LOGIN"Cepat, ikut kami! Silakan Anda jelaskan semuanya di kantor polisi!" ucap salah satu petugas yang membawa paksa ayah Noval. Mereka langsung memasukkannya ke dalam mobil patroli yang terparkir tidak jauh dari rumah mereka.
"Tolong, Pak, jangan bawa suami saya! Dia sedang sakit. Tolong lepaskan suami saya!" Ibu Noval terus berlari mengejar mobil patroli yang membawa suaminya. Tanpa memperdulikan tatapan orang-orang padanya. Keluarga Sanjaya yang terkenal baik di kalangan masyarakat sekitar itu kini menjadi bahan gunjingan. "Ibu, tenang! Noval pasti bisa bebaskan ayah dari polisi." Noval mencoba menenangkan ibunya. Membawanya kembali ke dalam rumah dan segera menutup semua pintu dan jendela. "Bubar semua! Bubar!" pekik Noval ke arah kerumunan warga. "Huuuuu, kayak yang baik tau-tau ditangkap polisi!" "Dasar muka topeng semua! Huuuu!" Suara-suara bising para tetangga yang sibuk membicarakan keluarga Sanjaya, semakin membuat mental ibunya terguncang hebat. "Semua gara-gara kamu, Mas! Kalau aja kamu bisa dapet uang buat pengganti, ayah nggak akan masuk penjara!" teriak seorang gadis berseragam SMA itu ke arah Noval. "Lihat, ibu sampai jatuh pingsan. Semua salah kamu, Mas! Semua salah kamu! Kamu kakak yang nggak berguna! Argh," teriakan itu semakin kencang. Cacian, makian terus keluar dari mulut gadis itu. Tangis gadis itu akhirnya pecah ketika melihat wanita yang melahirkannya kini terkulai lemas di atas tempat tidur. Kembali, Tiara meluapkan segala amarah dan kekesalannya pada Noval. Noval berdiri bergeming. Ia tidak membalas apapun segala perbuatan dan ucapan adiknya itu kepadanya. Tak lama kemudian Noval membawa Tiara dalam pelukan untuk membuat adik perempuannya itu tenang. "Iya, semua salahnya Mas. Mas minta maaf!" Hampir setengah jam, ibunya belum menunjukkan tanda akan sadar. Noval meminta adiknya untuk membawakan minyak kayu putih. Perlahan ia mulai menghirupkan aroma dari kayu putih tersebut ke dekat hidung. Ibunya mulai tersadar. Tak ada sepatah katapun yang terucap. Hanya buliran air mata yang menunjukkan betapa hatinya terluka kini. "Noval minta maaf, Bu!" Noval bersimpuh di kaki sang ibu. Begitupun Tiara--adiknya, yang tadi sangat mengkhawatirkan keadaan ibunya. "Semua bukan salah kamu, Nak!" Ibunya mulai berucap. Hanya ada sorot kesedihan yang tersurat di raut wajahnya yang mulai keriput. "Ayah kalian tidak bersalah. Dia dijebak." Ibunya kembali mengucapkan hal yang sama berulang kali. "Ibu ...!" Tiara memeluk ibunya yang kini terduduk lesu di atas tempat tidur. Wanita yang kini hampir berumur setengah abad itu memegang erat dadanya. Seakan sebuah batu besar kini tengah menindihnya. Terasa berat beban hidup yang harus ia jalani kini seorang diri. Rasa tak kuasa saat harus melihat sang suami diboyong polisi karena sebuah tuduhan yang tak mendasar. Tak mampu lagi berucap, hanya linangan kesedihan yang terus mengalir membasahi pipi bahkan hijab yang beliau kenakan pun sudah basah. "Kamu mau ke mana?" tanya ibunya sambil terisak-isak saat melihat Noval beranjak pergi. "Aku ada urusan sebentar. Tiara tolong jaga ibu!" Noval berlalu meninggalkan ibunya dan sang adik yang tengah bersedih. Noval memalingkan wajahnya, menahan sekuat tenaga agar cairan bening yang ikut larut dalam lukanya tidak terlihat oleh orang-orang yang ia cintai. Dia harus terlihat kuat dan tegar. Noval melajukan roda dua miliknya. Meninggalkan pelataran rumahnya menuju suatu tempat yang ia kira bisa menjawab pertanyaan mengapa ayahnya tersebut bisa dibawa ke kantor polisi? Padahal jelas-jelas jika perjanjian yang ia terima waktu itu menyebutkan tenggak waktu proses pelunasan sisa uang konfensasi yang harus