalan di koridor Istana Thorne yang sunyi. "Aku bukan tokoh utama. Aku hanyalah hiasan dinding yang mahal."

"Aku harus menemukan cara," ia berjanji pada diri sendiri.

Pagi hari di ruang makan terasa dingin. Viscount Thorne, seorang pria paruh baya dengan tatapan tajam dan sikap bisnis kental, duduk di ujung meja panjang. Ia dikenal sebagai bangsawan yang lebih peduli pada kebun anggurnya daripada urusan politik atau sosial.

“Elaria,” sapa Viscount Thorne tanpa mengangkat kepala dari tumpukan dokumen perkebunan. “Kau terlihat… lebih sehat. Aku dengar dari Clara, kau mulai bersikap aneh. Jangan membuang waktu dengan hal-hal yang tidak penting.”

Elaria meneguk tehnya. "Aneh? Mungkin saya hanya ingin menikmati hidup, Ayah. Tidak semua tentang bisnis."

Viscount Thorne menatapnya, ada sedikit kejutan di matanya. “Kehidupan seorang bangsawan adalah bisnis, Elaria. Kita hidup untuk menjaga status kita, dan status kita ada di dalam botol anggur Velrois kita. Kau harus mengerti itu.”

"Saya mengerti, Ayah," balas Elaria. "Tapi saya ingin belajar lebih dari sekadar anggur. Saya ingin memahami bagaimana dunia bekerja di luar perkebunan kita."

Ia mencoba melunakkan suaranya. “Saya ingin tahu bagaimana Istana bekerja, bagaimana politik di sana. Siapa yang berpengaruh, siapa yang tidak.”

Viscount Thorne terdiam, meletakkan pena bulu angsa di atas meja. “Itu bukan urusanmu, Elaria. Urusan kita adalah memastikan bahwa anggur kita disajikan di setiap jamuan kerajaan. Tidak lebih, tidak kurang.”

“Tapi bagaimana jika saya bisa membantu? Mungkin dengan… mengenal beberapa orang penting di sana?” Elaria bertanya hati-hati.

Viscount Thorne mendengus. "Kau hanya seorang Lady dari keluarga viscount kecil, Elaria. Kita kaya, ya. Tapi kita tidak memiliki pengaruh."

"Kita adalah bayangan yang tak pernah bersuara di tengah hiruk pikuk politik," lanjut sang Viscount. "Jangan coba-coba menarik perhatian, itu berbahaya."

Elaria merasakan kekecewaan menusuk hatinya. Ayahnya benar. Dalam naskah Heart’s Companion, Elaria Thorne tidak memiliki pengaruh. Ia hanya kaya. Tapi itu tidak berarti ia tak bisa mengubah takdirnya.

"Aku tidak bisa menyerah," pikirnya.

“Baik, Ayah,” katanya pelan, menyembunyikan rencana di balik sorot matanya yang tenang.

Setelah sarapan, Elaria kembali ke kamarnya. Ia tahu ia tidak bisa mengandalkan statusnya untuk mendekati Kaelion. Ia harus menemukan cara lain.

Ia mulai mempelajari siasat sosial para bangsawan. Ia mengintip interaksi pelayan, mendengarkan gosip, dan membaca surat-surat lama yang tersimpan di ruang arsip. Ia mencari celah, jalur yang bisa dimasuki oleh figuran.

Namun setiap langkahnya terasa canggung. Elaria yang terbiasa dengan kebebasan di dunia nyata, sering kali melanggar etiket. Ia hampir menumpahkan teh pada gaun mahal, ia lupa cara membungkuk yang benar.

Ia juga terlalu sering berbicara dengan pelayan seolah mereka setara. "Aku harus lebih hati-hati," pikirnya, merasa kaku.

Hal ini hanya membuat para pelayan semakin heran, dan Viscount Thorne semakin khawatir.

Laurenta, jiwa di balik mata Elaria merasa frustrasi. Ia terbiasa dengan dunia di mana ia bisa menjadi dirinya sendiri. Kini, ia harus mengenakan topeng di setiap detiknya.

