Share

Salah Menduga

Wajah Yusra berbinar-binar mendapati sosok yang sangat dia rindukan, kini duduk bersama dengan Najib dan Idham di teras.  

"Siapa?" Yusra kaget saat ibu mendapatinya berdiri mengintip dari jendela. Perempuan itu masuk tanpa sepengetahuan Yusra. 

"Bukan siapa-siapa, Bu," ujarnya sembari tersenyum.

"Masa?" Perempuan itu ikut tersenyum seraya mengusap kepala anaknya yang masih tertutup mukena, kemudian dia meminta Yusra membuatkan teh hangat. 

Sudah beberapa pekan Yusra pulang. Namun, dia  belum juga sempat menyampaikan tentang hubungannya dengan Ervin, hingga laki-laki yang mampu mencuri hati Yusra itu nekat mendatangi rumahnya. Dengan alasan ingin mengunjungi temannya Izzan. 

Bukan main senangnya hati Yusra, tak henti-henti gadis itu menebarkan senyum selama membuatkan teh. 

"Sudah tehnya? Biar ibu saja yang antar, ya?" Ibu meraih nampan dan menyusun beberapa cangkir teh lalu keluar dari dapur. 

Yusra mengangguk dan bergegas kembali ke kamar. Dia benar-benar tak menyangka Ervin akan mendatangi rumahnya.

Kemarin, dia masih sibuk mencari alasan agar Ervin memaklumi kondisinya saat ini. Bukan tak memedulikan nasib hubungannya, tetapi Yusra memang tak mengerti bagaimana harus memulai percakapannya dengan ayah. Setiap kali ada kesempatan waktu ayahnya selalu membicarakan tentang yayasan. Rasanya tak pantas Yusra untuk menyela obrolan laki-laki berhati lembut itu. 

"Oh, temannya Izzan," ucap ibu Yusra mengulangi kata tetamu. 

Dari balik jendela, Yusra dapat melihat mereka mengobrol. Jantungnya berdegup-degup memerhatikan Ervin yang duduk tenang di samping ayahnya. 

"Loh, kamu ini bagaimana masa temannya disuruh nunggu. Cepatan pulang," perintah Najib. 

Najib terpaksa menelepon Izzan, karena sudah hampir satu jam Ervin bertamu, tetapi anaknya tak juga pulang. 

Sementara Ervin sendiri merasa tak enak dan terlalu lancang kalau langsung mengaku bahwa dia kekasihnya Yusra. Lagi pula, laki-laki yang berpura-pura mencari Izzan itu juga tahu bagaimana watak dan prinsip dari gurunya dulu. Bisa gawat kalau mereka tahu hubungannya dengan Yusra. 

Gadis itu masih betah berdiri, menguping obrolan tamu di terasnya. Ervin, Najib, dan Idham begitu asyik berbicara tentang acara MTQ beberapa bulan lalu, yang kebetulan Ervin terlibat langsung sebagai panitia penyelenggara. 

Sebenarnya Ervin dan Idham sudah saling mengenal ketika acara tersebut, tetapi tidak terlalu akrab sehingga selalu kaku tiap kali bertemu. 

Saat Yusra asyik mengintip ke arah luar jendela, lagi-lagi suara ibu mengejutkannya. Perempuan itu berdehem dengan ciri khasnya. 

"Kamu kenal siapa tamunya?" 

"Cuma kenal dikit kok, Bu," ucap Yusra. 

Entah mengapa dia merasa belum siap untuk berkata jujur. 

"Kenal dikit gimana sih, Ibu ndak ngerti." 

Yusra beralih mendekati Raisyifa yang duduk di sisi ranjang. Ponsel masih melekat di tangannya, pandangan gadis itu sesekali tertuju pada pesan di W*, menunggu balasan dari Izzan. Namun, beberapa menit setelah pesan itu dikirim tak ada balasan dari Abangnya.

Yusra sengaja mengirim pesan meminta pada Izzan jangan sampai keceplosan tentang hubungannya. 

"Hu'um. yakin di antara dua laki-laki itu Yusra enggak kenal?" Raisyifa mengangguk-angguk. "Gadis mana yang sudi berdiri sampai sejam demi melihat orang yang disukainya?" tanyanya lagi hingga membuat Yusra tersenyum malu. 

"Maaf, Bu," ucap Yusra seperti sadar bahwa apa yang dilakukannya mungkin tidak baik di mata Raisyifa. 

"Loh, kok, maaf." Ibunya terkekeh sambil membawa Yusra dalam pelukan. 

Konyol! Sungguh sangat konyol. Padahal, Yusra sudah satu jam berdiri di sana. Sedikit pun tidak ada gurat lelah di wajahnya. Bukankah, berdiri selama itu bisa membuat betisnya pegal? 

"Alhamdulillah, Sayang. Ibu benar-benar lega karena kamu juga menyukai Idham. Ayah sama Ibu sebelumnya takut-takut mau ngasih tau kamu tentang perjodohan ini, takut kalau kamunya ndak suka sama pilihan kami." 

Seketika senyuman di wajah Yusra menghilang dalam sekejap. Gadis itu menatap Raisyifa tak percaya. Bibirnya ternganga mendadak jadi kelu. Langit serasa runtuh menimpanya, air mata Yusra luruh, jantungnya berpacu lebih cepat memompa oksigen agar dia tetap bernapas. Dalam sedetik jiwa dan raganya benar-benar hancur berkeping-keping tak bersisa. Setelah pengakuan sang ayah siapa dirinya, lalu diminta mengurusi yayasan dan terakhir yang membuatnya kian hancur adalah perjodohannya dengan Idham. 