dibayarkan. Lalu mengapa ayahnya saat ini harus dibawa ke kantor polisi? Rasa kecewa dan kesal bercampur aduk. Ia melajukan kuda besinya dengan kecepatan maksimum. Bahkan hanya butuh beberapa menit saja ia telah sampai di tempat yang dituju. Bruk! Noval mendobrak ruangan manajer tempatnya bekerja. "Apa maksud semua ini?" bentak Noval saat melihat sang manajer tengah duduk santai sambil memainkan segelas minuman di depannya. "Hei, ada apa ini? Mengapa kamu bertingkah aneh seperti ini? Ini bukan Noval yang kukenal," jawabnya dengan santai. Laki-laki yang berperawakan tinggi kurus itu mulai berjalan mendekati Noval yang sedang terlihat marah. "Jelaskan padaku, mengapa polisi bisa datang ke rumah dan menangkap ayahku, hah?!" Noval mencengkeram kerah kemeja yang pria itu kenakan. "Hei, santai kawan! Kita bisa bicara baik-baik. Aku masih atasanmu, kau ingat itu?" Perlahan Noval melepaskan cengkraman tangannya. Napasnya memburu, menahan amarah yang sedang bergejolak. "Cepat jawab jangan banyak alasan!" bentaknya lagi. "Soal itu, kamu bisa lihat sendiri di surat perjanjian kita dulu." Pria itu menunjukkan sebuah berkas pada Noval. "Di sana tertulis jelas waktu kalian sudah habis untuk membayar uang pengganti. Dan ya, mau tidak mau ayahmu harus menerima segala konsekuensi dari perbuatannya." "Sial, mengapa tanggalnya berubah? Bukankah seharusnya masih ada waktu dua minggu lagi? Ini jelas-jelas penipuan," sanggah Noval saat melihat tanggal yang tercantum berbeda dari tanggal awal pembuatan surat perjanjian. "Itu karena kamu juga ikut membuat kerusakan dan kerusuhan tempo hari di tempat ini. Kamu ingat?" "Ini tidak benar. Sekarang juga kalian harus cabut laporan tersebut dan bebaskan ayahku!" Noval mencoba menggertak dan menunjuk wajah pria di depannya. "Itu mudah, asal kamu ... bisa segera melunasi uang kerusakan properti di klub ini. Kalau tidak, siap-siap saja polisi juga akan segera menangkapmu!" ucap manajer sambil berbisik. Berharap pria tinggi di depannya akan ciut nyalinya saat mendengar ancaman darinya. Bugh! Sebuah pukulan tiba-tiba mendarat di wajah manajer bar tersebut. Rasanya kesabaran Noval sudah di ujung tanduk. Bagaimana tidak, Ia rela bekerja di bar ini untuk membayar biaya ganti tanpa mendapat bayaran sepeserpun. Omset pendapatan bar meningkat saat Noval bekerja di sini. Keahliannya dalam meracik minuman membuat banyak para pengunjung tak henti berdatangan. Di tambah dengan gayanya yang kharismatik membuat para pengunjung perempuan tergila-gila padanya. Manajer tersebut menekan sebuah tombol yang terhubung langsung ke pos keamanan. Tak lama kemudian, dua orang berbadan besar datang dan langsung mengamankan Noval. "Lepasin!" Noval berontak. Namun, cengkeraman kedua tangan pria bertubuh besar itu tak mampu ia lawan. "Segera lunasi hutangmu, atau sesuatu yang lebih buruk akan menimpa keluargamu!" ancam pria itu tepat di depan wajah Noval. "Cepat bawa dia keluar, dan jangan biarkan dia datang lagi ke bar ini! Kecuali untuk melunasi hutangnya!" seru pria yang memiliki luka di salah satu sudut bibirnya karena mendapatkan bogeman dari Noval. Noval jatuh tersungkur. Kedua pria bertubuh besar itu mendorongnya kuat saat keluar dari bar. *** Noval kembali dengan harapan kosong. Seluruh tabungannya telah habis terkuras. Hanya tinggal motor sport yang kini dikendarai yang menjadi harta terakhirnya. "Sial, aku harus mencari ke mana sisa uang itu? Lima ratus juta bukanlah uang sedikit yang bisa di dapat dalam waktu singkat. Andai aku menjual motorku ini, sisanya masih sangat banyak sekali. Aku harus apa?" Dalam kebingungan, Noval tiba-tiba teringat ucapan seorang perempuan cantik yang dulu pernah menawarkan