"Ini sungguh sulit," keluhnya, menatap pantulan dirinya di cermin.

Ia berdiri di depan jendela, menatap langit.

“Aku harus menemukan cara,” bisiknya penuh tekad. “Aku harus menemukan celah dalam naskah ini. Aku akan menuliskan namaku sendiri di sini, meski aku harus menghancurkan semua kebisuan ini.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kekasih Hatiku Sang Tokoh Kedua.   BAB 68 – TINTA YANG BERDARAH, CINTA YANG BERDURI

    "​Cinta adalah puisi yang ditulis oleh hati, tetapi ketika tinta itu adalah darah dan setiap kata adalah duri, ia menjadi sebuah pertempuran. Perang antara takdir yang tertulis dan takdir yang diperjuangkan, di mana setiap napas adalah sebuah pilihan dan setiap sentuhan adalah pengorbanan." *** ​Suara Leona menghilang, seolah tertelan oleh keheningan. Cermin itu kembali normal, memantulkan wajah Elaria yang pucat, mata yang dipenuhi air mata, dan bahu yang bergetar. Ia berdiri sendirian di tengah ruangan, didera kenyataan pahit yang baru saja ia dengar. Ia adalah figuran, ia telah merusak takdir, dan kini ia harus pergi, atau menyaksikan dunia yang ia cintai hancur. Elaria memeluk dirinya sendiri, merasakan dinginnya kesunyian setelah badai. ​Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Pilihan yang diberikan padanya terlalu berat. Pergi dan meninggalkan Kaelion, atau tetap di sini dan melihat dunia mereka hancur. Ia tidak bisa membiarkan Kaelion mengorb

  • Kekasih Hatiku Sang Tokoh Kedua.   BAB 67 – LEONA, GADIS DARI REALITA

    "​Sebuah cerita adalah panggung yang hidup, dan di atas panggung itu, ada jiwa-jiwa yang menari. Tetapi, apa jadinya jika salah satu penari itu adalah sang pengarangnya sendiri? Ketika sang pencipta berhadapan dengan ciptaannya yang hidup, takdir bukan lagi sebuah jalan, melainkan sebuah medan perang." *** ​Elaria merasakan suara Leona, gadis dari cermin. Elaria tidak takut lagi. Ia tidak akan membiarkan dirinya ditakuti oleh suara. Ia akan melawan, ia akan berjuang. Ia telah melihat Kaelion menderita, dan ia tidak akan membiarkannya menderita lagi. ​Kaelion tertidur pulas. Wajahnya terlihat damai, ia tidak menyadari bahwa di balik keheningan, terjadi perang. Perang antara takdir dan cinta. Perang antara dunia nyata dan dunia fiksi. ​Elaria bangkit kembali. Ia berjalan ke meja rias, ia duduk di depan cermin, lalu menatap pantulan dirinya, ia merasakan hatinya berdebar. Ia harus melakukannya dan menghadapi Leona, ia harus menghadapi takdir.

  • Kekasih Hatiku Sang Tokoh Kedua.   BAB 66 – SUARA DARI BALIK CERMIN

    "​Sebuah refleksi bukanlah sekadar bayangan; ia adalah cermin jiwa, tempat kebenaran tersembunyi. Namun, apa jadinya jika di balik cermin itu, sebuah suara berbicara, bukan dari alam sana, melainkan dari dunia yang telah lama dilupakan? Dan di antara dua realitas, hanya satu yang bisa bertahan." *** ​Malam itu, setelah Kaelion dan Elaria kembali dari Menara Ilmu, ketakutan Elaria tidak hilang. Buku "Cermin Dua Alam" telah memberikan validasi pada ketakutannya, tetapi ia juga memberikan pertanyaan baru yang menyakitkan: apa harganya? Kaelion, dengan cinta yang tulus, bersumpah untuk membayar harga itu, tetapi Elaria tidak akan membiarkannya. Ia tidak akan membiarkan Kaelion mengorbankan hal lain. ​Kaelion tertidur pulas, wajahnya terlihat damai. Elaria mengamati wajahnya, membelai rambutnya dengan lembut. Betapa bahagianya ia jika Kaelion tidak terlibat dalam semua ini, jika Kaelion tidak harus merasakan kehampaan dan retakan di langit. Betapa bahagianya

