Share

Kekasih Pilihan Allah
Kekasih Pilihan Allah
Penulis: nurulchairiah07

PROLOG

Aisyah POV

"Bagaimana, Abi? Apa sudah ada kabar dari Mas Reza?"

Abi menggeleng. Tubuhku terasa semakin lemas. Bahkan aku tidak yakin apakah bisa menopang tubuh ini.

Di mana dia? Seseorang yang beberapa hari lalu menyatakan bahwa dia ingin menjadikanku sebagai kekasih halalnya. Tapi kini, di hari yang sudah ditentukan, dia pun tidak memunculkan batang hidungny. Memberi kabar pun tidak.

Aku mengingat kembali, dan aku yakin di antara kami memang tidak ada konflik apapun. Bahkan semalam dia sempat mengirim pesan yang semakin membuat aku yakin untuk menerimanya menjadi imamku.

Oh, Allah ... ada apa ini? Ke manakah Mas Reza? Teriak batinku tak kuasa menerima kenyataan pahit ini.

Aku mengambil ponsel yang tergeletak di atas meja rias. Lalu mencari nama Reza di kontak nomor dan langsung menekan tombol panggilan.

Nihil. Hasilnya nihil. Padahal aku sudah meneleponnya berkali-kali. Kini air mataku sudah tidak terbendung lagi. Bahkan penghulu yang akan membimbing pernikahanku sudah tidak bisa menunggu lama karena harus menikahkan calon pengantin lain yang sudah menunggunya. Abi meminta Nailah untuk menemui penghulu yang sudah menungguku, dan mengatakan ada sedikit permasalahan yang terjadi saat ini. Sepertinya Abi sudah tidak bisa menahan amarah lagi. Beliau juga ternyata merasakan kepedihan seperti yang ku rasakan.

Oh, Allah, aku mencintainya, dan untuk itulah aku menerimanya sebagai kekasih halalku. Tapi kenapa semua menjadi seperti ini? Jalan takdir seperti apa yang akan kau berikan pada hambamu ini, teriak aku di dalam hati.

Aku mengangkat kepala yang terasa berat. Kemudian, aku beralih memeluk Abi yang sedari tadi sudah menatapku dengan tatapan sendu. Aku merasakan getaran di bahu beliau, dan aku yakin Abi pasti menangis sama sepertiku. Ummi, seandainya dia masih ada disini pasti beliau bisa menguatkanku.

Aku merasakan tubuh Abi melemas. Kulirik beliau yang sedang memegang dadanya. Aku tidak ingin terjadi apa-apa pada sosok pahlawanku, yang sudah berjuang apapun demi kebahagiaan anak-anaknya.

"Astaghfirullahal 'adzim ... Abi tidak apa-apa?" Aku panik melihat Abi yang terus memegang dada sembari mengucapkan lafadz Allah.

Oh, Allah, jangan ambil abi karena dalam keadaan seperti ini aku membutuhkannya.

Abi menggeleng pelan. "Abi bisa merasakan apa yang kamu rasakan, Nak. Anak Abi harus tegar. Ingat ada Allah, Nak."

Aku mengangguk lalu menciumi tangan beliau. Walau dalam keadaan seperti ini Abi masih bisa menguatkanku. Semua yang berada di kamar dan menyaksikan tangisku dan abi ikut meneteskan air mata. Mereka pun tidak menyangka yang awalnya hari ini akan menjadi hari bersejarah bagiku ternyata malah menjadi hari paling pahit dalam hidupku.

Aku menatap Fatimah --adikku--  yang sudah meneteskan air mata. Dia sudah menangis sesenggukan di hadapanku.

Tidak, aku tidak boleh lemah. Aku harus menguatkan Abi dan juga keluargaku. Aku berusaha tersenyum untuk menunjukkan pada mereka bahwa aku baik-baik saja.

Tapi, yang ku lakukan tidak membuahkan apa-apa. Tangisku semakin pecah tatkala wajah Reza terlintas lagi di benakku. Aku terus menangis sambil teringat dengan peristiwa demi peristiwa yang aku alami bersamanya. Ketika laki-laki itu selalu datang ke rumah singgah untuk menarik perhatianku, dan pernah mengajakku untuk berpacaran tetapi aku menolaknya dengan alasan Allah melarang yang namanya pacaran. Hingga akhirnya ketika di taman bersama anak jalanan yang ku asuh, dia mengkhitbahku. Padahal sebelumnya dia pun tidak tahu apa itu khitbah hingga aku meminta supaya Reza menemui Abi.

Ya Allah, sakit sekali. Bagaimana aku harus menghadapi semuanya. Menghadapi semua tamu yang saat ini sudah menunggu lama. Apalagi keluargaku, mereka pasti akan menanggung malu karena ini menyangkut nama baik keluarga.

Hingga ku putuskan, aku harus menemui para tamu dan meminta maaf atas kejadian yang sedang terjadi. Aku harus bangkit, aku harus kuat.

Fatimah sebenarnya melarangku, tapi aku terus meyakinkannya.

"Ya sudah kalau Mbak Aisyah memaksa. Mbak harus ditemani Mbak Nailah keluar, biar Abi aku yang jaga," tutur Fatimah sembari berpindah posisi menghadap Abi yang terkulai lemas.

Aku mengangguk. Lalu, Nailah yang baru saja datang setelah meminta maaf pada penghulu pun membopongku ke depan lengkap dengan pakaian pengantin masih melekat di tubuhku. Hanya saja khimar panjangku sudah mulai lusuh karena terkena air mata. Dengan perlahan dan berusaha sekuat mungkin supaya air mataku tidak tumpah lagi, aku pun berhasil sampai di ruang tamu dan semua tamu undangan yang datang sudah menunggu dan langsung menatapku dengan bingung.

Aku pun memberi isyarat pada Nailah supaya melepaskan tanganku. Awalnya dia menolak, tapi aku terus membujuknya hingga akhirnya Nailah pun melepas tangannya. Dia menjagaku dari belakang.

Aku menarik nafas panjang. Sambil memegangi hatiku yang terasa amat sakit. Aku berusaha mengembalikan nama baik keluargaku kembali.

"Bismillah ... dengan amat sangat saya mewakili kedua orang tua saya meminta maaf karena sudah membuat bapak dan ibu menunggu kami. Dengan rasa hormat sekali lagi saya memberitahukan bahwa--" ucapanku tidak ku teruskan karena dengan bersamaannya air mataku turun. Nailah langsung sigap memegangi tanganku. Dia menyemangatiku untuk melanjutkan ucapanku.

Aku menarik nafas panjang lagi. "Dengan rasa hormat saya ingin memberitahukan bahwa pernikahan saya hari ini batal, untuk itu ibu dan bapak diperbolehkan untuk pulang ke rumah masing-masing atau mau menikmati terlebih dahulu makanan yang sudah dipersiapkan oleh ka--kami."

Setelah mengucapkan itu, aku pun langsung terjatuh lemas. Aku tidak sadarkan diri hingga membuat semuanya panik. Nailah yang memegang kepala ku berusaha membangunkan. Hingga akhirnya aku pun dibawa ke kamar oleh Nailah dan beberapa sanak saudara.

Mas Reza, terima kasih atas luka yang kau goreskan kepada hatiku. Aku berharap supaya kamu memang benar-benar jauh dari hidupku.

Sekali lagi, terima kasih ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status