"Sayang," panggil Raisyifa. 

Tanpa disadari mata Yusra basah. Dia masih terdiam, tak tahu apa yang harus dikatakan pada ibunya. Dipeluknya lagi Raisyifa, entah beberapa menit dia terisak dalam dekapannya hingga membuat Raisyifa kehilangan kata-kata membujuk Yusra. 

"Apa Ibu salah arti, Sayang?" tanyanya pelan. 

Yusra yang masih membenamkan wajah menggeleng pelan. Tiba-tiba peristiwa malam kemarin, di mana dia hanyalah anak pungut kembali mencuat di ingatannya. Dia tak tahu lagi apa yang dirasakan, kecewa, pilu, hampa, pedih, gagal, dan semua yang tak mengenakan datang silih berganti.  Bertubi-tubi menghantamnya. Bahkan, Yusra merasa tak punya hak lagi untuk hidupnya kini. 

Dia menggeleng. "Yusra sayang Ibu dan Ayah." Untuk ke sekian kali kata-kata itu keluar dari mulut Yusra. Yang sebenarnya terjadi dia hanya berusaha menenangkan hati sendiri. 

Mungkin benar hanya kata itu yang bisa menutupi keresahan hati Raisyifa dan Najib. 

"Coba lihat Ibu." Perempuan paruh baya lalu  mengurai pelukan Yusra, ditangkupnya kedua pipi anak gadis itu. Kemudian mencium keningnya berkali-kali. 

"Terus kenapa kamu sampai terisak begini? Apa Ibu salah mengartikan tatapan kamu tempo hari, Nak?" tanya ibunya sangat hati-hati. 

Perempuan itu memang bukan yang melahirkan, tetapi tumbuh dan besar bersamanya. Agaknya ibunya Yusra benar-benar merasa sudah mengenali si Bungsu. Ikatan batin dan kasih sayang yang terjalin selama ini pun sudah membuatnya yakin mengenali perasaan anak gadisnya. 

Yusra menangis. Raisyifa juga ikut menangis. Keduanya pun menjadi larut dalam kesedihan. Akan tetapi, dalam sedihnya Raisyifa ada rasa bahagia niatnya pada Idham dan Yusra bisa terwujud. Sedangkan Yusra sendiri? 

"Ibu mau kamu jawab jujur, Sayang. Yusra juga suka sama Idham?" Pertanyaan Raisyifa membuatnya gelagapan.  

Hening untuk beberapa saat. 

Yusra tak menjawab, cepat-cepat dia menunduk. Air matanya semakin deras mengalir hingga dia kembali dipeluk ibunya. 

"Sayang," panggil ibunya lagi dengan lembut seraya mengelus-elus kepala Yusra. 

"Yusra sayang Ibu." Gadis itu kembali memeluk ibunya. Makin banyak air mata keluar makin erat dia memeluk ibunya. 

"Kalau ada sesuatu yang menjanggal baiknya dibicarakan, Nak." 

Yusra menggeleng lalu melepaskan pelukan. 

"Yusra ...." 

"Dik Yusra." 

Ucapan Yusra masih menggantung. Sapaan Izzan dari balik pintu membuatnya mengernyit. Dia dan ibu tahu suara Izzan yang memanggil, tetapi kenapa Izzan malah ke kamar. Apa Ervin sudah pulang?

"Iya, Bang. Masuk." Yusra segera bangkit membuka pintu, dilihatnya Izzan berdiri dengan mimik muka yang entah, sulit untuk ditebak.

Gadis itu mengedip-ngedipkan matanya, memberi kode agar tak sembarangan bicara. Yusra benar-benar waspada karena ibunya masih menangis. Dia tahu, Izzan terkadang terlalu jujur dengan Raisyifa. 

"Temanmu udah pulang, Zan?" tanya Raisyifa. 

Gadis itu mundur beberapa langkah saat menyaksikan Izzan yang duduk di samping ibunya. 

"Ibu kenapa nangis?" 

"Ndak apa-apa, Sayang. Ibu lagi terharu." 

"Duh, terharu kayak anak muda aja, Ibu. Emangnya kenapa, Bu?" tanya Izzan yang penasaran. 

"Ibu endak nyangka adikmu ternyata juga menyukai Idham. Padahal, Ibu sama Ayah baru mau membicarakan niat ini nanti malam. Ibu mau bilang juga biar Yusra cepat nikah, dianya malah nungguin kamu. Lha, kamunya asyik main. Padahal kan Ibu pengen cepat-cepat gendong cucu." Raisyifa tersenyum. 

"Tuh, dengerin kata Ibu," seloroh Yusra yang dibalas tatapan iba dari Izzan.  

"Ibu kan mintanya kamu duluan," balas Izzan. Lelaki sepertinya pasti tahu apa yang dirasakan Yusra, tetapi apa boleh buat kebahagiaan orang tua lebih dari segalanya. Terlebih lagi posisi Yusra di rumah ini. 

"Sudah sudah, kalian berdua ini ndak berubah. Kalau dekat berantem terus. Temanmu sudah pulang, Zan?" tanya Raisyifa membuat kedua anaknya saling menatap. 

"Iya, Bu, Udah. Teman dia tuh." Izzan memalingkan mukanya ke Yusra. 

"Ih, bilang aja tadi enggak mau pulang, asyik nge-band," elak Yusra.

"Teman Yusra, ya?" tanya Raisyifa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status