uang sepuluh miliar padanya. "Nggak mungkin, aku nggak mau berurusan lagi dengan Renata." Segara ia tepis segala yang berhubungan dengan wanita cantik itu. "Yang ada, nanti aku akan dijadikan bahan olokan lagi oleh dia," pikirnya dalam sunyi. Menjelang tengah malam, Noval baru kembali ke rumah. Setelah dari bar itu, Noval pergi ke kantor polisi untuk memberikan keterangan sekaligus melihat keadaan ayahnya yang sebenarnya sedang dalam perawatan. Untungnya para polisi itu memperlakukan ayahnya dengan baik. Ayahnya saat ini berada di ruangan khusus dan tidak satu sel dengan tahanan yang lainnya karena tengah sakit. "Kamu baru pulang, Mas?" tanya Tiara saat ia membukakan pintu untuk Noval. "Bagaimana keadaan ibu?" Noval meletakkan helm di atas meja dan kemudian membuka sepatu serta jaket yang melekat di tubuhnya. "Ibu udah tenang, baru aja tidur," jawab Tiara dengan mata yang terlihat sangat mengantuk. Noval lalu menyuruh Tiara kembali ke dalam kamarnya. Namun, sesaat kemudian gadis itu kembali lagi ke luar dan menemui Noval yang sedang duduk melamun di ruang tengah. "Gimana keadaan ayah?" "Ayah baik. Kamu nggak usah cemas. Tidur sana bukannya besok kamu harus sekolah?" "Kamu dari mana tadi? Susah banget dihubungin? Coba cek ponselmu berapa kali tadi aku miscall?" seru Tiara menunjuk pada ponsel Noval yang tergeletak di atas meja. "Tadi baterainya habis. Aku lupa membawa charger. Ada apa? Ada sesuatu terjadi lagi saat aku pergi?" jawabnya sambil memijat leher belakangnya yang terasa tegang. "Tadi, ada dua perempuan datang kemari mau ketemu sama kamu." "Dua orang perempuan? Hmm, siapa mereka?"Ketegangan terjadi. Pria bermasker itu perlahan-lahan terus menuju Renata, sorot matanya yang tajam memancarkan kebencian dan rasa sakit hati yang mendalam. Bayangan wajah yang tersembunyi di balik masker membuat Renata semakin ketakutan. Renata merasakan detak jantungnya semakin cepat saat pria bermasker itu datang mendekat. Ia mencoba berteriak tapi suaranya tercekat di tenggorokan. Noval yang melihat kejadian itu langsung bereaksi. "Jangan coba-coba ganggu Renata!" pekiknya kencang sambil memegang salah satu teman pria bermasker itu. Namun, pria itu seperti sengaja ingin membuat Renata ketakutan. Ia semakin mendekati Renata dengan seringai jahatnya di balik masker. "Jangan gila lu, ya! Lu mau ngapain, hah?" Tangan kanan Renata mencoba menahan pria itu. Tapi sayang kekuatannya terlalu lemah. Jarum infus itu tercerabut, seketika cipratan cairan kental berwarna merah langsung keluar dari lengan kirinya, menetes perlahan mengotori seprai da
Noval mengernyitkan keningnya. Antara percaya dan tidak dengan apa yang dia lihat saat ini. "Bukankah seharusnya Anda berada di ruang ICU?"Pria itu berdiri dan berjalan menghampiri Noval yang mematung. Mr. William seolah mengerti dengan apa yang ada dalam pikiran Noval tentangnya saat ini."Sebenarnya, semua ini hanya sebuah sandiwara. Aku tidak tahu jika rencana ini akan berdampak buruk untuk kesehatan Rery," ungkap Mr. William merasa bersalah."Jadi, selama ini Anda telah berbohong tentang masalah kesehatan Anda sendiri?""Ya, aku hanya ingin sedikit perhatian darinya. Selama ini dia mengabaikanku bahkan sering membangkang . Mungkin semua salahku juga. Aku selalu sibuk bekerja dan bekerja sepanjang waktu, hingga aku harus kehilangan masa kecilnya. Dan di saat aku menua seperti sekarang, keadaan seolah berbalik." Sorot matanya menyiratkan penyesalan yang dalam."Aku telah gagal menjadi seorang ayah. Padahal sebelum istriku meninggal aku per