  • Kekasih Hatiku Sang Tokoh Kedua.   BAB 65 – BUKU TUA DI MENARA ILMU

    "​Pengetahuan adalah cermin yang memantulkan takdir. Namun, terkadang, cermin itu retak, dan di antara serpihan-serpihannya, sebuah kebenaran yang tersembunyi terungkap. Di antara debu dan buku-buku tua, Kaelion dan Elaria mencari jawaban, hanya untuk menemukan bahwa takdir mereka telah ditulis di tempat yang tidak pernah mereka duga." *** ​Kaelion memeluk Elaria erat. Kata-katanya, "Aku akan mencintaimu, terlepas dari siapa dirimu," bergema di telinga Elaria. Itu adalah jawaban yang tulus, sebuah janji yang tak terucapkan. Meski begitu, janji itu tidak bisa menghentikan suara mesin ketik yang berdetak di kepalanya. Ia merasakan kehangatan pelukan Kaelion, tetapi hatinya terasa kosong, diliputi ketakutan. ​"Aku akan selalu ada di sini," Kaelion berbisik, ia mencium kening Elaria. "Kau tidak sendirian." ​Kaelion tertidur pulas. Elaria tidak. Ia tidak bisa. Ia membebaskan diri dari pelukannya, dan berjalan

  • Kekasih Hatiku Sang Tokoh Kedua.   BAB 64 – SIAPA AKU SEBENARNYA?

    "​Sebuah panggung yang selama ini terasa nyata kini menunjukkan celah di antara tirainya. Ketika sebuah cerita mulai dipertanyakan, sang pemeran utama mendapati dirinya terperangkap di antara dua realitas. Dan di antara suara-suara mesin ketik yang tak terdengar, ia bertanya: apakah cinta ini… hanyalah tinta di atas kertas?" *** ​Kehidupan di istana telah menemukan ritmenya, namun bagi Elaria, melodi itu mulai terdengar sumbang. Di balik senyumnya yang terukir, ada ketakutan yang menggerogoti. Gejala-gejala aneh dari dunia yang retak kini tidak hanya terlihat di langit, melainkan langsung menyerang dirinya. ​Suatu pagi, saat ia hendak menunjuk ke arah cangkir teh, pelayan yang berada di sana berkedip. Bukan, bukan pelayan itu yang berkedip, melainkan wajahnya. Sejenak, wajah pelayan itu menghilang, digantikan oleh kekosongan abu-abu yang buram. Elaria menarik tangannya, jantungnya berdegup kencang. Ketika ia mengedipkan mata, wajah pelayan itu kembali,

  • Kekasih Hatiku Sang Tokoh Kedua.   BAB 63 – RAJA YANG MERASAKAN HAMPA

    "​Sebuah tahta yang dibangun di atas cinta takkan pernah goyah oleh badai. Namun, apa jadinya jika badai itu bukanlah dari dunia yang sama? Ketika sebuah dunia, yang selama ini hanyalah panggung, mulai menunjukkan retakannya, bahkan seorang raja pun akan merasakan kekosongan yang tak terjelaskan." *** ​Hari-hari di istana berjalan seperti mimpi yang indah. Kaelion, sang Raja, memimpin dengan bijaksana, dan Elaria, sang Ratu, adalah cahaya di sisinya. Tetapi di balik kedamaian yang terasa sempurna itu, ada keretakan yang tak terlihat, sebuah melodi sumbang yang hanya bisa dirasakan oleh Kaelion. ​Pertama, ia menyadari waktu terasa aneh. Suatu hari, saat sedang rapat dewan, ia melihat seorang bangsawan mengusap hidungnya. Ia menoleh sebentar, lalu ketika ia menatap kembali, bangsawan itu mengulangi gerakan yang sama, persis seperti detik yang terulang. Kaelion mengabaikannya, berpikir ia hanya kelelahan. ​Tetapi hal itu terus berlanju

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status