Kediaman Noval, 21.55 WIB. Gemeric air hujan masih terdengar dengar jelas mengguyur jalanan. Cukup lama hujan turun. Sejak sore hari sampai menjelang tengah malam seperti sekarang. Belum ada tanda air langit itu akan surut. Bahkan sesekali kilatan petir terlihat menyambar-nyambar kemudian menggelegar seolah membelah langit malam yang pekat. Suhu udara panas yang biasa menyelimuti setiap raga yang terlelap kini berganti, lebih sejuk bahkan cenderung lebih dingin dari biasanya. Noval mematikan AC yang ada di kamarnya. Membuka jendela lalu mendongakkan kepalanya melihat ke arah luar. Matanya terpejam seolah menikmati udara segar yang langsung mengguar masuk ke dalam paru-parunya. Ada suatu beban berat yang seakan ikut terhempas saat ia menghembuskan napasnya. Setidaknya satu masalah besar sudah bisa ia hilangkan dari hidupnya. "Alhamdulillah, terima kasih Ya Allah." Tak lama berselang, terdengar suara pintu terbuka. Noval meliha
Jam dinding sudah menunjukkan angka 11.35 malam. Suasana terasa hening. Renata terbangun dari lelapnya. Menggeliat seperti bayi. Melihat sekelilingnya, ia baru ingat jika malam ini tidak ada guling kesayangan menemaninya bermimpi. "Oh iya, gue lagi di rumah sakit," ucapnya pelan. Renata berdiri, berjalan menuju dispenser yang terletak dekat sebuah meja panjang, mengambil segelas air putih dan langsung menenggak habis semua isinya. Dia menengok ke arah sofa ruang tunggu. Ada Renata yang tengah terlelap dengan memegang remot TV. "Dia ketiduran di sana rupanya." Renata menghampirinya dan menyimpan remote TV itu ke tempatnya. "Sil, bangun!" ucapnya pelan. "Sil, bangun, Sil!" Renata mencoba kembali membangunkan Sesilia. Untuk ketiga kalinya, Sesil akhirnya terbangun. "Apa?" Sambil kembali menguap, menahan matanya yang enggan terbuka. "Kok papi belum masuk ruangan? Lu temenin gue tanyain perawat di depan, ya!" "Lah, lu kan tinggal pencet tombol di sana, yang deket bed. Tar ju
"Tunggu, gue mikir apaan, sih? Terus kenapa dia berani meluk gue?" gerutunya perlahan hampir tidak terdengar oleh siapapun termasuk Noval. Tiba-tiba Renata mendorong tubuh Noval untuk menjauh darinya. "Lu ngapain meluk-meluk gue? Lu mau ambil kesempatan dalam kesempitan, hah?!" pekik Renata kencang. Membuat gempar para tenaga medis di sana. Bahkan ada beberapa perawat keluar dari ruang ICU untuk melihat keadaan di sana. Namun, mereka hanya diam saja melihat Renata memarahi Noval. Petugas kesehatan di sana sudah mengetahui siapa Renata, anak Mr William, salah satu pemenang saham di rumah sakit tempat mereka bekerja. "Maaf, aku nggak bermaksud ...." Renata langsung memotong ucapan Noval. "Alah, omong kosong." Noval mencoba menenangkan Renata yang tiba-tiba meledak amarahnya. Namun, sepertinya wanita itu tidak mengindahkan ucapan Noval. Malah terjadi adu mulut di antara keduanya. Hingga Sesil datang dan berhasil menenangkan keduanya.
Beberapa saat sebelumnya."Mana Nak Renata, Ibu mau bicara?" Ibu Wati menahan Noval yang akan masuk ke kamar."Sudah pulang. Ada urusan mendadak katanya. Dia titip maaf karena tidak bisa pamitan sama Ibu.""Kalau begitu kita bicara di depan. Ini menyangkut tentang hubungan kalian berdua.""Ibu, sudah berapa kali Noval bilang, dia nggak hamil. Dan walaupun hamil juga itu bukan anak Noval. Noval sama sekali nggak pernah sedikit pun nyentuh Renata. Ibu harus percaya sama Noval, ya! Sekarang lebih baik kita pergi ke rutan buat lihat kondisi ayah," ajaknya dengan halus. Mengalihkan perhatian ibunya untuk tidak lagi membahas tentang Renata.Noval masuk kamarnya, mengambil jaket hoody berwarna hitam yang tergantung di belakang pintu. Setelah itu mengambil tas selempang yang tergeletak di dekat meja komputer.Namun, perhatiannya teralihkan oleh sebuah tas perempuan berwarna soft pink yang tidak ia kenal. Tergant







